Jumat, 18 Desember 2015

Diplomat: Rusia Tak Keberatan Presiden Suriah Lengser


Diplomat: Rusia Tak Keberatan Presiden Suriah Lengser  
Rusia merupakan sekutu sekat Presiden Suriah, dan melancarkan serangan udara di Suriah demi menopang rezim Assad. (Alexei Druzhinin/RIA Novosti/Kremlin)
 
Jakarta, CB -- Rusia menyatakan tak keberatan Presiden Suriah Bashar al-Assad mengundurkan diri dalam proses perdamaian Suriah, menurut sumber dilpomat.

Pernyataan ini menunjukkan sikap Rusia yang melunak, menjelang pembicaraan damai Suriah di New York, Amerika Serikat.

Rusia, seperti juga Iran, merupakan sekutu kuat Assad dan saat ini melakukan intervensi militer atas permintaan Assad dalam konflik Suriah yang telah berlangsung lebih dari empat tahun dan menewaskan sedikitnya 250 ribu orang. Baik Iran dan Rusia sebelumnya bersikeras bahwa nasib Assad harus diputusan dalam pemungutan suara nasional.

Sementara itu, negara Barat, Turki dan Arab Saudi, enggan membiarkan Assad tetap bertakhta selama proses transisi.


“Yang ada adalah langkah yang akan berakhir dengan kepergian Assad," kata seorang diplomat senior Barat yang tak ingin disebut namanya. "Dan Rusia telah sampai ke titik di mana mereka secara pribadi menerima bahwa Assad akan pergi pada akhir transisi ini, mereka hanya tidak siap untuk mengatakan itu di depan publik.”

Beberapa pejabat Barat lainnya menegaskan pernyataan diplomat itu.

AS, Rusia bersama dengan Iran, Arab Saudi dan negara-negara besar Eropa dan Arab telah menyepakati kerangka untuk gencatan senjata nasional, dan pembicaraan damai selama enam bulan antara pemerintah Assad dan oposisi guna membentuk pemerintahan bersatu yang dimulai Januari mendatang. Sedang pemilihan umum, diharapkan berlangsung 18 bulan setelahnya.

Pembicaraan putaran ketiga di New York pada Jumat (18/12) akan dihadiri Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov bersama lebih dari selusim menteri lain, guna membicarakan masa depan Suriah.

Para pejabat AS dan Eropa mengatakan bahwa Assad tak bisa ikut serta di pemilu yang akan diselenggarakan, seperti yang disetujui dalam dua pertemuan menteri sebelumnya di Wina.

"Secara bertahap kesenjangan menyempit namun masih ada kesenjangan besar," kata seorang diplomat senior Barat. "Masih ada negara-negara yang berpikir Assad adalah solusi untuk memerangi Daesh [ISIS], yang merupakan kebalikan pandangan kami."

Para diplomat mengatakan bahwa Rusia telah bergerak lebih jauh dari Iran soal nasib Assad selama masa transisi. Selama bertahun-tahun, Iran telah mendukung Assad dengan menurunkan personel militer dan juga senjata. Iran terancam kehilangan pengaruh mereka di Suriah jika Assad mundur.

Diplomat senior Barat menambahkan bahwa Iran belum berada di posisi yang sama dengan Rusia terkait Assad.

Nasib Assad tidak akan menjadi fokus dari pertemuan tingkat menteri pada Jumat.

Setelah pertemuan ini, Dewan Keamanan PBB diharapkan bisa mengadopsi resolusi untuk menuju transisi politik. Namun sumber diplomat itu mengatakan lima anggota tetap DK—Inggris, China, Prancis, Rusia dan AS—belum menyepakati draft teks
Credit  CNN Indonesia