Selasa, 07 Maret 2017

Kebijakan Imigrasi Baru Trump Masih Tebar Benci

 
Kebijakan Imigrasi Baru Trump Masih Tebar Benci  
Kebijakan terbaru Presiden Donald Trump dinilai masih menebarkan kebencian yang sama. (REUTERS/Jim Lo Scalzo/Pool)
 
Jakarta, CB -- Kelompok pemerhati kemanusiaan mengecam kebijakan imigrasi baru Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap enam negara mayoritas muslim karena masih mempunyai kecacatan yang sama dengan kebijakan sebelumnya.

Sama dengan perintah yang dikeluarkan Januari lalu, kebijakan terbaru yang diperintahkan Selasa (7/3) ini mencegah warga Suriah, Iran, Yaman, Libya, Somalia dan Sudan untuk memasuki Amerika Serikat, setidaknya untuk 90 hari. Hanya saja, dalam versi terkini, Irak tidak disertakan dalam negara yang diincar.

Perintah baru ini juga akan menunda penerimaan pengungsi selama 120 hari dan mendorong otoritas AS untuk memperketat prosedur pemeriksaan untuk program pemukimannya.

International Rescue Committee (IRC) dan Amnesty International AS langsung mengecam arahan baru sang Presiden. Menurut kedua organisasi ini, larangan tersebut tidak membuat negara semakin aman.


David Millband, presiden sekaligus CEO IRC, mengatakan perintah eksekutif yang telah direvisi ini "dengan kejam mengincar populasi yang paling rentan untuk memasuki Amerika Serikat."

Dia juga mengatakan, perintah eksekutif terbaru ini bisa berpengaruh untuk 60 ribu orang yang sudah disaring untuk diterima di Amerika.

"Larangan ini tidak mengincar orang yang paling berisiko mengganggu keamanan, tapi mereka yang paling tidak mampu mengadvokasi diri. Alih-alih membuat kita lebih aman, perintah ini menjadi hadiah untuk para ekstremis yang berupaya meruntuhkan Amerika Serikat," kata Millband, dikutip CNN.

Dia mengatakan, meski IRC mendukung peninjauan ulang terhadap protokol pemeriksaan keamanan, larangan imigrasi ini menempatkan pengungsi yang sebenarnya sudah diperiksa di zona krisis, dan dalam banyak kasus, terpisah dari keluarganya di AS.


Millband mendorong pemerintahan Trump untuk segera meninjau ulang "proses pemeriksaan yang sudah kuat" dan menegakkan "program pemukiman yang menyelamatkan nyawa."

Menurut CATO Institute, tidak ada satu pun orang dari tujuh negara yang diincar Trump dalam perintahnya Januari lalu, pernah menyerang atau melaksanakan aksi teror di tanah Amerika dalam empat dekade ini.

Kebencian yang Sama, Kemasan Baru

Margaret Huang, direktur eksekutif Amnesty International AS, mengatakan perintah yang direvisi ini adalah "kebencian yang sama dalam kemasan yang baru."

Huang mengecam batasan geografis perintah tersebut. Menurutnya, larangan ini akan membawa lagi ketidakpastian untuk ribuan keluarga dan merealisasikan "dendam anti-Muslim menjadi kebijakan."


"Penyuntingan apapun tidak akan membuat perintah eksekutif ini lebih baik dari saat ini, yakni kebencian yang terang-terangan. Ada ancaman nyata terhadap keamanan, tapi perintah kebencian ini tidak akan membuat negara menjadi lebih aman," ujarnya.

"Terus menutup perbatasan AS untuk orang yang berupaya melarikan diri dari kekerasan, baik dari Suriah atau Honduras, hanya akan mengintensifikasi krisis hak asasi manusia di seluruh dunia. Tindakan ini tidak berprikemanusiaan, dangkal dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang kita percaya."




Credit  CNN Indonesia