Senin, 01 April 2019

Reiwa, Simbol Harapan dalam Nama Era Baru Kekaisaran Jepang


Reiwa, Simbol Harapan dalam Nama Era Baru Kekaisaran Jepang
PM Jepang, Shinzo Abe, menjelaksan makna Reiwa, nama era baru kekaisaran setelah abdikasi Kaisar Akihito akhir bulan ini. (Franck Robichon/Pool via Reuters)



Jakarta, CB -- Setelah penantian panjang, rakyat Jepang akhirnya mengetahui nama era baru kekaisaran di negara mereka setelah Kaisar Akihito menyerahkan takhta Krisantemum kepada putranya, Pangeran Naruhito, pada 1 Mei mendatang.

Reiwa, demikian tulisan di papan putih yang diangkat oleh Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga, ketika mengumumkan nama era baru kekaisaran tersebut pada Senin (1/4).

Nama ini tidak asal dipilih. Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, mengungkap bahwa sejumlah harapan tersimpan dalam nama tersebut.


Menurut Shinzo, nama tersebut diambil dari Manyoshu, sebuah antologi puisi berusia 1.200 tahun yang "menjadi simbol kebudayaan dan tradisi lama bangsa."

"Layaknya bunga indah yang mekar, ini menjadi simbol kedatangan musim semi setelah musim dingin yang pahit. Setiap warga Jepang dapat berharap pada masa depan dan membuat bunga mereka sendiri bersemi," ucap Shinzo.

Pemerintah memiliki alasan tersendiri memilih Manyoshu menjadi inspirasi nama era baru kekaisaran tersebut.

"Manyoshu adalah satu koleksi yang mengekspresikan kekayaan budaya bangsa, yang harus kami banggakan, sama seperti alam indah negara ini," tutur Shinzo.

Secara etimologi, Reiwa sendiri terdiri dari dua huruf kanji. Pertama, "Rei" yang mengandung makna ganda, yaitu "perintah" dan "peruntungan baik." Sementara itu, "wa" biasanya diterjemahkan menjadi "damai" atau "harmoni".

"Dengan pemilihan nama era baru ini, saya memperbarui komitmen saya untuk memulai era baru yang akan dipenuhi harapan," ucap Shinzo sebagaimana dikutip Reuters.

Pengumuman nama era baru kekaisaran ini sangat dinanti oleh rakyat Jepang. Di hari pengumuman, para warga terlihat berkumpul untuk bersama-sama mendengarkan nama era baru kekaisaran.

Rakyat kian penasaran karena proses pemilihan nama tersebut sangat dirahasiakan. Begitu spesial, pemerintah sampai-sampai membentuk satu tim berisi sembilan orang, termasuk seorang pemenang Nobel, untuk membuat nama era baru kekaisaran ini.

Tak asal terdengar bagus, nama era kekaisaran pimpinan Naruhito ini juga harus sesuai dengan karakteristik yang ketat.

Sejak dulu, nama era kekaisaran Jepang harus terdiri dari dua huruf kanji, mudah dibaca dan ditulis, juga tak terdengar umum.

Huruf depan nama era kekaisaran itu juga tidak boleh sama dengan era sebelumnya, yaitu Hesei, Showa, Taisho, dan Meiji.

Keempat nama era kekaisaran tersebut diambil dari literatur China. Nama era kali ini pun dianggap spesial karena berakar pada kumpulan puisi literatur Jepang.

"Interpretasi Abe menggaungkan seruannya agar Jepang bangga akan akar dan tradisinya. Dia ingin Jepang bangga akan negaranya," ujar profesor ilmu politik di Sophia University, Koichi Nakano. 




Credit  cnnindonesia.com