CB, RAMALLAH -- Ribuan warga Palestina turun ke
jalan di berbagai kota memprotes peringatan 100 tahun Deklarasi Balfour,
Kamis (2/11). Deklarasi ini telah membantu mewujudkan penciptaan negara
Israel dan memicu konflik Israel-Palestina.
Sekitar 4.000 orang berkumpul di kota Nablus, Tepi Barat. Mereka
membakar sejumlah patung kertas yang menggambarkan Perdana Menteri
Inggris Theresa May dan mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris
Arthur Balfour. "Oh penjajah Inggris, kami menginginkan permintaan maaf
dari Anda," ujar para demonstran.
Beberapa ribu warga lainnya berkumpul di Gaza dan Ramallah. Para
demonstran membawa bendera hitam sambil bergerak dari Lapangan Arafat di
Ramallah ke kantor kebudayaan Inggris di dekatnya.
Sementara di Gaza, lebih dari 3.000 orang mengambil bagian dalam
demonstrasi di sebuah lapangan dekat markas besar PBB. "Balfour berjanji
membangun entitas Israel, tapi hasilnya adalah semua yang dirasakan
oleh orang Palestina saat ini, seperti pemindahan paksa, penghancuran,
dan kesedihan," kata Abu Haitham Amro (70 tahun), yang membawa bendera
Palestina, dikutip Arab News.
Demonstrasi yang lebih kecil juga diadakan di Kota Hebron, Tepi
Barat selatan, tempat para pengunjuk rasa membakar bendera Inggris.
Puluhan warga Palestina juga terlihat melakukan unjuk rasa di luar
konsulat Inggris di Yerusalem.
Deklarasi Balfour dirayakan oleh orang-orang Israel, yang
melihatnya sebagai langkah besar menuju pendirian negara mereka pada
1948. Saat itu orang-orang Yahudi sedang menghadapi penganiayaan di
tempat lain.
Akan tetapi, perang yang terjadi selama penciptaan Israel itu juga
telah menyebabkan sekitar 750 ribu warga Palestina teraniaya. Mereka
melarikan diri dan terusir dari rumah sendiri.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menggunakan kesempatan ini untuk menulis sebuah opini di surat kabar Guardian.
Opininya bertajuk "penciptaan sebuah tanah air untuk satu masyarakat
menghasilkan penganiayaan yang terus menerus terhadap masyarakat lain."
"Kami telah menyetujui solusi dua negara selama 30 tahun terakhir,
sebuah solusi yang menjadi semakin tidak mungkin dilakukan setiap hari,"
tulis Abbas.
"Selama negara Israel terus dihargai, dan tidak didesak untuk
bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional yang terus
berlanjut, tidak akan ada insentif untuk mengakhiri pendudukan," tambah
dia.
Beberapa pemimpin Palestina telah meminta Inggris untuk meminta
maaf atas deklarasi 67 kata itu. Pejabat senior Palestina Mahmoud
Al-Alul juga mendesak pemerintah Inggris agar segera meminta maaf.
"Belum pernah terjadi sebelumnya, penjahat merayakan kejahatan
mereka. Perdana Menteri Inggris bersikeras untuk merayakannya berarti
mereka mendukung penindasan rakyat Palestina," ujar Al-Alul.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang merayakan 100 tahun
Deklarasi Balfour di London mengatakan bagi penduduk Palestina,
deklarasi ini adalah sebuah tragedi. "Yang tragis adalah penolakan
mereka untuk menerimanya 100 tahun kemudian. Saya berharap mereka
berubah pikiran karena jika mereka terus melakukannya, mereka tidak
dapat terus melangkah maju untuk membuat perdamaian di antara kedua
bangsa kita," kata Netanyahu.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Peringatan Seabad Deklarasi Balfour Diwarnai Bentrokan
Peserta
aksi berjalan dari selatan ke utara kota. Mereka membuat patung penulis
deklarasi pendirian negara Yahudi, Arthur Balfour, dan melemparinya
dengan sepatu dan membakar salinan naskah deklarasi tersebut, demikian dilansir Maan News, Rabu (1/11).
Berbagai faksi politik Palestina menyeru semua kalangan untuk
menggelar aksi peringatan deklarasi yang menyakiti warga Palestina itu.
Meski di sisi lain, Inggris justru menyerukan perayaan 100 tahun
Deklarasi Balfour.
Tentara Israel sendiri langsung mengambil langkah represif dengan
menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah peserta aksi. Satu
orang dilaporkan terluka.
Warga Palestina menilai Deklarasi Balfour sebagai pemicu berdirinya
Israel di atas tanah mereka. Deklarasi ini dibuat sebelum Inggris
mengambil paksa Palestina dari Kerajaan Turki Utsmani. Deklarasi ini
tidak dibuka sampai Perang Dunia I pecah pada 1920.
Saat itu Inggris secara resmi mengabulkan mandat terhadap Palestina
atas permintaan Liga Bangsa-Bangsa dan malah melanggar kewajibannya
'menghadiahi' bangsa Arab atas kerja sama selama perang dengan
mendirikan negara Yahudi. Setelah Perang Dunia II, tentara Inggris
meninggalkan Palestina dan menyerahkannya pada oranisasi baru bernama
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Keputusan itu memicu perang antara negara-negara Arab termasuk
Palestina dengan warga imigran Yahudi pada 1948. Sebab, pendirian Israel
memicu eksodus lebih dari 700 ribu warga Palestina.
Credit REPUBLIKA.CO.ID