Kelompok oposisi Suriah yang dianggap
moderat dan didukung oleh Barat, Free Syrian Army membantah menerima
dukungan dari angkatan udara Rusia. (Reuters/Khalil Ashawi)
FSA pada Senin (14/12) membantah klaim Presiden Rusia yang dalam pidatonya pekan lalu menyatakan bahwa Rusia mendukung FSA dengan menyediakan dengan dukungan udara, senjata dan amunisi dalam operasi gabungan dengan pasukan Suriah melawan sejumlah kelompok militan lainnya.
FSA juga membantah komentar Kepala Militer Rusia, Valery Gerasimo yang menyatakan bahwa jumlah anggota FSA "meningkat sepanjang waktu."
Sanggahan ini juga diutarakan oleh ajudan Putin untuk kerjasama militer dan teknis, , Vladimir Kozhin, pada Senin yang menyatakan bahwa Rusia tidak memasok senjata untuk FSA, menurut kantor berita RIA.
Tidak ada penjelasan langsung soal kontradiksi pernyataan Kozhin dengan pernyataan Gerasimov ini.
Di Suriah, sejumlah kelompok oposisi bersenjata kerap menamakan diri sebagai FSA. Sehingga FSA memiliki sejumlah kelompok bersenjata dalam jumlah yang kecil dan tak terstruktur. FSA juga tidak memiliki kontrol terpusat kepada para anggotanya.
Rusia hingga saat ini belum memberikan komentar soal kelompok FSA mana yang mereka dukung.
Beberapa kelompok FSA terkuat telah menerima dukungan militer dari Arab Saudi dan Amerika Serikat. Kelompok-kelompok ini kerap kali menjadi target dalam kampanye udara Rusia yang mendukung rezim pemerintah Presiden Suriah, Bashar al-Assad sejak 30 September lalu.
Kelompok bersenjata yang termasuk dalam FSA dan mengaku mendapat keuntungan dari serangan udara Rusia di Suriah adalah Pasukan Demokratis Suriah, sebuah kelompok yang bergabung dengan militan Kurdi YPG dan sejumlah kelompok Arab lain dan menerima dukungan dari AS.
Salah satu faksi kelompok itu, Jaysh al-Thuwwar, baru-baru ini terlibat langsung dalam pertempuran sepanjang hari di utara Aleppo dengan sejumlah kelompok gerilyawan termasuk Ahrar al-Sham dan Levant Front, yang secara luas didukung oleh Turki.
Selama pertempuran itu, jet tempur Rusia menyerang markas Ahrar al-Sham dan Front al-Nusra yang tengah mengepung Pasukan Demokratis Suriah, menurut juru bicara Pasukan Demokratis Suriah, Talal Salu.
"Mereka [Rusia] melihat ratusan [gerilyawan] mengepung kami sehingga itu kesempatan untuk menargetkan mereka, tetapi tidak melalui kesepakatan dengan kami," katanya kepada Reuters, sembari menambahkan bahwa para pengkritik kelompoknya kini menyatakan mereka menerima dukungan Rusia.
"Orang-orang berusaha mengarahkan kepedulian mereka terhadap Pasukan Demokratik Suriah karena mereka berpikir mereka menawarkan dukungan logistik kepada kami. Mereka tidak menawarkan dukungan logistik," katanya kepada Reuters.
"Belum ada kontak, kesepakatan, atau kerja sama antara kami dan tentara Rusia," kata Salu.
Sementara, kelompok FSA yang kerap kali ditargetkan dalam dalam serangan udara Rusia di Suriah di wilayah Barat seringkali menerima gempuran dari Rusia, khususnya kelompok yang menerima senjata buatan AS, rudal TOW, dan senjata lainnya.
"Hari ini kantor pusat kami di Jabal Akrad dibom oleh Rusia. Kemarin kantor pusat kami di Aleppo utara hancur. Sebanyak 10 prajurit kami terluka. Ini adalah dukungan Rusia," kata Hassan Haji Ali, kepala kelompok FSA terkemuka yang turut ambil bagian dalam pertemuan dengan sejumlah kelompok oposisi Suriah yang diselenggarakan oleh Saudi pekan lalu.
