Jumat, 10 April 2015

Sejarah Terpilihnya Indonesia Jadi Tuan Rumah KAA

Sejarah Terpilihnya Indonesia Jadi Tuan Rumah KAA
Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)

  CB, Jakarta: Konferensi Asia Afrika tidak terjadi dengan mudah. Ada perjuangan diplomasi dan proses lobi menjadi kemenangan ditetapkannya Indonesia menjadi penyelenggaran KAA 1955. Tempo mencoba merunut proses diplomasi para pejabat Indonesia kala itu.

Semangat persatuan Asia Afrika semakin mengemuka ketika Kabinet Ali Sastroamidjojo di hadapan parlemen pada Agustus 1953 mengutarakan perlu dirintis kerja sama antar negara Asia Afrika. Tujuannya sudah pasti untuk perdamaian.

Jalan menuju persatuan Asia Afrika itu semakin terbuka setelah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo diundang ke Kolombo memenuhi undangan PM Sri Lanka Sir John Kotelawal. Acara di Kolombo itu dinamai Sidang Panca Perdana Menteri membahas kemelut Indocina. Selain Indonesia hadir pula pemimpin Burma, India, dan Pakistan.

Indonesia waktu itu menginginkan tidak hanya sekedar Sidang Panca Perdana Menteri. Pada April 1954, Bung Karno mengingatkan PM Ali Sastroamidjojo untuk meluaskan pertemuan Kolombo menjadi kerja sama regional Asia Afrika.

"Ingat Ali, ini adalah cita-cita bersama. Hampir 30 tahun yang lalu kita dalam pergerakan nasional melawan penjajahan, kita sudah mendengungkan solidaritas Asia Afrika", kata Bung Karno, seperti diutarakan Ruslan Abdulgani dalam buku Bandung Connection.

Pada tahapan selanjutnya, Menteri Luar Negeri Sunario mengumpulkan para duta besar Indonesia di Asia Afrika. Para pejabat itu diminta merumuskan gagasan yang akan diperjuangkan PM Ali Sastroamidjojo. Gagasan Indonesia tidak serta merta mudah diajukan ke Konferensi Panca Perdana Menteri.

Perdana Menteri Indonesia ke tujuh itu baru bisa mengajukan usulan perluasan kerja sama pada sidang ke-6 April 1954. "Suatu Konferensi yang sama hakekatnya dengan Konferensi Kolombo sekarang, tapi lebih luas jangkauannya dengan tidak hanya memasukkan negara-negara Asia, tetapi juga negara-negara Afrika lainnya," ujar Ali di hadapan para pemimpin negara Asia.

Kejutan datang dari salah satu negara yang berpengaruh, India. PM Nehru dalam pidatonya langsung mensponsori Indonesia memimpin pertemuan Asia Afrika. "Saya akan merasa puas apabila Konperensi Kolombo dapat menyetujui bahwa Indonesia akan men-sponsori sendiri Konperensi," tutur Nehru.

Indonesia tidak melupakan dukungan India itu. PM Ali Sastroamidjojo pada September 1954 langsung mengunjungi New Delhi. Hasilnya India mau mengeluarkan joint statement pada 25 September 1954 yang berisi agar konferensi Asia Afrika segera dilakkukan. Kesepakatan di New Delhi itu dilanjutkan keberhasilan PM Sri Langka menyepakati pertemuan Konferensi Panca Perdana Menteri II yang dilaksanakan di Bogor pada Desember 1954.

Konferensi yang dimulai 27 Desember 1954 itu memilih Istana Bogor sebagai tempat konferensi. Pemimpin yang hadir antara lain dari India, Burma, Thailand, Pakistan, dan Sri Langka. Konferensi Panca Perdana Menteri Bogor kembali mengukuhkan Indonesia menjadi sponsor utama dan akan mengorganisasi seluruh jalannya Konferensi. Soal pembiayaan, Indonesia hanya diminta memikirkan perbaikan prasarana konferensi saja, seperti gedung, jalan, dan alat komunikasi.

Credit  TEMPO.CO