Jumat, 12 April 2019

Jepang Izinkan Penduduk Kota Sekitar PLTN Fukushima Kembali


Jepang Izinkan Penduduk Kota Sekitar PLTN Fukushima Kembali
Ilustrasi Kota Namie, Prefektur Fukushima, Jepang yang dievakuasi akibat radias kebocoran PLTN Fukushima Dai-ichi. (REUTERS/Toru Hanai)



Jakarta, CB -- Pemerintah Jepang pada Rabu (10/4) untuk pertama kalinya mengizinkan penduduk di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima kembali ke tempat tinggalnya. Mereka selama delapan tahun harus mengungsi karena kebocoran radiasi nuklir akibat tsunami pada 2011.

Meski begitu, penduduk Kota Okuma yang berada dekat PLTN tidak seluruhnya mau kembali. Berdasarkan survei, lebih dari setengah dari 10 ribu penduduk yang terdaftar memutuskan tidak kembali ke sana.

Hanya sekitar 3,5 persen dari mereka yang mau setelah diperbolehkan tinggal di kawasan yang dianggap aman dari bahaya radiasi.


"Ini merupakan batu lompatan besar bagi kota ini," kata Wali Kota Okuma, Toshitsuna Watanabe dalam keterangan tertulis.


"Ini bukan tujuan. Namun, sebuah awal menuju pencabutan perintah evakuasi untuk seluruh kota," tuturnya lebih lanjut.

Pada Maret 2011, gempa bumi dan tsunami menghancurkan pembangkit listrik Tokyo Electric Power, Fukushima Dai-ichi, yang mencakup kota Okuma dan Futaba di pantai Pasifik.

Lebih dari 160 ribu orang mengungsi akibat bencana nuklir terburuk dalam seperempat abad terakhir. Sejak itu, luasan area terlarang berangsur-angsur menyusut. Sehingga kini hanya tersisa 399 kilometer persegi yang masih berbahaya untuk dihuni.

Kejadian itu dianggap sebagai bencana nuklir kedua yang terbesar, selain kebocoran reaktor nuklir Chernobyl pada 1986 di Pripyat, Ukraina ketika masih menjadi bagian dari Uni Soviet.


Pengadilan Distrik Yokohama belum lama ini memerintahkan pemerintah Jepang dan perusahaan Tokyo Electronic Power Corporation (TEPCO) membayar ganti rugi sebesar US$4 juta (sekitar Rp56,1 miliar) kepada para warga Fukushima yang baru-baru ini mengungsi. Mereka pergi karena wilayahnya ikut terdampak radiasi akibat kerusakan reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir akibat gempa bumi pada 2011 silam.

Dalam amar putusannya, Hakim Ken Nakadaira menyatakan pemerintah dan TEPCO sebenarnya bisa menghindari bencana kebocoran reaktor nuklir jika memperhitungkan ancaman gempa dan tsunami yang memicu kejadian itu.

Pada Maret lalu, Pengadilan Kyoto menyatakan pemerintah Jepang dan TEPCO bertanggung jawab atas kebocoran nuklir, dan meminta mereka membayar ganti rugi sebesar JPY110 juta (hampir Rp14 miliar) kepada 110 penduduk.


Meski demikian, pada pada September 2017 Pengadilan Chiba memutuskan hanya TEPCO yang harus bertanggung jawab penuh dan membayar seluruh ganti rugi. 




Credit  cnnindonesia.com