Dana operasional pertahanan AS mencapai 716 miliar dolar AS.
CB,
WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah
menandatangani Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA) pada
Senin (13/8). Undang-undang tersebut mengatur tentang anggaran
pertahanan AS senilai 716 miliar dolar AS untuk 2019.
Dalam sebuah upacara di pangakalan militer Fort Drum di New York,
Trump menyatakan kegembiraannya atas cepatnya persetujuan NDAA oleh
Kongres AS. "Kita akan memperkuat militer kita tidak seperti sebelumnya,
dan itulah yang kita lakukan," ujar Trump, dikutip laman
Anadolu Agency.
Ia
mengatakan dengan anggaran baru untuk 2019, AS akan membuat investasi
penting dalam senjata nuklir. NDAA memberikan Pentagon anggaran dasar
senilai 638 miliar dolar AS untuk program-program pertahanan yang
terkait dengan Departemen Energi. Dana sebesar 69 miliar dolar AS turut
disiapkan untuk kemungkinan operasi di luar negeri.
NDAA
juga memberi otorisasi kenaikan gaji sebesar 2,6 persen untuk anggota
militer AS. Kenaikan tersebut merupakan yang terbesar dalam sepuluh
tahun terakhir.
Melalui NDAA, AS juga melarang penjualan jet F-35
Joint Strike Fighter
ke Turki. Penjualan baru bisa dilakukan setelah Pentagon merilis
laporan tentang hubungan Turki-Amerika dalam 90 hari. Dalam laporan itu,
Pentagon diharapkan mencantumkan penilaian partisipasi Turki dalam
program F-35 serta memaparkan risiko yang timbul akibat pembelian sistem
pertahanan rudal Rusia S-400 oleh Ankara.
Pembelian
sistem pertahanan rudal Rusia S-400 sempat membuat hubungan AS dan Turki
menegang. Washington menilai, keputusan Turki membeli rudal tersebut
dapat membuat hubungan bilateral kedua negara memanas.
Namun
Presiden Recep Tayyip Erdogan tak menggubris peringatan AS. Menurutnya,
negaranya memiliki hak untuk mencari cara terbaik guna melindungi
keamanan nasionalnya. "Transaksi telah ditandatangani (dengan Rusia).
Insya Allah kita akan melihat rudal S-400 di negara kita dan mendahului
proses produksi bersama," kata Erdogan tahun lalu.
NDAA
pun akan memperkuat Komite Investigasi Asing AS (CFIUS). Komite itu
bertugas meninjau usulan investasi asing guna mempertimbangkan apakah
mereka mengancam keamanan nasional atau tidak.
Terkait hal
itu CFIUS akan melakukan kontrol lunak terhadap kontrak AS dengan China
ZTE Corp dan Huawei Technologies Co Ltd. Sebelum ditandatangani Trump,
anggota parlemen AS memang ingin menggunakan rancangan undang-undang
Otorisasi Pertahanan Nasional untuk mengembalikan sanksi keras terhadap
ZTE.
Sanksi itu dinilai layak diberikan karena ZTE disebut
melakukan pengiriman produk telekomunikasi secara ilegal ke Iran dan
Korea Utara (Korut). Namun ketentuan pembatasan dalam NDAA yang
diloloskan Kongres lebih lemah dibandingkan yang disusun dalam rancangan
undang-undang.
Trump sebelumnya telah memberlakukan
larangan bisnis antara perusahaan AS dengan ZTE. Namun larangan tersebut
telah dicabut dan ZTE diizinkan kembali melanjutkan bisnisnya di AS.
Kendati
demikian, para pemimpin badan intelijen AS telah mengutarakan
kekhawatiran terhadap ZTE, Huawei Technologies Co Ltd, dan beberapa
perusahaan Cina lainnya. Perusahaan-perusahaan tersebut dinilai cukup
bergantung pada Pemerintah Cina. Ketergantungan itu, menurut mereka,
meningkatkan risiko spionase.
Huawei, dalam sebuah
pernyataan, mengungkapkan keberatannya terhadap pemberlakuan NDAA.
"Huawei mendukung tujuan Pemerintah AS untuk keamanan yang lebih baik,
tapi penambahan acak itu ke NDAA tidak efektif, salah arah, dan tidak
konstitusional," katanya.
"NDAA tidak melakukan apa
pun untuk mengidentifikasi risiko keamanan nyata atau meningkatkan
keamanan rantai pasokan, dan hanya akan berfungsi untuk menghambat
inovasi seraya meningkatkan biaya internet bagi konsumen dan bisnis AS,"
kata Huawei menambahkan.
Kementerian Perdagangan Cina
turut menyuarakan protes terhadap NDAA. "Pihak AS harus secara objektif
dan adil memperlakukan investor Cina, dan menghindari CFIUS menjadi
penghalang bagi kerja sama investasi antara perusahaan Cina dan AS,"
katanya pada Selasa (14/8).
Pengesahan NDAA dinilai akan
kian memperuncing perselisihan AS dengan Cina. Sebab saat ini kedua
negara telah terlibat dalam perang dagang dengan menerapkan tarif masuk
cukup tinggi pada produk atau komoditas masing-masing.