Juru bicara Kementerian Luar Negeri,
Arrmanatha Nasir, mengatakan pihaknya telah memanggil utusan Kedutaan
Besar Filipina di Jakarta untuk meminta konfirmasi mengenai kabar
seorang WNI yang dilaporkan ditangkap di Marawi karena diduga menjadi
militan kelompok teror di sana. (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)
“Pagi ini kuasa usaha interim kedutaan besar Filipina telah bertemu dengan Direktur Asia Tenggara Kemlu RI, Denny Abdi, untuk dimintai penjelasan resmi mengenai penangkapan seorang WNI yang diduga FTF (militan asing) di Marawi,” kata Arrmanatha dalam jumpa pers di Kemlu, Jakarta, Kamis (2/11).
Namun menurut Arrmanatha, hingga saat ini belum ada otoritas Filipina yang mampu mengonfirmasi penangkapan WNI tersebut. Sejauh ini, tutur Arrmanatha, kementeriannya hanya mendapat informasi informal dari otoritas Filipina.
“Kami telah meminta konfirmasi kepada semua lini otoritas Filipina melalui kedubes RI di Manila dan KJRI di Davao. Namun, sampai saat ini belum juga ada notifikasi resmi kekonsuleran dari Filipina kepada KBRI, KJRI, mau pun Kemlu sendiri,” ujar Arrmanatha.
Kemlu pun terus meminta Filipina untuk segera memberi notifikasi resmi kekonsuleran kepada KBRI atau KJRI karena tanpa pemberitahuan itu, pemerintah tidak bisa memverifikasi kewarganegaraan orang tersebut.
“Setelah dapat notifikasi, baru KBRI atau KJRI minta akses kekonsuleran kepada Filipina untuk memverifikasi data WNI tersebut apakah melalui wawancara atau pengecekan data perjalanannya,” ujar Arrmanatha.
“Setelah itu, baru kami bisa putuskan apakah benar atau tidak dia seorang WNI,” tuturnya menambahkan.
Kabar mengenai penangkapan WNI ini memang pertama kali hanya didapat dari sejumlah media Filipina yang melaporkan bahwa kepolisian wilayah Lanao del Sur membekuk Muhammad Ilham Syaputra, WNI asal Medan, dalam operasi pembersihan teroris di Marawi pada Rabu pagi.
Ilham dilaporkan berada di Filipina sejak November 2016 lalu atas ajakan Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf yang disebut-sebut sebagai emir ISIS Asia Tenggara, untuk bergabung melawan pemerintah di Marawi.
Pria 29 tahun itu juga disebut sebagai salah satu dalang di balik serangan bom Thamrin yang menewaskan delapan orang pada Januari 2016 lalu.
Credit cnnindonesia.com