Kamis, 28 Mei 2015

Kalla Bela Hatta Rajasa soal Larangan Ekspor Mineral Mentah


 
Icha Rastika Wakil Presiden Jusuf Kalla.

JAKARTA, CB - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung kebijakan pemerintah sebelumnya yang melarang ekspor mineral mentah, termasuk bauksit. Menurut Kalla, aturan tersebut dibuat dengan tujuan menjaga lingkungan sekaligus menciptakan nilai tambah bagi komoditas tambang Indonesia.

Kalla menilai keliru pandangan ekonom Faisal Basri yang menilai kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah tersebut membuat industri bauksit nasional hancur lebur. "Wah terbalik itu pikiran karena itu undang-uundang dan justru menjaga lingkungan dan membuat nilai tambah. Mungkin Pak Faisal lupa baca undang-undangnya itu, itu undang-undang lima tahun lalu," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (28/5/2015).

Ia menyampaikan bahwa undang-undang yang mengatur pelarangan ekspor mineral mentah itu penting dalam menjaga kekayaan sumber daya alam. Jangan sampai, kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan secara besar-besaran tanpa terkendali. "Jangan digaruk kiri, kanan dengan percuma dan saya kira agak berlawanan dengan yang disampaikan Faisal bahwa kita lebih kaya, lebih makmur. Kalau begitu kan kita lebih miskin kalau semua digaruk," ucap Kalla.

Wapres pun menegaskan bahwa pemerintah saat ini tidak akan melakukan revisi undang-undang atau aturan di bawahnya yang melarang ekspor mineral mentah. Ia optimistis industri mineral dalam negeri bisa kembali menggeliat begitu smelter (pabrik pengolahan mineral) selesai dibangun.

Sebelumnya, Faisal menilai pelarangan ekspor mineral mentah, terutama bauksit justru merugikan industri nasional. Aturan itu membuat industri bauksit nasional hancur lantaran semua perusahaan bauksit tak lagi diperbolehkan mengekspor bauksit yang merupakan bahan mentah pembuatan aluminium. Menurut Faisal, pelarangan ekspor bauksit itu merupakan permintaan perusahaan aluminium terbesar Rusia, yaitu UC Rusal, yang saat itu berencana menanamkan investasinya di Indonesia untuk membuat pabrik pengolahan bauksit (smelter alumina) di Kalimatan.

Akibat pelarangan ekspor bauksit itu, sebanyak 40 juta ton pasokan bauksit dari industri nasional untuk dunia internasional menghilang. Dampaknya, kata Faisal, harga alumina Rusal di dunia internasional melonjak. Sementara itu, industri bauksit nasional justru kehilangan potensi devisa Rp 17,6 triliun per tahun, penerimaan pajak Rp 4,09 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 595 miliar. Bahkan, Faisal mengaitkan keuntungan Rusal dan kebijakan pelarangan ekspor bauksit yang dipimpin Hatta Rajasa itu dengan upaya politik. Ia menuding mantan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menjadi biang keladi di balik aturan ini.

Menurut Faisal, apa yang dilakukan Hatta saat menjabat sebagai menteri ada kaitannya dengan langkah dia untuk maju dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu.

Terkait tudingan ini, Hatta membantahnya. Menurut Hatta, kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah (raw material) merupakan amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang harus dijalankan. Hatta pun menilai, Faisal telah memfitnah dirinya. "Kali ini saya ingin menjelaskan mengenai fitnah saudara Faisal Basri kepada saya tentang 'Kacau Balau Industri Bauksit Kita'," tulis Hatta akun Twitter-nya, @hattarajasa, Senin lalu.




Credit  KOMPAS.com