WASHINGTON
- Sebuah sistem “checks and balances” ada untuk mencegah seorang
presiden Amerika Serikat (AS) yang secara tidak sah memerintahkan
serangan bom nuklir. Namun, namun tidak ada yang bisa menghentikan
komandan utama untuk menggunakan senjata itu terhadap musuh termasuk
Korea Utara (Korut).
Pendapat itu disampaikan Bruce G. Blair, mantan perwira pasukan nuklir Washington yang kini jadi salah satu pendiri kelompok Global Zero—penganjur penghapusan senjata nuklir dunia. Mantan Wakil Presiden AS Dick Cheney juga bependapat serupa.
”Jika Presiden Trump memutuskan bahwa sudah waktunya untuk menempatkan (pemimpin Korut) Kim Jong Un di tempatnya untuk selamanya, dia akan memilih sebuah rencana yang sudah ada. Dan hampir tidak mungkin pandangan saya untuk mengesampingkan sebuah keputusan untuk menerapkan opsi itu,” kata Blair kepada USA Today, yang dikutip Senin (20/11/2017).
Komentar itu muncul setelah Jenderal John Hyten, Kepala Komando Strategis (STRATCOM) AS, di Halifax International Security Forum, Kanada, Sabtu lalu mengatakan bahwa dia akan menolak perintah peluncuran bom nuklir dari presiden jika dia yakin bahwa perintah tersebut ilegal. Dia menambahkan bahwa presiden kemungkinan akan memintanya untuk mendapatkan opsi legal.
”Saya memberikan saran kepada presiden,” kata Hyten. ”Dia akan memberi tahu saya apa yang harus dilakukan, dan jika itu ilegal, tebak apa yang akan terjadi? Saya akan mengatakan, 'Tuan Presiden, itu ilegal.' Coba tebak apa yang akan dia lakukan? Dia akan berkata, 'Apa yang akan legal?' Dan kita akan menemukan opsi gabungan untuk menanggapi situasi apa pun,” papar Hyten.
Namun, Brian McKeon, penasihat senior kebijakan militer di Pentagon selama pemerintahan Barack Obama, secara efektif mengatakan kepada para senator AS bahwa kehendak presiden untuk meluncurkan serangan nuklir tidak dapat digagalkan.
Dia mengatakan, jika seorang komandan militer menolak untuk melaksanakan perintah presiden, Menteri Pertahanan sekretaris akan diminta memerintahkan komandan yang enggan untuk menjalankan perintah tersebut.
”Dan kemudian, jika komandan itu masih menolak,” kata McKeon, ”Anda juga mendapatkan Menteri Pertahanan yang baru atau mendapatkan seorang komandan baru.”
Lebih lanjut, Blair mengatakan kepada USA Today bahwa tidak ada yang pernah berpikir bahwa seorang komandan Komando Strategis terbesit untuk menentang perintah seorang presiden. “Seluruh sistem dibuat sangat efisien. Ketika saya menjadi perwira peluncuran nuklir, saya berlatih perang nuklir mungkin 100 kali dalam simulator dan latihan di lapangan beberapa kali, dan perintah peluncuran selalu datang langsung dari Pentagon,” papar Blair.
Mantan Wakil Presiden Dick Cheney dalam wawancara dengan Fox News juga menegaskan kuasa seorang presiden dalam memerintahkan serangan bom nuklir.
Pendapat itu disampaikan Bruce G. Blair, mantan perwira pasukan nuklir Washington yang kini jadi salah satu pendiri kelompok Global Zero—penganjur penghapusan senjata nuklir dunia. Mantan Wakil Presiden AS Dick Cheney juga bependapat serupa.
”Jika Presiden Trump memutuskan bahwa sudah waktunya untuk menempatkan (pemimpin Korut) Kim Jong Un di tempatnya untuk selamanya, dia akan memilih sebuah rencana yang sudah ada. Dan hampir tidak mungkin pandangan saya untuk mengesampingkan sebuah keputusan untuk menerapkan opsi itu,” kata Blair kepada USA Today, yang dikutip Senin (20/11/2017).
Komentar itu muncul setelah Jenderal John Hyten, Kepala Komando Strategis (STRATCOM) AS, di Halifax International Security Forum, Kanada, Sabtu lalu mengatakan bahwa dia akan menolak perintah peluncuran bom nuklir dari presiden jika dia yakin bahwa perintah tersebut ilegal. Dia menambahkan bahwa presiden kemungkinan akan memintanya untuk mendapatkan opsi legal.
”Saya memberikan saran kepada presiden,” kata Hyten. ”Dia akan memberi tahu saya apa yang harus dilakukan, dan jika itu ilegal, tebak apa yang akan terjadi? Saya akan mengatakan, 'Tuan Presiden, itu ilegal.' Coba tebak apa yang akan dia lakukan? Dia akan berkata, 'Apa yang akan legal?' Dan kita akan menemukan opsi gabungan untuk menanggapi situasi apa pun,” papar Hyten.
Namun, Brian McKeon, penasihat senior kebijakan militer di Pentagon selama pemerintahan Barack Obama, secara efektif mengatakan kepada para senator AS bahwa kehendak presiden untuk meluncurkan serangan nuklir tidak dapat digagalkan.
Dia mengatakan, jika seorang komandan militer menolak untuk melaksanakan perintah presiden, Menteri Pertahanan sekretaris akan diminta memerintahkan komandan yang enggan untuk menjalankan perintah tersebut.
”Dan kemudian, jika komandan itu masih menolak,” kata McKeon, ”Anda juga mendapatkan Menteri Pertahanan yang baru atau mendapatkan seorang komandan baru.”
Lebih lanjut, Blair mengatakan kepada USA Today bahwa tidak ada yang pernah berpikir bahwa seorang komandan Komando Strategis terbesit untuk menentang perintah seorang presiden. “Seluruh sistem dibuat sangat efisien. Ketika saya menjadi perwira peluncuran nuklir, saya berlatih perang nuklir mungkin 100 kali dalam simulator dan latihan di lapangan beberapa kali, dan perintah peluncuran selalu datang langsung dari Pentagon,” papar Blair.
Mantan Wakil Presiden Dick Cheney dalam wawancara dengan Fox News juga menegaskan kuasa seorang presiden dalam memerintahkan serangan bom nuklir.
”Seorang presiden bisa meluncurkan semacam serangan dahsyat yang belum pernah terjadi di dunia. Dia tidak perlu mengecek siapa pun. Dia tidak perlu menghubungi Kongres. Dia tidak perlu mengecek ke pengadilan. Dia memiliki otoritas itu,” katanya.
Credit sindonews.com