Senin, 18 Mei 2015

Pengamat: PBB Ompong Sikapi Hukuman Mati Bomber Boston

Giliran hukuman mati diberlakukan di Indonesia, PBB mengecam.

Pengamat: PBB Ompong Sikapi Hukuman Mati Bomber Boston
esiden Joko Widodo menyambut kedatangan Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk melakukan pertemuan bilateral di sela-sela KTT ASEAN ke-25 di Myanmar, Kamis (13/11).  (ANTARA/Widodo S. Jusuf)

CB - Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mempertanyakan respons PBB terhadap vonis mati yang dijatuhkan kepada pelaku pengeboman marathon Boston, Dzhokhar Tsarnaev. Remaja berusia 21 tahun itu dijatuhi hukuman mati dalam persidangan hari Jumat pekan lalu.

Melalui keterangan tertulisnya yang diterima VIVA.co.id pada Senin, 18 Mei 2015, guru besar Hukum Internasional UI itu menanti bagaimana reaksi yang akan ditunjukkan oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon dalam menyikapi vonis mati yang dijatuhkan oleh pengadilan federal Massachusetts, Amerika Serikat.

"Apakah Ban berani mengeluarkan kritik dan ceramahnya kepada AS sama ketika Indonesia akan melaksanakan hukuman mati atas Andrew Chan dan Myuran Sukumaran? Ataukah Ban Ki-moon akan diam seribu bahasa dengan alasan yang menjatuhi hukuman mati itu adalah negara besar?," tanya pengajar fakultas hukum itu.

Dia melanjutkan atau karena Dzhokhar pelaku teror dan berasal dari Kyrgyztan yang mayoritas beragama Islam, lalu PBB ompong dalam menyatakan sikap. Sehingga, seolah-olah hukuman mati pantas dijatuhkan kepada pelaku teror.

"Jawaban ini semua terpulang pada Sekjen PBB. Tetapi, bila Sekjen PBB diam dan tak memberi komentar maka benar, saat Indonesia melaksanakan hukuman mati Sekjen PBB lebih berpikah kepada negara-negara tertentu," tambah Hikmahanto.

Dia menyatakan, ini menjadi pelajaran bagi siapa pun penyelenggara di bidang urusan luar negeri agar tidak sekali-kali gentar dengan kritikan dan tekanan dari luar negeri termasuk PBB.

Stasiun berita CNN pada Sabtu pekan lalu melaporkan hukuman mati yang dijatuhkan oleh juri pengadilan dianggap telah melalui persidangan yang adil dan berimbang. Juri mengambil keputusan tersebut setelah melalui proses perundingan selama 14 jam dalam tiga hari.

Juri juga menilai Dzhokhar tidak menunjukkan rasa penyesalan sama sekali usai melakukan aksi teror pada 15 April 2013 lalu. Namun, hakim belum membacakan vonis hukuman mati di pengadilan.



Credit  VIVA.co.id




Juri Jatuhkan Hukuman Mati untuk Bomber Boston


Juri Jatuhkan Hukuman Mati untuk Bomber Boston
Dzhokhar Tsarnaev (21 tahun), pelaku pengeboman Boston. (REUTERS/FBI/Handout )
 
  CB - Juri federal pada Jumat kemarin akhirnya menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku bom Boston, Dzhokhar Tsarnaev. Keputusan itu diambil usai dilakukan perundingan selama 14 jam.

Stasiun berita CNN, Sabtu, 16 Mei 2015 melansir pernyataan juri yang menilai Dzhokhar  tidak menunjukkan rasa penyesalannya sama sekali usai melakukan aksi teror pada 15 April 2013 lalu yang telah menewaskan tiga orang dan melukai lebih dari 260 orang. Ketika juri membacakan keputusan mereka, remaja berusia 21 tahun itu tidak menunjukkan reaksi apa pun.

Kepalanya hanya tertunduk dan tangan yang dilipat di bagian bawah. Sementara, beberapa korban yang selamat dan kerabat mereka kerap menyeka air matanya ketika mendengar keputusan juri di ruang sidang.

Bagi Jaksa Agung, Carmen Ortiz, hukuman mati yang dijatuhkan bagi Dzhokhar telah melalui persidangan yang adil dan berimbang. Keputusan ini juga sekaligus menandakan kali pertama usai peristiwa 11 September 2001, Jaksa Penuntut Umum Federal memenangkan hukuman mati dalam kasus terorisme.

"Bahkan ketika mengingat kembali peristiwa horor atau tragedi itu, kami tidak terintimidasi oleh perbuatan teror atau paham radikal," kata Ortiz.

Dia mengatakan, aksi pengeboman bukan bagian dari tindakan beragama. Kendati pelaku mengklaim mewakili Islam. Menurutnya, ini merupakan sebuah tindak kejahatan politik yang dilakukan oleh dua orang dewasa yang mengadopsi paham kebencian.

"Ini waktunya untuk membalikkan halaman di bab ini," kata Ortiz.

Sementara, Wali Kota Boston, Martin Walsh, dalam sebuah pernyataan mengucapkan terima kasih kepada para juri.

"Saya berharap vonis ini bisa memberikan sedikit akhir bagi korban selamat, keluarga dan semua orang yang terkena imbas dari tindak kekerasan dan peristiwa tragis dalam perlombaan marathon Boston tahun 2013 lalu. Kami akan mengenang selamanya dan menghormati mereka yang meninggal dan terkena imbas dari peristiwa itu," ujar Walsh.

Keputusan itu juga disambut baik oleh korban luka yang ikut menghadiri sidang pada Jumat kemarin. Salah satunya adalah Sydney Corcoran.

"Ibu saya dan saya berpikir kini dia akan pergi dan kami dapat melanjutkan hidup. Keadilan. Dalam bahasa mereka sendiri, 'mata diganti dengan mata'," tulis Corcoran di akun Twitternya.

Namun, tidak semua keluarga korban setuju dengan vonis hukuman mati dari juri. Orangtua bocah delapan tahun, Bill dan Denise Richard justru berharap Dzhokhar tidak dihukum mati. Dalam sebuah artikel yang ditulis di harian Boston Globe bulan lalu, keduanya meminta pemerintah agar tidak menjatuhkan hukuman mati karena tidak akan menutup derita mereka kehilangan Richard.

Negara bagian Massachusetts memang sudah mengakhiri hukuman mati sejak tahun 1984 lalu. Tetapi, Dzhokhar didakwa dengan dakwaan pengadilan federal sehingga memungkinkan untuk dieksekusi.

Kemungkinan besar Dzhokhar akan dikirim ke penjara di Terre Haute, Indiana. Tetapi, hal itu belum bisa diputuskan hingga hakim secara resmi menjatuhkan vonis di pengadilan. Hingga saat ini belum ada tanggal penjatuhan vonis yang ditetapkan.




Credit  VIVA.co.id