Ilustrasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. (AFP Photo/Fabrice Coffrini)
Lima negara yang memiliki hak veto itu adalah Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris dan Perancis.
"Keberadaan hak veto membuat PBB tidak kredibel dan tidak demokratis," kata Mimin Dwi Hartono di Jakarta, Sabtu (30/12).
Mimin menyebut kemampuan lima negara begitu saja membatalkan keputusan anggota lain sudah tidak lagi relevan dengan dinamika yang terus terjadi di berbagai negara saat ini.
Langkah Amerika Serikat membatalkan resolusi DK PBB mengecam Presiden Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel adalah salah satu contoh terbaru penggunaan hak veto yang bermasalah.
Kelima anggota tetap DK PBB dipilih dalam Piagam PBB karena memegang peran kunci dalam pendirian organisasi dunia itu.
Para penyusun piagam sepakat jika salah satu lima anggota tetap menyuarakan penolakan, resolusi atau keputusan dewan beranggota 15 orang itu tidak akan disetujui.
Jika anggota tetap tidak sepenuhnya sepakat dengan resolusi yang diajukan tapi tidak mau menyatakan veto, negara itu bisa menyatakan abstain.
Penghapusan kewenangan luar biasa ini telah lama diperdebatkan tapi tak pernah berujung pada perubahan. Dalam kesempatan ini, Mimin kembali mengangkat argumen tersebut.
|
"Perlu ada perubahan struktural bagaimana membuat PBB yang lebih demokratis," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Direktur Cultural Islamic Academy, Husein Ja'far Al-Hadar. Menurutnya, hak veto membuat perdamaian dunia tidak kunjung terwujud.
"Sampai sekarang kenapa perdamaian dunia tidak pernah terjadi karena ada lima negara yang memliki hak veto atas semua keputusan," tutur Husein.
Adanya hak veto tersebut, kata Husein, juga menunjukkan tidak adanya penghargaan terhadap keputusan bersama yang dibuat oleh negara lain.
|
"Tidak ada penghargaan terhadap suara bersama, yang menang adalah lima negara yang bisa gunakan untuk memveto keputusan," ujarnya.
Credit cnnindonesia.com