Selasa, 26 Mei 2015

Indonesia Mengubah Pandangan Ilmu Arkeolog Dunia


 
Feri Latief Gambar Anoa dan stensil tangan menjadi salah satu temuan gambar cadas yang fenomenal di goa Uhalie, Bone, Sulawesi Selatan. Temuan gambar-gambar cadas di Sulawesi selatan berusia sama dengan temuan di El Castillo di Spanyol yang berumur sekitar 40.000 tahun yang lalu.


CB - Peneliti senior arkeologi prasejarah dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Profesor Truman Simanjuntak, menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia masih mempunyai banyak temuan-temuan yang terpendam di dalam tanah.

"Satu waktu dengan penelitian yang intensif kita akan mendapatkan lagi penemuan-penemuan besar," katanya.

Hal ini disampaikannya dalam seminar "Indonesia Sebagai Tapak Temuan Ilmiah Akbar Dunia" yang diselenggarakan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang sedang merayakan ulang tahun berdirinya yang ke-25, Senin (25/5/2015) di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Prof. Truman menceritakan bahwa sekitar bulan Oktober tahun lalu dunia ilmu pengetahuan dikejutkan oleh sebuah jurnal ilmiah tentang penemuan seni lukis tertua atau salah satu dari dua yang tertua di dunia yaitu di Maros, Sulawesi Selatan. Dunia terhentak.

Sebelumnya Indonesia atau Sulawesi Selatan tidak begitu dikenal oleh para ilmuwan tentang lukisan gua. Mereka lebih mengenal Eropa kemudian Australia sebagai wilayah yang potensial.
Biasanya setiap temuan baru yang diterbitkan di jurnal ilmiah akan banyak yang mempertanyakan atau mendebatnya. Tapi untuk temuan di Maros ini sedikit sekali yang mempertanyakannya karena bukti dan metode yang digunakan valid.
"Dengan temuan itu para ahli mulai melihat wilayah kita sebuah potensi yang sangat besar di bidang lukisan gua," tandas Truman.
Lukisan tertua pertama ditemukan di El Castillo, Spanyol. Menurut penelitian usia penanggalannya berkisar dari 40.800 tahun yang lalu. Sedangkan Liang Timpuseng di Maros berusia 39.900 tahun yang lalu. Tradisi menggambar di cadas gua masih terus berlanjut sampai 2.000-4.000 tahun yang lalu. Gambar-gambar berarti dibuat oleh manusia modern awal atau Homo sapiens bukan manusia purba.
Gambar-gambar yang terdapat di dalam goa itu terdiri dari berbagai motif, ada gambar binatang, motif tangan, figur manusia, motif geometris, alat-alat batu, dan juga moda transportasi. Mereka menggunakan bahan pewarna dari batu oker atau hematit yang dihaluskan lalu dicampur dengan getah pohon tertentu atau lemak binatang.
Di seluruh dunia terdapat 70.000 situs lukisan cadas yang tersebar di 160 negara. Kurang lebih terdapat 45 juta gambar dan simbol-simbol yang tercatat. Di Indonesia lukisan goa banyak terkonsentrasi di bagian tengah dan timur Indonesia. Tapi kemudian belakangan ini ditemukan juga di Sangkulirang di Kalimantan, Padang Bindu di Sumatera Selatan, dan Cilacap di Jawa Tengah.
Di daerah pegunungan kars antara Maros dan Pangkep ditemukan 101 goa. Dari jumlah itu 93 goa di antaranya memiliki gambar cadas, dan 54 gua lainnya mempunyai gambar stensil tangan.
Dr. Pindi Setiawan, dosen komunikasi visual dari Fakultas Seni Rupa ITB, pernah mengatakan bahwa pendahulu kita di Nusantara adalah penggambar cadas yang adiluhung. Dalam penelitiannya di goa-goa pegunungan Sangkulirang dan Mangkalihat di Kalimantan ia menyebutkan banyak menemukan gambar stensil tangan yang dibuat dengan teknik kesulitan yang tinggi. Di dalam langit-langit gua yang tinggi mereka membuat gambar yang sulit dijelaskan bagaimana cara mereka mengerjakannya. Gambar-gambar cadas di Sangkulirang berusia sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Dr. J.C.A Joodens peneliti asal belanda yang juga tampil dalam seminar itu memaparkan temuan arkeologis baru. Para peneliti di negaranya menemukan bahwa manusia purba di Trinil Jawa Tengah, Homo erectus, telah menggunakan alat dan kreativitas seni dari 500.000 tahun yang lalu. Mereka menemukan ukiran motif geometrik tertentu pada artefak kulit kerang.

Manusia purba Jawa juga menggunakan kulit kerang sebagai alat untuk keperluan sehari-hari. Saat temuan itu diterbitkan dalam jurnal ilmiah banyak yang terkejut karena manusia purba di Jawa telah melakukan seni awal. Ini membawa pertanyaan lebih lanjut tentang kecerdasan Homo erectus. Seperti diketahui, Homo erectus hanya ada di dua tempat di dunia, yaitu di Jawa dan Afrika.
Semua temuan-temuan itu arkeologis yang mendunia yang banyak itu menurut Prof. Truman adalah sumbangan leluhur-leluhur kita di Nusantara untuk pengetahuan dunia. "Sekarang apa yang bangsa ini bisa berikan pada dunia? Konflik saja yang bisa diberikan pada dunia?"
Ia dan rekan-rekan lainnya berusaha mencoba mengangkat nilai-nilai itu dan memasyarakatkannya. Karena menurutnya semua temuan arkeologis itu bisa menjadi landasan peradaban kita sekarang.
"Jadi kalau ada nilai keuletan, nilai gotong royong, nilai kerja sama, semua itu harusnya dikembangkan bukan dihilangkan. Itu yang membuat bangsa ini bangsa yang berbudaya dan berkepribadian berdasarkan nilai-nilai yang memang sudah berakar jauh ke masa silam. Itu namanya strategi kebudayaan," tandas Profesor Truman Simanjuntak menutup pembicaraan.


Credit   Kompas.com