Kota Vatikan (CB) - Paus Fransiskus pada Rabu mengatakan
bahwa "wajib" hukumnya untuk melindungi warga sipil di Irak.
Paus menyatakan hal tersebut tidak lama setelah terdengar kabar bahwa serangan pesawat udara Amerika Serikat di Mosul telah menewaskan ratusan orang di kota terbesar kedua Irak tersebut, lapor Reuters.
Saat berpidato di depan puluhan ribu orang yang berkumpul di Alun-Alun Santo Petrus, Paus mengatakan bahwa dia "sangat prihatin terhadap nasib para warga sipil yang terjebak di pemukiman Mosul bagian barat."
Dia meminta semua pihak "berkomitmen untuk melindungi warga sipil, yang merupakan kewajiban yang harus dijalankan."
Pasukan Irak, dengan bantuan pesawat tempur Amerika Serikat, kini tengah melancarkan operasi pembebasan kota Mosul dari penguasaan kelompok bersenjata ISIS.
Pernyataan Paus muncul satu hari setelah seorang komandan senior Amerika Serikat mengakui bahwa pesawat tempur dari pihaknya telah menjatuhkan bom di pemukiman padat penduduk di Mosul bagian barat pada 17 Maret lalu.
Serangan pesawat udara itu diduga mengenai sebuah truk berisi bahan peledak sehingga kerusakan yang ditimbulkan sangat besar.
Insiden yang sama diduga menewaskan lebih dari 200 orang.
Organisasi pembela hak asasi manusia, Amnesti Internasional, mengatakan bahwa tingginya korban tewas dari kalangan sipil di Mosul menunjukkan bahwa pasukan koalisi Amerika Serikat telah sembrono sehingga tidak bisa mencegah kematian dari non-kombatan.
PBB sendiri mengatakan bahwa 307 warga sipil telah tewas sementara 273 lainnya menderita luka sejak 17 Februari lalu. Mereka menduga bahwa ISIS dengan sengaja mengumpulkan para warga di sejumlah bangunan dan menjadikan mereka sebagai tameng. ISIS juga dituding sering menembaki warga yang hendak melarikan diri.
Paus menyatakan hal tersebut tidak lama setelah terdengar kabar bahwa serangan pesawat udara Amerika Serikat di Mosul telah menewaskan ratusan orang di kota terbesar kedua Irak tersebut, lapor Reuters.
Saat berpidato di depan puluhan ribu orang yang berkumpul di Alun-Alun Santo Petrus, Paus mengatakan bahwa dia "sangat prihatin terhadap nasib para warga sipil yang terjebak di pemukiman Mosul bagian barat."
Dia meminta semua pihak "berkomitmen untuk melindungi warga sipil, yang merupakan kewajiban yang harus dijalankan."
Pasukan Irak, dengan bantuan pesawat tempur Amerika Serikat, kini tengah melancarkan operasi pembebasan kota Mosul dari penguasaan kelompok bersenjata ISIS.
Pernyataan Paus muncul satu hari setelah seorang komandan senior Amerika Serikat mengakui bahwa pesawat tempur dari pihaknya telah menjatuhkan bom di pemukiman padat penduduk di Mosul bagian barat pada 17 Maret lalu.
Serangan pesawat udara itu diduga mengenai sebuah truk berisi bahan peledak sehingga kerusakan yang ditimbulkan sangat besar.
Insiden yang sama diduga menewaskan lebih dari 200 orang.
Organisasi pembela hak asasi manusia, Amnesti Internasional, mengatakan bahwa tingginya korban tewas dari kalangan sipil di Mosul menunjukkan bahwa pasukan koalisi Amerika Serikat telah sembrono sehingga tidak bisa mencegah kematian dari non-kombatan.
PBB sendiri mengatakan bahwa 307 warga sipil telah tewas sementara 273 lainnya menderita luka sejak 17 Februari lalu. Mereka menduga bahwa ISIS dengan sengaja mengumpulkan para warga di sejumlah bangunan dan menjadikan mereka sebagai tameng. ISIS juga dituding sering menembaki warga yang hendak melarikan diri.
Credit antaranews.com
AS akui serangan udara Mosul yang tewaskan puluhan warga sipil
Mosul (CB) - Pihak militer Amerika Serikat pada Sabtu
mengakui bahwa pesawat tempurnya telah menjatuhkan bom di area kekuasan
kelompok bersenjata ISIS di kota Mosul, Irak.
Menurut keterangan saksi dan pejabat setempat, puluhan warga sipil tewas oleh serangan tersebut.
Insiden itu terjadi pada 17 Maret, namun apa yang sebenarnya terjadi masih belum jelas mengingat ISIS masih menguasai tempat kejadian perkara.
