JAKARTA, CB — Perusahaan aluminium asal Rusia, UC Rusal, tiba-tiba ramai diperbincangkan beberapa hari terakhir ini. Pasalnya, perusahaan itu disebut-sebut oleh pengamat ekonomi Faisal Basri memiliki pengaruh besar sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang ekspor bauksit pada 2014 lalu.
Namun, rupanya tak hanya Faisal yang menaruh curiga dengan UC Rusal. Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan bahkan menyebut perusahaan asal Rusia itu telah membohongi pemerintah.
Hal itu, kata dia, merujuk kepada proyek pembangunan smelter alumina yang tak kunjung terealisasi hingga saat ini di Kalimantan Barat. Padahal, 9 November 2013, Chief Executive Officer (CEO) En Group dan United Company (UC) Rusal, Oleg Deripaska, menyambangi kantor Hatta Rajasa yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.
Bahkan, seusai pertemuan dengan Hatta Rajasa saat itu, Rusal mengaku siap menanamkan investasi senilai 6 miliar dollar AS untuk membangun smelter bauksit ke alumina, dan dari alumina menjadi aluminium.
"Dan, terakhir kalau masih ingat ada penandatanganan MoU Rusal untuk membuat smelter alumina di Kalbar. Sampai sekarang saya belum pernah mendengar progres ini berjalan, jadi ini pemerintah itu tampaknya dibohongi oleh investor alumina (UC Rusal)," ujar Erry Sofyan dalam acara "Kompasiana Seminar Nasional tentang Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia" di Jakarta, Senin (25/5/2015).
Sebenarnya, gelagat tak beres Rusal bukan kali pertama terjadi. Faisal Basri mengungkapkan, Rusal sempat menandatangani MoU dengan PT Aneka Tambang (Antam) untuk pengembangan deposit bauksit pada 2007.
Mereka sepakat menggelar studi kelayakan pada 2008, tetapi semua rencana itu macet. Kemudian, lima tahun berselang, tepatnya pada September 2012, UC Rusal juga mengungkapkan rencana investasi di Indonesia.
Saat itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan bahwa perusahaan berbasis di Rusia itu akan masuk ke Indonesia dan membangun smelter bauksit. Untuk memuluskan rencana itu, Rusal bakal menggandeng perusahaan tambang di dalam negeri. MS Hidayat mengungkapkan, Rusal berencana menanamkan investasi sebesar 1,5 miliar dollar AS untuk mengolah bauksit menjadi alumina.
Namun, lagi-lagi itu cuma janji. Hingga akhirnya rombongan asal Rusia menyambangi Kantor Menko Perekonomian saat itu, Hatta Rajasa, pada 2013. Hingga puncaknya, Rusal meneken kesepakatan (MoU) dengan PT Arbaya Energi (Satmarindo Group) untuk eksplorasi dan pertambangan bauksit. Namun, sampai saat ini realisasi rencana pembangunan smelter bauksit tak kunjung ada.
Bahkan, Faisal sempat bilang bahwa rencana Rusal membangun smelter itu hanya bagian dari strategi Rusal menaikan harga alumunium mereka dipasar internasional. Hal itu lantaran Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan melarang ekspor bauksit yang merupakan bahan pembuat alumInium.
Sekitar 40 juta ton bauksit per tahun dari industri dalam negeri untuk pasar internasional menghilang. Dampaknya, harga aluminum Rusal naik dan sahamnya pun melejit.
credit KOMPAS.com