BEIJING
- Seorang pakar pertahanan India yang agresif menuduh Beijing
menyebarluaskan berita pemberontah terhadap New Delhi mendapat tanggapan
yang tegas dari sejawatnya. Pejabat Departemen China mengatakan bahwa
pasukan India harus meninggalkan daerah Doklam yang diperebutkan jika
mereka tidak menginginkan perang.
Ucapan tersebut muncul di tengah perdebatan sengit antara seorang Mayor Jenderal Angkatan Darat yang sudah pensiun dan sekarang menjadi pengamat pertahanan India, Ashok Mehta, dan direktur Pusat Kementrian Keamanan Internasional Kementerian Pertahanan China, Kolonel Senior Zhou Bo.
Kedua perwira tersebut tampaknya diajak untuk mengomentari ketegangan daerah perbatasan di atas dataran tinggi Doklam pada sebuah acara yang dihelat oleh China Global Television Network (CGTN). Daerah yang diperebutkan itu terjepit di antara India, China dan Bhutan.
Ditawari untuk berbicara lebih dulu, Mehta melepaskan omelan yang panjang namun penuh semangat. Ia menuduh China mengipasi sentimen anti-India dengan cara yang terlalu agresif.
"Media China, think tank, Xinhua, Global Times, PLA Daily telah menulis cerita paling agresif dan paling mengerikan tentang ancaman India, membawa India ke medan perang, membuka konflik dua front, mengajarkan India sebuah pelajaran," mantan jenderal tersebut mengeluh.
"Maksud saya, bahasa seperti itu tidak digunakan di India!" Mehta menambahkan seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (3/8/2017).
Ditanya oleh pembawa berita jika dia bisa memberikan bukti dan memberi tahu beberapa artikel khusus China yang menampilkan retorika penghasut, ahli India itu gagal mengutip, namun mengingat latar belakang profesinya.
"Saya pensiun dari angkatan darat pada tahun 1991, dan saya berada di media sejak tahun 1991. Saya di TV, saya kolumnis, jadi saya belajar lusinan koran dan majalah," jawab Mehta. .
"Jenderal, Anda sudah terlalu banyak bicara! Ini bukan cara yang tepat untuk melakukan percakapan ini," sela Zhao.
"Biarkan saya menggunakan beberapa detik saja. Anda (tentara India) berada di wilayah China, jadi jika Anda tidak menginginkan perang, Anda harus pergi dari wilayah China," kata kolonel senior tersebut.
Ledakan emosi di siaran itu terjadi di tengah kebuntuan perbatasan yang tegang di atas dataran sempit Doklam (Donglang dalam bahasa China) yang berkobar pada bulan Juni. Sekutu China dan India, Bhutan, telah memperdebatkan wilayah tersebut di persimpangan tri-distrik negara-negara tersebut selama beberapa dekade. Sedangkan India mengatakan daerah itu milik Bhutan, China mengklaimnya sebagai wilayahnya sendiri.
Ucapan tersebut muncul di tengah perdebatan sengit antara seorang Mayor Jenderal Angkatan Darat yang sudah pensiun dan sekarang menjadi pengamat pertahanan India, Ashok Mehta, dan direktur Pusat Kementrian Keamanan Internasional Kementerian Pertahanan China, Kolonel Senior Zhou Bo.
Kedua perwira tersebut tampaknya diajak untuk mengomentari ketegangan daerah perbatasan di atas dataran tinggi Doklam pada sebuah acara yang dihelat oleh China Global Television Network (CGTN). Daerah yang diperebutkan itu terjepit di antara India, China dan Bhutan.
Ditawari untuk berbicara lebih dulu, Mehta melepaskan omelan yang panjang namun penuh semangat. Ia menuduh China mengipasi sentimen anti-India dengan cara yang terlalu agresif.
"Media China, think tank, Xinhua, Global Times, PLA Daily telah menulis cerita paling agresif dan paling mengerikan tentang ancaman India, membawa India ke medan perang, membuka konflik dua front, mengajarkan India sebuah pelajaran," mantan jenderal tersebut mengeluh.
"Maksud saya, bahasa seperti itu tidak digunakan di India!" Mehta menambahkan seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (3/8/2017).
Ditanya oleh pembawa berita jika dia bisa memberikan bukti dan memberi tahu beberapa artikel khusus China yang menampilkan retorika penghasut, ahli India itu gagal mengutip, namun mengingat latar belakang profesinya.
"Saya pensiun dari angkatan darat pada tahun 1991, dan saya berada di media sejak tahun 1991. Saya di TV, saya kolumnis, jadi saya belajar lusinan koran dan majalah," jawab Mehta. .
"Jenderal, Anda sudah terlalu banyak bicara! Ini bukan cara yang tepat untuk melakukan percakapan ini," sela Zhao.
"Biarkan saya menggunakan beberapa detik saja. Anda (tentara India) berada di wilayah China, jadi jika Anda tidak menginginkan perang, Anda harus pergi dari wilayah China," kata kolonel senior tersebut.
Ledakan emosi di siaran itu terjadi di tengah kebuntuan perbatasan yang tegang di atas dataran sempit Doklam (Donglang dalam bahasa China) yang berkobar pada bulan Juni. Sekutu China dan India, Bhutan, telah memperdebatkan wilayah tersebut di persimpangan tri-distrik negara-negara tersebut selama beberapa dekade. Sedangkan India mengatakan daerah itu milik Bhutan, China mengklaimnya sebagai wilayahnya sendiri.
Zhou secara retoris bertanya bagaimana India memiliki keberanian untuk memasuki wilayah tersebut. "Anda tidak berhak melakukannya. Anda tidak diundang oleh Bhutan," tegas Zhao.
"Ini bukan wilayah Tionghoa!" Mehta membalas saat melihat secarik kertas. "Orang Bhutan berkata keras dan jelas bahwa ini adalah wilayah yang disengketakan dan meminta untuk tidak mengganggu status quo."
Ketegangan antara Beijing dan Delhi dengan cepat meningkat pada Juni ini ketika brigade konstruksi China mulai membangun jalan di dataran tinggi. Bhutan meminta bantuan dari India, yang mengerahkan tentara di sepanjang perbatasan.
India menentang pembangunan jalan tersebut, dengan alasan akan memberikan pengaruh yang kuat kepada China untuk bergerak lebih dekat ke Koridor Siliguri yang strategis, yang juga dikenal sebagai 'Chicken's Neck', sebuah bentangan sempit yang menghubungkan negara-negara bagian timur laut India ke bagian timur lain di negara itu.
China menuntut agar India menarik pasukan dari Bhutan, dengan alasan sebagai sanggahan atas dokumen historis klaimnya yang menurutnya membuktikan dataran tinggi itu milik Beijing.
Juga pada bulan Juli, militer China mengadakan latihan perang besar-besaran di Tibet, yang berada di dekat dataran tinggi Doklam. Latihan perang itu melibatkan tentara yang dipersenjatai dengan peluncur roket, senapan mesin dan mortir.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu, Beijing mengatakan bahwa pasukan India masih berada di wilayah China, dan bahwa China bertindak dengan hati-hati, menuntut agar Delhi mengeluarkan pasukannya.
"Tapi pihak India tidak hanya mengambil langkah-langkah yang sebenarnya untuk memperbaiki kesalahannya, namun telah mengarang segala macam alasan yang tidak memiliki kaki untuk bertahan, untuk menimbulkan alasan bagi persimpangan perbatasan ilegal militer India," kata Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip Reuters.
Credit sindonews.com