Pemerintah Irak untuk sementara menghentikan operasi pembebasan wilayah barat Mosul pada Sabtu dengan alasan tingginya korban sipil, demikian keterangan juru bicara pasukan Irak, dalam kebijakan yang nampak sebagai respon terhadap insiden 17 Maret.
PBB juga telah menyatakan keprihatinan mendalam dan mengaku "terguncang oleh banyaknya korban tewas,"
Laporan awal dari warga dan pejabat Irak pada pekan lalu menunjukkan bahwa puluhan orang telah tewas dan terluka di distrik al-Jadidah, Mosul, setelah pesawat Amerika Serikat menjatuhkan bom di area itu.
Pusat Komando Amerika Serikat, yang mengepalai operasi militer di Timur Tengah, pada Sabtu mengakui bahwa pihaknya telah melakukan serangan yang menarget anggota dan gudang persenjataan ISIS "di lokasi yang diduga terdapat korban sipil."
Pusat Komando kini tengah menyelidiki fakta untuk memvalidasi laporan korban sipil.
Sejumlah laporan mengenai jumlah korban hingga kini masih simpang siur. Namun demikian, Brigadir Mohammed al-Jawari pada Kamis lalu memberi keterangan bahwa pihaknya telah menemukan 40 mayat dari sejumlah bangunan yang hancur.
Penyebab hancurnya bangunan-bangunan itu masih belum jelas. Namun dua orang saksi mengatakan bahwa serangan udara dari Amerika Serikat telah meledakkan sebuah truk ISIS yang penuh dengan bahan peledak.
Kepala parlemen Irak, Salim al-Jabouri, mengatakan: "Apa yang terjadi di bagian barat Mosul sangat serius dan tidak bisa ditoleransi."
Sekitar 600.000 warga sipil dipercaya masih berada di area yang dikuasai ISIS di Mosul, sehingga mempersulit operasi pembebasan kota tersebut.
Selain itu, pemerintah Syiah Irak juga harus berhati-hati untuk tidak memicu kebencian bermotif agama mengingat sebagian besar penduduk Mosul merupakan penganut Islam aliran Sunni.
"Tingginya angka kematian sipil di wilayah Kota Tua membuat kami terpaksa menghentikan operasi dan meninjau ulang rencana kami," kata juru bicara kepolisian federal pada Sabtu.
Operasi pembebasan Mosul, yang dibantu dari udara oleh Amerika Serikat, kini telah berlangsung selama enam bulan. Pihak pemerintah saat ini sudah berhasil merebut kembali wilayah timur kota tersebut dan setengah dari area barat.
Namun sepanjang dua pekan terakhir, militer mengalami kesulitan di gang-gang sempit Kota Tua, tempat berdirinya Masjid Agung Nuri yang dipilih pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi untuk mendeklarasikan berdirinya negara khilafah dengan teritori yang membentang dari Suriah sampai Irak.
Sejak operasi pembebasan wilayah barat Mosul, sudah 700 warga sipil yang tewas akibat aksi dari kubu pemerintah, serangan udara Amerika Serikat, maupun tembakan ISIS, demikian keterangan lembaga pemantau Iraqi Observatory for Human Rights, demikian Reuters melaporkan.
Menurut keterangan saksi dan pejabat setempat, puluhan warga sipil tewas oleh serangan tersebut.
Insiden itu terjadi pada 17 Maret, namun apa yang sebenarnya terjadi masih belum jelas mengingat ISIS masih menguasai tempat kejadian perkara.
Pemerintah Irak untuk sementara menghentikan operasi pembebasan wilayah barat Mosul pada Sabtu dengan alasan tingginya korban sipil, demikian keterangan juru bicara pasukan Irak, dalam kebijakan yang nampak sebagai respon terhadap insiden 17 Maret.
PBB juga telah menyatakan keprihatinan mendalam dan mengaku "terguncang oleh banyaknya korban tewas,"
Laporan awal dari warga dan pejabat Irak pada pekan lalu menunjukkan bahwa puluhan orang telah tewas dan terluka di distrik al-Jadidah, Mosul, setelah pesawat Amerika Serikat menjatuhkan bom di area itu.
Pusat Komando Amerika Serikat, yang mengepalai operasi militer di Timur Tengah, pada Sabtu mengakui bahwa pihaknya telah melakukan serangan yang menarget anggota dan gudang persenjataan ISIS "di lokasi yang diduga terdapat korban sipil."
Pusat Komando kini tengah menyelidiki fakta untuk memvalidasi laporan korban sipil.
Sejumlah laporan mengenai jumlah korban hingga kini masih simpang siur. Namun demikian, Brigadir Mohammed al-Jawari pada Kamis lalu memberi keterangan bahwa pihaknya telah menemukan 40 mayat dari sejumlah bangunan yang hancur.
Penyebab hancurnya bangunan-bangunan itu masih belum jelas. Namun dua orang saksi mengatakan bahwa serangan udara dari Amerika Serikat telah meledakkan sebuah truk ISIS yang penuh dengan bahan peledak.
