Pejabat Yaman mengatakan kepada The Associated Press, Hadi dan sebagian besar pemerintahannya telah berada diibukota Saudi Riyadh. Dilansir dari Aljazirah, Selasa (7/11), ketidakmampuan Hadi untuk kembali ke Yaman selatan menggarisbawahi hilangnya otoritas presiden bahkan di selatan yang secara nominal berada di bawah pemerintahannya.
Sejak Hadi meninggalkan Yaman pada Februari, dia telah berulangkali mengirim permintaan tertulis kepada Raja Saudi Salman untuk meminta kembali ke negaranya. Menurut seorang komandan keamanan Yaman, permintaan tersebut tidak ada yang diproses.
Pada Agustus, Hadi bahkan pergi ke Bandara Riyadh, berencana untuk kembali ke ibukota sementara, Aden, di Yaman selatan. Namun, dia kembali dari bandara.
Saudi telah memberlakukan suatu bentuk tahanan rumah terhadap Hadi, anak-anaknya, dan menteri. "Ketika Hadi meminta untuk pergi, mereka merespons bahwa tidak aman baginya untuk kembali karena ada komplotan yang ingin mengambil nyawanya dan orang Saudi takut akan hidupnya," kata komandan tersebut.
Juru bicara koalisi Kolonel Turki al-Malaki sempat mempertanyakan nasib Hadi dan beberapa pejabat pemerintahannya. Namun, upaya untuk mencapai menteri luar negeri Yaman dan juru bicara pemerintah tidak berhasil.
Awalnya, paspor beberapa pejabat Hadi ditangkap. Namun paspor mereka dikembalikan lagi tetapi tetap tidak bisa meninggalkan Riyadh.
Situasi Hadi mencerminkan pendahulunya, Ali Abdullah Saleh, mantan presiden yang berkuasa yang telah dipindahkan pada 2011 dan kemudian bergabung dengan barisan Houthi untuk mengambil alih ibukota Sanaa pada 2014. Aliansi mereka tampak berantakan tahun ini, di tengah laporan bahwa Houthi telah menempatkan Saleh di bawah tahanan rumah.
Pelemahan Hadi telah berjalan seiring dengan kekuatan UEAyang berkembang di Yaman selatan.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Saudi Larang Presiden Yaman Pulang
Pejabat Yaman mengatakan larangan tersebut didorong permusuhan antara Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan Uni Emirat Arab, yang merupakan bagian dari koalisi pimpinan Saudi melawan pemberontak Houthi dan telah mendominasi Yaman selatan. Yaman Selatan merupakan bagian negara yang tidak berada di bawah kontrol pemberontak, dilansir dari Aljazirah, Selasa (7/11).
Hadi dan sebagian besar pejabat pemerintahan Yaman telah berada di ibu kota Saudi, Riyadh selama sebagian besar perang. Arab Saudi dan UEA adalah dua pilar utama koalisi, yang seolah-olah membela pemerintahan Hadi dan memerangi pemberontak Syiah yang dikenal dengan Houthi.
Koalisi tersebut telah melancarkan kampanye udara melawan pemberontak sejak 2015, dan UEA memiliki kehadiran militer yang kuat di Yaman selatan, namun Houthi masih menguasai wilayah utara.
Arab Saudi pada Ahad mengintensifkan blokadenya di Yaman, menutup semua lalu lintas ke pelabuhan udara dan laut Yaman dan penutupan penyeberangan darat. Badan PBB memperingatkan kapal untuk meninggalkan pelabuhan yang dikuasai Houthi, dan penerbangan ke satu-satunya bandara yang berfungsi di Yaman selatan dibatalkan.
Saat malam, harga bahan bakar naik di Sanaa dengan beberapa SPBU ditutup dan sopir antre mengisi tangki mereka karena khawatir semakin kekurangan bahan bakar. Langkah koalisi terjadi setelah Houthi menembakkan rudal ke arah Riyadh.
Credit REPUBLIKA.CO.ID