Kamis, 28 Mei 2015

Erdogan Giring Turki jadi Negara Produsen Senjata


Erdogan Giring Turki jadi Negara Produsen Senjata 
 Mimpi Erdogan mengembalikan kejayaan Ottoman perlahan membawa Turki menjadi salah satu negara produsen pertahanan terbesar di dunia. (Reuters/Murad Sezer)
 
Ankara, CB -- Turki perlahan namun pasti melangkah menjadi salah satu negara produsen alat-alat pertahanan terbesar di dunia. Hal ini tidak terlepas dari mimpi Presiden Tayyip Erdogan untuk menjadikan negara itu sebagai eksportir senjata besar dunia.

Seperti diulas Reuters, Rabu (27/5), Erdogan berambisi agar negaranya memproduksi sendiri perangkat militer mereka dalam beberapa tahun ke depan, mulai dari senapan laras panjang hingga jet tempur. Ambisi ini disebut sebagai salah satu mimpi Erdogan yang ingin mengembalikan kejayaan Kekhalifahan Ottoman di Turki.

Selama beberapa tahun terakhir, Turki telah menjadi negara NATO dengan militer terbesar setelah Amerika Serikat.

"Selama masih ada penyerang di dunia ini, kami akan selalu siap mempertahankan diri. Target kami adalah menghentikan ketergantungan asing di sektor pertahanan pada 2023," kata Erdogan dalam konferensi industri pertahanan di Istanbul bulan ini.

Target 2023

Pemerintah Ankara telah menggelontorkan dana hingga US$18 miliar per tahun untuk belanja pertahanan, lebih dari setengah alutsista diproduksi di dalam negeri. Ekspor pertahanan Turki meningkat 18 persen tahun lalu menjadi US$1,65 miliar, desain tank dan senapan infanteri sudah siap untuk diproduksi massal.


Proyek kapal perang dan jet tempur memang masih dalam tahap awal, namun Erdogan berharap produksi dapat mulai dilakukan pada 2023 saat target ekspor pertahanan Turki berada di angka US$25 miliar.

Tidak main-main, sekarang Turki memiliki dua perusahaan yang masuk dalam 100 perusahaan pertahanan terbesar dunia, yaitu Aselsan dan TUSAS. Turki juga akan melebarkan pasar dari Eropa menuju Asia, Timur Tengah dan Afrika agar bisa bersaing dengan Barat.

"Kami membuat produk yang lebih baik dari Barat. Kami lebih murah. Kami siap berbagi teknologi. Industri pertahanan Turki bisa menjadi alternatif selain Barat," kata Faik Eken, direktur jenderal Aselsan, perusahaan pertahanan terbesar Turki.

Saat ini Turki memprioritaskan penguasaan teknologi sistem rudal jarak jauh bekerja sama dengan China. Kerja sama Turki dengan China memicu kekhawatiran di negara-negara Barat, karena sebelumnya perusahaan Tiongkok banyak melanggar larangan menjual senjata ke Iran, Korea Utara dan Suriah.

Selain itu muncul kekhawatiran akan ada masalah kecocokan teknologi antara persenjataan China dengan sistem NATO.

Muharrem Dortkasli, direktur utama TUSAS mengatakan bahwa militer Turki akan berada sejajar dengan Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Rusia dan China dengan berbagai proyek persenjataan besar yang akan digarap.

"Kita berbicara soal negara yang akan punya tank, kapal, helikopter, satelit, dan jet tempur buatan dalam negeri. Kami ingin memiliki apa yang saat ini dimiliki oleh negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB," kata Dortkasli.

Masa lalu kelam

Menurut Atilla Sandikli, mantan pejabat angkatan laut Turki dan kepala lembaga think tank keamanan Bilgesam, kesadaran Turki untuk mandiri secara militer dimulai sejak Amerika Serikat menjatuhkan embargo senjata setelah Ankara menginvasi Cyprus pada 1974.

Selain itu keinginan ini bisa dimaklumi karena negara itu memiliki perbatasan sepanjang 1.200 kilometer dengan Suriah dan Irak yang saat ini diterpa pemberontakan dan kekerasan ISIS.

Ditambah lagi, Turki punya masa lalu yang kelam saat mereka dipaksa membeli senjata dari luar negeri pada Perang Dunia I, seperti disampaikan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu bulan lalu.

"Negara tanpa industri pertahanan sendiri tidak bisa menciptakan kemerdekaan," kata Davutoglu dalam peringatan 100 tahun Pertempuran Gallipoli sembari menegaskan bahwa jet tempur buatan Turki akan mengangkasa  pada 2023.


Credit   CNN Indonesia