Kepala parlemen Irak, Salim al-Jabouri, mengatakan: "Apa yang terjadi di bagian barat Mosul sangat serius dan tidak bisa ditoleransi."
Sekitar 600.000 warga sipil dipercaya masih berada di area yang dikuasai ISIS di Mosul, sehingga mempersulit operasi pembebasan kota tersebut.
Selain itu, pemerintah Syiah Irak juga harus berhati-hati untuk tidak memicu kebencian bermotif agama mengingat sebagian besar penduduk Mosul merupakan penganut Islam aliran Sunni.
"Tingginya angka kematian sipil di wilayah Kota Tua membuat kami terpaksa menghentikan operasi dan meninjau ulang rencana kami," kata juru bicara kepolisian federal pada Sabtu.
Operasi pembebasan Mosul, yang dibantu dari udara oleh Amerika Serikat, kini telah berlangsung selama enam bulan. Pihak pemerintah saat ini sudah berhasil merebut kembali wilayah timur kota tersebut dan setengah dari area barat.
Namun sepanjang dua pekan terakhir, militer mengalami kesulitan di gang-gang sempit Kota Tua, tempat berdirinya Masjid Agung Nuri yang dipilih pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi untuk mendeklarasikan berdirinya negara khilafah dengan teritori yang membentang dari Suriah sampai Irak.
Sejak operasi pembebasan wilayah barat Mosul, sudah 700 warga sipil yang tewas akibat aksi dari kubu pemerintah, serangan udara Amerika Serikat, maupun tembakan ISIS, demikian keterangan lembaga pemantau Iraqi Observatory for Human Rights, demikian Reuters melaporkan.
Credit antaranews.com
Serangan udara ke Mosul barat seharusnya tak ambrukkan gedung
kami memiliki munisi dalam inventori kami yang bisa meruntuhkan seluruh gedung. Dan dalam kasus ini kami tidak menggunakannya
Washington (CB - Panglima tentara Amerika Serikat di Irak
menyatakan jenis senjata yang ditembakkan koalisi pimpinan AS di Mosul
barat dalam serangan udara baru-baru ini seharusnya tidak menimbulkan
ledakan besar yang meruntuhkan seluruh gedung. Pernyataan ini
membersitkan pesan bahwa ISIS-lah yang berperan dalam merenggut ratusan
warga sipil tewas menyusul serangan udara AS itu.
"Sebenarnya munisi kami, fakta bahwa seluruh gedung ambruk, sejatinya bertentangan dengan penglibatan kami," kata Letnan Jenderal Stephen Townsend kepada para peliput Pentagon.
"Munisi yang kami gunakan seharusnya tidak meruntuhkan seluruh gedung. Itulah salah satu hal yang sedang kami coba cari tahu dalam proses penyelidikan karena kami memiliki munisi dalam inventori kami yang bisa meruntuhkan seluruh gedung. Dan dalam kasus ini kami tidak menggunakannya."
Kesaksian bertolak belakang muncul sejak ledakan besar pada 17 Maret di distrik al-Jadida di Mosul barat di mana pasukan Irak yang mendapat dukungan serangan udara dari koalisi pimpinan AS berperang untuk mengusir ISIS dari kota kedua terbesar di Irak itu.
Para penyidik sendiri sudah berada di Mosul untuk menentukan apakah serangan udara koalisi pimpinan AS atau ledakan yang dipicu ISIS yang telah menyebabkan ledakan besar yang menghancurkan seluruh gedung dan telah menewaskan lebih dari 200 orang, demikian Reuters.
"Sebenarnya munisi kami, fakta bahwa seluruh gedung ambruk, sejatinya bertentangan dengan penglibatan kami," kata Letnan Jenderal Stephen Townsend kepada para peliput Pentagon.
"Munisi yang kami gunakan seharusnya tidak meruntuhkan seluruh gedung. Itulah salah satu hal yang sedang kami coba cari tahu dalam proses penyelidikan karena kami memiliki munisi dalam inventori kami yang bisa meruntuhkan seluruh gedung. Dan dalam kasus ini kami tidak menggunakannya."
Kesaksian bertolak belakang muncul sejak ledakan besar pada 17 Maret di distrik al-Jadida di Mosul barat di mana pasukan Irak yang mendapat dukungan serangan udara dari koalisi pimpinan AS berperang untuk mengusir ISIS dari kota kedua terbesar di Irak itu.
Para penyidik sendiri sudah berada di Mosul untuk menentukan apakah serangan udara koalisi pimpinan AS atau ledakan yang dipicu ISIS yang telah menyebabkan ledakan besar yang menghancurkan seluruh gedung dan telah menewaskan lebih dari 200 orang, demikian Reuters.
Credit antaranews.com