Jumat, 07 Oktober 2016

Pengusaha Smelter Tolak Rencana Luhut Buka Ekspor Mineral Mentah


Pengusaha Smelter Tolak Rencana Luhut Buka Ekspor Mineral Mentah
Ilustrasi Foto: Grandyos Zafna

Jakarta - Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menolak rencana Kementerian ESDM membuka kembali ekspor beberapa jenis mineral mentah, misalnya biji nikel dengan kadar di bawah 1,8%.

Wakil Ketua AP3I, Jonatan Handojo, membantah argumen Kementerian ESDM bahwa nikel berkadar rendah tersebut belum dapat diolah di dalam negeri sehingga lebih baik diekspor saja daripada terbuang percuma.

Jonatan menyatakan, sudah banyak smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral) nikel di dalam negeri yang memiliki tungku blast furnace untuk mengolah nikel (Ni) dengan kandungan 1,8% menjadi nickel pig iron (NPI) kadar Ni 2,% dan Fe 85%.

"Kami menentang keinginan tersebut. Nickel ore kadar Ni di bawah 1,8% masih dapat diproses menjadi NPI dengan menggunakan tungku blast furnace. NPI jenis ini sangat dibutuhkan industri stainless steel tipe 200 di India dan Taiwan. Smelter di Indonesia banyak yang menggunakan tungku blast furnace," papar Jonatan kepada detikFinance di Jakarta, Jumat (7/10/2016).

Jonatan menambahkan, pembukaan kembali ekspor mineral mentah yang telah dilarang sejak 1 Januari 2014 juga akan membuat investor ragu dengan kepastian hukum di Indonesia. Banyak investor yang sudah membangun smelter nikel, mereka butuh konsistensi kebijakan dari pemerintah.

"Para pembeli nickel ore di Tiongkok sudah berdatangan ke Indonesia untuk membangun smelter. Pembukaan kembali ekspor ore akan merusak nama Indonesia di luar negeri dan merusak nama Presiden yang sudah berulang kali menyatakan tidak setuju dengan usulan membuka kembali ekspor nickel ore," ujarnya.

"Kalau pemerintah ingin menolong satu perusahaan BUMN pertambangan, apakah harus mengorbankan perusahaan tambang lain yang sudah membangun smelter? Jumlah smelter masih terus bertambah, sudah di atas 20," pungkasnya.

Sebelumnya, dalam rapat di Kementerian ESDM pada 4 Oktober 2016 lalu, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan telah memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP 1/2014).

Dalam PP 1/2014, relaksasi ekspor konsentrat dibatasi sampai 11 Januari 2017 dan setelah itu hanya mineral yang telah melalui proses pemurnian yang bisa diekspor, tidak ada lagi ekspor konsentrat alias mineral setengah jadi yang masih terhitung mentah juga. Tujuannya ialah memastikan hilirisasi mineral yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri.

Tapi aturan ini direvisi karena Luhut ingin memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat antara 3 sampai 5 tahun sejak PP baru diberlakukan. Tak hanya konsentrat saja, Luhut juga ingin membuka keran ekspor beberapa jenis mineral mentah yang belum diolah sama sekali, misalnya biji nikel dengan kadar di bawah 1,8%.



Credit  detikFinance