"Putin dan jenderalnya adalah sekelompok pembohong," kata Haji Ali, yang memimpin kelompok Liwa Suqour al-Jabal.
Mohamed Rasheed, juru bicara Jaysh al-Nasr, kelompok lain yang hadii pertemuan tersebut di Riyadh, mengatakan: "Ini sama sekali tidak benar. Sebaliknya, pesawat tempur Rusia membom markas kami setiap hari.
Credit CNN Indonesia
Tak Hanya Dukung Assad, Rusia Klaim Dukung Oposisi Suriah
Foto: REUTERS/Mike Segar
Dalam pidatonya pada pertemuan tahunan kementerian Pertahanan Rusia, Jumat (11/12), Putin mengungkapkan bahwa Rusia mendukung Free Syrian Army dengan menyediakan dengan dukungan udara, senjata dan amunisi dalam operasi gabungan dengan pasukan Suriah melawan sejumlah kelompok militan lainnya.
Sejumlah negara Barat yang bergabung dengan koalisi serangan udara pimpinan Amerika Serikat menyatakan bahwa serangan udara Rusia sebelumnya hanya berfokus kepada sejumlah kelompok pemberontak yang menentang rezim Assad.
"Pasukan udara kami mendukung upaya penyatuan pasukan pemerintah dan Free Syrian Army," ujar Putin, dikutip dari Reuters.
"Sekarang sejumlah unit [Free Syrian Army] yang berjumlah lebih dari 5.000 tentara tengah terlibat dalam aksi pertempuran melawan teroris bersama pasukan pemerintah di provinsi Homs, Hama, Aleppo dan Raqqa," katanya.
"Kami mendukung pertempuran itu dari udara, dan juga kepada Free Syrian Army, kami membantu mereka dengan senjata, amunisi dan memberikan dukungan material," tutur Putin.
Putin memaparkan serangan yang diluncurkan oleh angkatan udara dan angkatan laut Rusia berhasil menimbulkan kerusakan berat pada sejumlah infrastruktur ISIS, yang kini menguasai sejumlah daerah di Suriah timur dan Irak barat.
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu menilai meskipun Rusia dan koalisi AS tak henti meluncurkan serangn udara melawan ISIS, pengaruh kelompok militan ini terus menyebar luas di Suriah. Shoigu memperkirakan ISIS menguasai sekitar 70 persen dari keseluruhan wilayah Suriah. .
Jumlah pejuang ISIS di Irak dan Suriah mencapai sekitar 60 ribu orang, menurut Shoigu. Terdapat pula ancaman kekerasan ke sejumlah negara pecahan Uni Soviet maupun Asia Tengah dan Kaukasus.
Di hadapan jenderal militer Rusia, Putin mengungkapkan kecaman terselubung kepada Turki, yang menembak jatuh jet tempur Rusia di perbatasan Turki-Suriah bulan lalu.
Turki menilai Rusia memasuki wilayah udaranya dan melanggar kedaulatan Tuski, sementara Rusia membantah tuduhan tersebut. Namun, Putin sempat menyebutkan bahwa minyak produksi ISIS diselundupkan ke Turki. Aksi saling tuding berkepanjangan ini membuat hubungan Moskow dan Ankara kian renggang.
"Saya ingin memperingatkan mereka yang mungkin tengah mencoba untuk memprovokasi terhadap pasukan kami," katanya.
"Saya memerintahkan kalian untuk bertindak dengan cara yang sangat sulit, yakni musnahkan semua hal yang mengancam (militer) kelompok Rusia atau infrastruktur kami," kata Putin.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu sebelumnya menyerukan Rusia untuk tenang menghadapi insiden ini. Namun Cavusoglu juga menyatakan kesabaran Turki ada batasnya.
Credit CNN Indonesia