Jumat, 10 April 2015

Obama Kecam Pembangunan Pulau Buatan di Laut Cina Selatan


Obama Kecam Pembangunan Pulau Buatan di Laut Cina Selatan 
 
  CB, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan Washington prihatin atas tindakan Beijing yang menggunakan kekuatannya untuk menindas negara-negara di sekitar Laut Cina Selatan.

Pernyataan tersebut dikeluarkan beberapa jam setelah Cina membantah soal pembangunan pulau buatan di wilayah laut yang diperebutkan beberapa negara tersebut.

"Bagaimana kita bisa peduli dengan Cina ketika tidak selalu mematuhi norma-norma dan aturan internasional serta menggunakan kekuatannya semata-mata untuk menindas negara-negara yang lemah," kata Obama, seperti yang dilansir Reuters pada Kamis, 9 April 2015.

Berbicara dalam acara di balai kota Jamaika menjelang KTT Karibia di Panama, Obama juga menekankan bahwa masalah Laut Cina Selatan harus diselesaikan secara diplomatis.

"Kami pikir ini bisa diselesaikan secara diplomatis. Tapi hanya karena Filipina atau Vietnam tidak besar seperti Cina, bukan berarti mereka bisa disikut seenaknya," Obama menegaskan.

Sebelumnya Cina dilaporkan membangun pulau buatan terbesar di kawasan yang disebut Fiery Cross Reef, dekat dengan Kepulauan Spratly yang diperebutkan Cina, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Pulau ini, menurut pejabat Amerika Serikat, diperkirakan mampu didarati pesawat tempur Cina. Bahkan Cina membangun pelabuhan kecil di pulau ini, yang diyakini untuk kepentingan militernya.

Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengatakan pulau buatan tersebut tidak digunakan untuk pertahanan militer, melainkan untuk menyediakan layanan sipil yang akan menguntungkan negara-negara lain di sekitarnya.

Hua mengatakan bahwa reklamasi tersebut diperlukan antara lain karena risiko badai di daerah tersebut yang besar.

"Kami sedang membangun tempat penampungan, bantuan untuk navigasi, pencarian dan penyelamatan serta jasa prakiraan meteorologi laut, layanan perikanan dan pelayanan administrasi lainnya untuk Cina dan negara-negara tetangga," kata Hua.


Credit  TEMPO.CO