Kamis, 04 April 2019

Warga Cina Persoalkan Penamaan Kekaisaran Jepang Setelah Akihito


Kaisar Jepang Akihito (kiri) dan dan Permaisuri Michiko melambaikan tangan kepada simpatisan saat penampilan publik Tahun Baru di Istana Kekaisaran di Tokyo, 2 Januari 2018. Akihito akan menyerahkan Tahta Krisan kepada putranya tahun depan. AP
Kaisar Jepang Akihito (kiri) dan dan Permaisuri Michiko melambaikan tangan kepada simpatisan saat penampilan publik Tahun Baru di Istana Kekaisaran di Tokyo, 2 Januari 2018. Akihito akan menyerahkan Tahta Krisan kepada putranya tahun depan. AP
CB, Jakarta - Kekaisaran Jepang menuju era baru setelah Kaisar Akihito yang berkuasa hampir 30 tahun memutuskan mengundurkan diri sebagai Kaisar pada 30 April 2019. Akihito naik takhta pada 8 Januari 1989 menggantikan ayahnya Hirohito yang meninggal. Tradisi pemberian nama kekaisaran menjadi hal menarik bersamaan dengan pergantian kekuasaan di Jepang.
Nama Reiwa diambi sebagai nama kekaisaran baru yang dipimpin oleh anak sulung Akihito, pangeran Naruhito mulai 1 Mei 2019.

Dalam penamaan kekaisaran, Jepang ternyata keluar dari tradisi terdahulu dengan meninggalkan penamaan dari puisi klasik Cina dan kembali ke puisi klasik Jepang yang sudah diwariskan 1200 tahun lalu. Kata Reiwa diambil dari kumpulan puisi klasik Jepang pada era Manyoshou (600-759 Masehi). Rei-wa terdiri dari 2 karakter kanji yaitu” (Rei)” yang berarti keindahan dan “ (Wa)” yang berarti keharmonisan.
Berdasarkan dua kata itu, Reiwa atau “ mengandung arti budaya akan lahir dan dipelihara ketika orang-orang menyelaraskan hati mereka secara harmoni.
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe mengatakan, dengan menjadikan Manyoshou sebagai pedoman alam dan musim, dia berharap ke depannya bisa mewariskan nilai budaya yang dikandung dari kata Reiwa kepada generasi muda. Penamaan dinasti juga dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi generasi muda dan seluruh rakyat Jepang termasuk petani, dan kalangan masyarakat lainnya untuk terus membangun Jepang.
Namun, pilihan kata Reiwa untuk menamai kekaisaran Jepang setelah Akihito telah menuai protes dari warga Cina. Mereka menyindir bahwa pemilihan nama Reiwa adalah sebuah langkah mundur bagi Jepang karena tidak terinspirasi dari puisi klasik Tiongkok pada umumnya.

Saat Jepang mengumumkan pengunduran diri Kaisar Akihito, warga Cina dengan antusias meneBAK nama dinasti berikutnya karena terinspirasi dari Manyoshou. Bagi masyarakat Cina, Rei dilafalkan “ling” dalam bahasa Cina yang berarti orde, dan Wa dilafalkan “he” berarti perdamaian.
Sebelum diresmikan parlemen, kritik sudah dilayangkan oleh warga Cina. “Aku tidak tahu apa makna dari Era Reiwa sendiri," ujar seorang wanita Cina berusia 36 tahun. “Namanya mudah dituliskan, tapi terdengar aneh bagi warga Cina.”
Opini mengenai Reiwa terus berdatangan. Salah satunya dari pria Cina berusia 24 tahun yang tidak disebutkan namanya. Ia bertanya: “Apakah itu bermakna ‘seseorang yang memesan perdamaian? Itu sukar dimengerti."
Meskipun kritik terus berdatangan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang. mengapresiasi keputusan Jepang soal penamaan kekaisaran di bawah kepemimpinan anak sulung Akihito, pangeran Naruhito.
" Karena itu adalah keinginan dari Jepang sendiri” ujar Shuang.

Di Jepang, antusiasme tinggi masyarakat atas penamaan kekaisaran tersebut. “Era Heisei adalah era yang damai, meskipun kriminalitas ada, setidaknya perang tidak terjadi” ujar Hisako Tanura, warga Kobe berusia 70 tahun.
Begitu pula Atsuhiro Ono, 21 tahun, mahasiswa prefektur Hyogo: “Kita sebagai masyarakat harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dengan pikiran positif.”
Jepang masih menjaga tradisi penamaan dinasti mereka dan tetap menggunakan kalender Masehi untuk dokumen resmi. Seperti dalam surat kabar, SIM, koran, dan lain-lain, yang menggunakan nama khusus.
Contohnya, Dinasti pertama, Dinasti Taishou (1912-1926) menggambarkan kebesaran Jepang, kemudian dilanjutkan Dinasti Showa (1926-1989), yang menggambarkan pembangunan dan keterbukaan Jepang yang disertai Restorasi Meiji, membuka Jepang pada dunia pada tahun 1816-1912, era kebangkitan Jepang. Era Heisei, (1989-2019) menandakan modernisasi Jepang dan era perdamaian di masa kekaisaran Akihito. Pada masa ini, perekonomian Jepang sedang tumbuh dengan pesat.
Era kekaisaran Reiwa bergulir pada 1 Mei mendatang. Sekali pun perekonomian sedang baik, namun Jepang menghadapi sejumlah tantangan seperti populasi rakyat berusia di atas 85 tahun terus bertambah yang mengancam ketersediaan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi. 







Credit  tempo.co