Juru bicara pengadilan mengatakan keputusan tersebut merupakan
tanggapan atas permintaan dari pemerintah pusat di Baghdad untuk
mengakhiri interpretasi yang salah mengenai konstitusi dan menegaskan
kesatuan Irak.
Setelah keputusan pengadilan, PM Irak Haider al-Abadi mendesak
daerah semi-otonomi Kurdi utara untuk mematuhi keputusan pengadilan
tersebut. "Kami menyerukan kepada daerah untuk secara jelas menyatakan
komitmennya untuk tidak berpisah atau merdeka dari Irak," katanya dalam
sebuah pernyataan.
Tidak ada reaksi langsung dari pihak Kurdi.
Kurdi Irak memilih untuk melepaskan diri dari Irak dalam sebuah
referendum yang diadakan pada 25 September, menentang pemerintah pusat
di Baghdad serta negara tetangga Turki dan Iran yang memiliki minoritas
Kurdi sendiri.
Pasukan pemerintah Irak dan Pasukan Mobilisasi Terpopuler yang
didukung Iran melancarkan serangan mendadak pada 16 Oktober sebagai
pembalasan. Pasukan pemerintah berhasil merebut kembali kendali atas
kota minyak Kirkuk dan wilayah-wilayah lain yang disengketakan.
Abadi mengatakan pemerintah sekarang mengambil tindakan yang
diperlukan untuk menjatuhkan pemerintah federal tanpa memberikan
penjelasan lebih lanjut terkait hal tersebut. "Baghdad berkomitmen untuk
melestarikan persatuan Irak dan mencegah upaya pemisahan," tambahnya.
Pengadilan bertanggung jawab untuk menyelesaikan perselisihan
antara pemerintah pusat Irak dengan daerah dan provinsi, termasuk
Kurdistan. Keputusannya bersifat final dan wajib bagi semua pihak sesuai
dengan konstitusi, namun tidak memiliki mekanisme untuk memberlakukan
keputusannya di wilayah Kurdi.
Sebelumnya pada Senin, Perdana Menteri wilayah Kurdi Nechirvan
Barzani mengulangi seruannya untuk menyelesaikan permasalahannya dengan
pemerintah pusat melalui dialog dan tidak melalui kekerasan.
Credit REPUBLIKA.CO.ID