Seorang teknisi menyelesaikan proses
produksi Helikopter jenis Superpuma SA 332 C1A dan Cougar E725 di
hanggar PT Dirgantara Indonesia (DI), Bandung, Jabar, Rabu (25/11).
(ANTARA FOTO/Novrian Arbi)
Namun Ediwan berkata, rencana pengadaan helikopter angkut berat oleh TNI AU tetap akan berjalan.
Ediwan memaparkan, ia tidak tahu pasti apakah TNI AU telah memilih AgustaWestland AW-101 untuk kebutuhan helikopter angkut berat atau belum. Seperti diberitakan, helikopter yang sama diajukan TNI AU untuk helikopter VVIP.
"Seingat saya spesifikasi teknologinya sudah ada, tapi bukan tipe ini (AW-101). Yang saya tahu ini memang VVIP. Kalau angkut berat harus yang lebih besar sepertinya," tuturnya.
Jenderal bintang tiga itu berkata, TNI AU memang yang paling memahami kebutuhan alutsista udara. TNI AU berhak menentukan operational requirement alutsista yang mereka inginkan.
Lebih dari itu, menurut Ediwan, pengadaan helikopter angkut berat tertera pada rencana strategis periode lima tahun ke depan. Ia menilai, PT Dirgantara Indonesia sebagai perusahaan milik negara di sektor industri penerbangan belum mampu memproduksi helikopter jenis itu.
"Kalau belum bisa dibuat di Indonesia maka kami akan beli dari luar negeri dengan catatan, harus ada offset, transfer teknologi, local content dan melibatkan industri dalam negeri," katanya.
Ediwan mencontohkan, helikopter angkut berat yang biasa digunakan negara lain adalah jenis Chinook yang diproduksi perusahaan asal Amerika Serikat, Boeing.
Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia, TNI AU belum memiliki helikopter Chinook.
Credit CNN Indonesia