Hanya ada sedikit bukti yang kuat
untuk memastikan apakah Korea Utara telah berhasil mengembangkan hulu
ledak nuklir untuk rudal. (Reuters/KCNA)
Menurut laporan kantor berita resmi Korut, KCNA, pada Rabu (20/7) pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengawasi sendiri uji coba yang berhasil menguji simulasi ledakan dari hulu ledak nuklir yang dipasang di rudal.
Korea Utara menembakkan tiga rudal balistik yang terbang setinggi 500 km hingga 600 km ke arah laut lepas pantai timur, menurut laporan militer Korea Selatan.
Uji coba itu melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan merupakan aksi provokatif terbaru yang dilakukan oleh negara yang terisolasi setelah serangkaian uji coba senjata nuklir.
"Latihan ini dilakukan dengan membatasi lapangan tembak di bawah kondisi simulasi serangan pencegahan terhadap pelabuhan dan lapangan udara di panggung operasional Korea Selatan, di mana peralatan perang nuklir kaum imperialis AS akan diluncurkan," bunyi laporan KCNA.
"Dan sekali lagi, [uji coba ini] memeriksa fitur operasional dari hulu ledak nuklir yang dipasang di roket balistik di ketinggian yang ditunjuk di atas area target," tulis KCNA.
Yang Uk, seorang peneliti senior di Forum Pertahanan dan Keamanan Forum dan penasihat kebijakan untuk angkatan laut Korea Selatan, menyatakan hanya ada sedikit bukti yang kuat untuk memastikan apakah Korea Utara telah berhasil mengembangkan hulu ledak nuklir untuk rudal.
"Tapi ini menjadi pengingat bahwa mereka terus melakukan pengembangan hulu ledak nuklir, dan hal itu sendiri merupakan peningkatan risiko bagi kami," kata Yang menambahkan.
Peluncuran rudal Korut pada Selasa dipandang sebagai salah satu upaya Korut unjuk kekuatan, sepekan setelah Korsel dan AS memilih lokasi pengerahan sistem pertahanan anti-rudal Terminal High Altitude Area Defence untuk menghadapi ancaman dari Korea Utara.
Korea Utara bersumpah akan melakukan "respon fisik" terkait tindakan Korsel dan AS itu.
Korut dan Korsel secara teknis hingga kini masih berperang, karena Perang Korea tahun 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Credit CNN Indonesia