Jumat, 13 Juli 2018

Eskalasi Perang Dagang AS-Cina Ancam Ekonomi Global



Bendera Cina-Amerika
Bendera Cina-Amerika
Foto: washingtonote

Cina dan AS diprediksi paling merasakan dampak buruk perang dagang.



CB, MELBOURNE -- Bank investasi raksasa UBS mengungkapkan pasar saham global jatuh lebih dari 20 persen, ekonomi menyusut, dan inflasi kembali menghantui adalah prognosis suram dari perang dagang.

Situasi saat ini dinilai buruk karena perang dagang dilakukan secara penuh oleh AS dan Cina. AS melakukan semua tindakan yang dijanjikan, sementara Cina membalas seperti perkiraan.


Menurut UBS, pertumbuhan PDB global akan turun sebesar 1 poin persentase dan inflasi akan naik sebesar 0,3 poin persentase. Nantinya, pihak yang kalah terbesarnya adalah protagonis utama yakni AS dan Cina, dengan PDB turun drastis, yakni masing-masing turun 2,5 dan 2,3 poin persentase.


AS dan Cina juga akan terpukul dengan lonjakan inflasi yang lebih tinggi dari rata-rata.


"Bahwa dampak negatif pada pertumbuhan AS lebih besar daripada negara lain mungkin berlawanan dengan intuisi, tetapi itu adalah fungsi dari pertempuran di banyak front perdagangan yang berbeda dan hambatan besar yang datang dari harga minyak yang jauh lebih rendah," kata UBS.


Sementara harga yang lebih tinggi yang disebabkan oleh pajak impor adalah efek yang paling segera dirasakan. Hal itu berkontribusi sekitar separuh dari penurunan PDB. Sementara, dampak yang lebih besar akan datang dari perubahan rantai pasokan barang global yang terkena pajak dan dampak terhadap pekerjaan dan kepercayaan diri.


"Pengaruh pendapatan negatif dari pertumbuhan ekspor yang lebih lemah akan menurunkan laba dan upah perusahaan, dan membebani konsumsi rumah tangga dan investasi tetap," kata UBS. Skenario perang perdagangan global mengasumsikan eskalasi dari ancaman langsung AS yang membebankan pajak 10 persen terhadap tambahan impor Cina senilai 200 miliar dolar AS (atau setara Rp 2,7 kuadriliun) hingga pajak 30 persen terhadap hampir setiap produk Cina yang mendarat di AS.


Poin-poin utama prediksi UBS:




• Menurut UBS, perdagangan penuh bisa menyebabkan ekuitas global jatuh lebih dari 20pc dan PDB (produk domestic bruto) global jatuh
• Eskalasi yang mengarah ke perang berkekuatan penuh dengan konsekuensi pajak impor Cina sebesar 30 persen ditambah pembalasan bisa dimulai paling cepat Oktober
• Tokoh protagonis utama AS dan Cina kemungkinan menjadi pecundang terbesar


Linimasa Perang Dagang


TanggalPeristiwaPerkiraan UBS
11 JuliAS mengumumkan pajak 10 persen bagi tambahan impor senilai 200 miliar dolar AS (atau setara Rp 2,7 kuadriliun)

Sudah terjadi.


Implementasi kemungkinan sebelum Oktober

20 JuliTambahan 16 miliar dolar AS (atau setara 224 triliun) dalam bentuk barang dikenakan pajak 25 persen oleh Cina dan ASYa, target teridentifikasi, proses konsultasi selesai, kemungkinan pengumuman 2 minggu mendatang
SeptemberAS mengimplementasikan pajak 10 persen untuk tambahan impor senilai 200 miliar dolar AS (atau setara Rp 2,7 kuadriliun)Ya, mengingat negosiasi atas praktek kekayaan intelektual di Cina tak akan terselesaikan
SeptemberCina membalas dendamYa (sebagian) tapi impor dari AS terlalu kecil untuk sebuah respon proporsional
OktoberAS akan memutuskan apakah akan membalas tindakan balas dendam sebagian dari China Tidak jelas. Hanya ada kemungkinan kecil untuk deeskalasi, sebaliknya akan ada perang dagang penuh dengan 30 persen tarif.
Akhir tahunAS umumkan pajak mobil globalYa, tapi dengan beberapa pecahan.


Sumber: UBS


Pada pemodelan yang disampaikan UBS, tarif ajak 10 persen akan menyebabkan patokan utama ekuitas AS, yakni S & P500, jatuh 10 persen. Perang dagang besar-besaran akan terjadi lebih dari dua kali lipat dari kemunduran itu, yang menghempaskan ekuitas AS jauh ke dalam batas kemampuan mengingat pendapatan rata-rata turun sekitar 15 persen. Ekuitas Asia akan turun 24 persen dan Eropa sebesar 25 persen.


Satu-satunya berita positif bagi investor Australia adalah ASX (bursa saham Australia) akan sedikit mengungguli bursa lain di seluruh dunia dalam scenario itu, tetapi masih turun hampir 20 persen.


AS paling terpukul



Selain itu, akan ada konsekuensi karena perang dagang tersebut. Suku bunga global akan jatuh, obligasi 10-tahun AS akan turun sekitar 50 basis poin dan kenaikan yang diperkirakan dari bank sentral AS tahun depan akan lenyap begitu saja.


Pertumbuhan yang lebih rendah juga akan diterjemahkan sebagai jatuhnya permintaan akan minyak sekitar 500 ribu barel per hari dan harganya-pun jatuh kembali di bawah 60 dolar AS (atau setara Rp 600 ribu) per barel. Meski kerugian di kedua belah pihak tidak dapat dihindari, AS mungkin paling menderita dalam kasus perang dagang habis-habisan.




"Dibandingkan dengan AS, China seharusnya memiliki lebih sedikit masalah dalam mencari pengganti untuk sebagian besar impor pertanian/kendaraan," kata UBS.



Saking bermasalahnya, mengingat bagian-bagian dari basis manufaktur AS telah hilang, dalam banyak kasus, AS tidak memiliki pengganti impor dan gangguan produksi industri akan menyebar. "Dengan penurunan produksi itu, kehilangan pekerjaan dan ketakutan kehilangan pekerjaan lebih menekan belanja konsumsi," ujar hipotesis UBS.





Credit  republika.co.id