Jumat, 07 Oktober 2016

Komet 'Pemicu Perang dan Rusuh' Akan Dekati Bumi pada 2017?


 
CB, Kairo - Pada 30 September tahun ini, pesawat antariksa pertama yang pernah mengorbit sebuah komet, Rosetta, secara 'heroik' menabrakkan diri ke 67P demi mendapatkan gambar benda angkasa luar itu dari jarak dekat.
Itu merupakan akhir dari misi Rosetta yang diluncurkan dari Bumi 12 tahun lalu. Selama dua tahun terakhir, probe milik Badan Antariksa Eropa (ESA) tersebut telah mengelilingi komet 67P yang berjarak jutaan kilometer dari Bumi.

Salah satu pencapaian signifikan dari pesawat antariksa itu adalah diperolehnya data yang mengungkap bahwa susunan komet mengandung sejumlah dasar kehidupan. Menurut ilmuwan, tabrakan dengan komet membantu mengawali kehidupan di Bumi.
Di balik kabar baik itu, ternyata komet juga diyakini menjadi ancaman keberlangsungan Bumi.
67P diperkirakan berukuran 4 kilometer. Jika komet tersebut menghantam Bumi, diprediksi akan mengakhiri peradaban yang ada saat ini.
Sebuah komet yang hanya berdiameter 152 meter diyakini telah menyebabkan peristiwa Tunguska di Siberia pada 1908. Dalam kejadian itu, 2.589 kilometer persegi hutan rata akibat ledakan yang setara dengan kekuatan 15 megaton bom.
Namun komet Tunguska belum seberapa jika dibandingkan dengan komet berukuran 16 kilometer yang hampir bertabrakan dengan Bumi sekitar tiga setengah ribu tahun lalu.
Komet Terbesar Hampir Menabrak Bumi
Komet berukuran 16 kilometer itu direkam oleh bangsa Mesir pada tahun ke-22 Pemerintahan Firaun Tuthmosis III. Benda antariksa itu digambarkan sebagai piringan yang lebih besar dari Bulan purnama.
Seorang astronom China yang secara cermat mencatat kejadian langit untuk tujuan astrologi, turut mencatat peristiwa tersebut. Mawangdui Silk Almanac yang disimpan di Hunan Provincial Museum menggambarkannya sebagai salah satu komet terbesar yang pernah diamati.
Tak hanya mengisi sebagian besar langit, komet tersebut memiliki 10 ekor. Sebagai perbandingan, komet terbesar yang diamati sejak kelahiran astronomi modern, De Cheseaux (1744), hanya punya tujuh ekor.
Catatan Mesir bernama Tulli Papyrus itu ditemukan dalam sebuah naskah yang sekarang berada di Perpustakaan Vatikan. Sejumlah penulis pun telah mengutip manuskrip itu sebagai bukti adanya penampakan UFO kuno, sehingga beberapa ilmuwan mempertanyakan keasliannya.
Namun sejumlah peneliti meyakini keaslian peristiwa itu. Tahun ke-22 pemerintahan Tuthmosis III diperkirakan terjadi sekitar 1486 SM, sama ketika astronom China mengamati komet berekor 10.
Komet yang melintas dekat dengan Bumi itu tampaknya memiliki penampilan spektakuler sehingga memiliki pengaruh besar pada agama-agama di seluruh dunia. Pada saat itu, peradaban kontemporer di seluruh dunia mulai menyembah dewa baru yang digambarkan sebagai cakram bersayap di langit.
Di China, dewa Lao-Tien-Yeh yang muncul pada masa Dinasti Sang digambarkan sebagai sebuah lingkaran dengan serangkaian garis lurus memancar dalam bentuk kipas, tampak mirip dengan gambaran komet.
Secara menakjubkan, gambar tersebut hampir identik dengan simbol dewa baru yang muncul di Mesir pada masa pemerintahan Tuthmosis III, yakni Aten. Dewa tersebut digambarkan sebagai lingkaran dengan serangkaian garis lurus, hampir serupa dengan simbol Lao-Tien-Yeh.
Seperti dikutip dari Ancient Origins, Jumat (7/10/2016), para ahli Mesir Kuno berasumsi bahwa simbol Aten merepresentasikan Matahari. Namun, tidak ada tulisan khusus yang mengaitkannya dengan Dewa Matahari.
Kemunculan agama baru bukan satu-satunya peristiwa yang terjadi saat komet besar itu mendekati Bumi. Di seluruh dunia, terdapat periode kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Bangsa Mesir mulai melakukan operasi militer nan ganas dan menaklukkan wilayah yang sekarang merupakan Israel, Lebanon, dan Libya; Di Suriah, Kerajaan Mitanni menyerang Asyur (Irak); Peradaban Harappa di India diserang oleh suku perampok dari Afghanistan.
Para ahli umumnya meyakini, perang intens dan kerusuhan sosial di seluruh dunia disebabkan karena perubahan iklim jangka pendek akibat penurunan suhu secara global. Hal tersebut menyebabkan kegagalan panen dan menimbulkan ketakutan akan kelangkaan sumber daya sehingga memicu konflik.
Lalu, apa yang menyebabkan Bumi mengalami penurunan suhu hingga satu dekade lamanya?

Ancaman Bagi Kehidupan dan Peradaban

Pada 1985, astronom bernama Carl Sagan mengidentifikasi komet raksasa yang melintas pada 1486 SM itu sebagai Komet 12P/Pons-Brooks.
Menurutnya, terdapat patahan dari benda antariksa itu yang meledak dan melemparkan puing-puing ke atmosfer Bumi. Hal tersebut menghalangi sinar Matahari selama bertahun-tahun dan menyebabkan suhu global turun drastis.
Namun peristiwa itu tak hanya dapat terjadi akibat ledakan serpihan komet. Pada Konferensi Internasional tentang Bencana dan Kepunahan Massal yang diselenggarakan di Wina pada Juli 2000, para ilmuwan berkumpul untuk membahas kemungkinan ancaman kehidupan di Bumi yang ditimbulkan oleh dampak asteroid dan komet.
Para peneliti tertarik pada beberapa bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam komet. Salah satunya adalah vasopresin yang dapat membuat perilaku manusia menjadi keras dan agresif.
Hingga kini belum diketahui apakah 12P/Pons-Brooks mengandung vasopresin. Namun jika itu terjadi, maka substansi yang memasuki atmosfer mencemari rantai makanan dan bertanggung jawab atas periode peperangan yang terjadi pada 1400-an SM.
Setelah misi Rosetta berakhir, para astronom mengungkap bahwa sebuah fragmen Komet 12P/Pons-Brooks akan mendekati Bumi pada 11 Februari 2017.
Komet tersebut telah pecah menjadi beberapa bagian setelah melintas dekat dengan Yupiter. Benda antariksa itu berukuran sekitar 1,6 km dan diprediksi tak akan menabrak Bumi.
Namun terdapat kemungkinan bahwa Orbit bumi akan membawa kita melalui jejak komet. Meski demikian, belum diketahui apakah terdapat dampak dari hal tersebut atau tidak.
Komet utama 12P/Pons-Brooks yang memiliki lebar lebih dari 8 km diprediksi akan kembali ke tata surya bagian dalam pada 2024. Namun hingga kini belum diketahui seberapa dekat benda antariksa itu akan melintasi Bumi.





Credit  Liputan6.com