London (CB) - Krisis pengungsi Rohingya adalah kisah lama
mengenai keterceraiberaian dan penderitaan, namun teknologi modern saat
ini telah membantu menyediakan wahana untuk mengatasi krisis ini, kata
lembaga-lembaga HAM dan kemanusiaan seperti dikutip Reuters.
Adalah drone dan satelit yang telah membantu mengungkapkan penderitaan sekitar 800 ribu pengungsi Rohingya yang menyeberangi Bangladesh dari Myanmar. Dua alat canggih itu juga membantu menyediakan bukti kekejaman yang bisa membantu menguatkan dunia internasional dalam menuntut keadilan untuk Rohingya.
"Kami bisa mempertontonkan selama berjam-jam jumlah besar pengungsi menyeberangi perbatasan dan bagaimana begitu cepatnya kamp-kamp pengungsi menjamur, satu foto menangkap semuanya," kata Andrej Mahecic, juru bicara badan urusan pengungsi PBB (UNHCR).
UNHCR memanfaatkan video dan foto dari drone untuk menunjukkan besarnya skala krisis pengungsi itu, dan sekaligus menjadi alat untuk meyakinkan masyarakat dan donator untuk turut meringankan Rohingya.
UNHCR juga menggunakan satelit untuk menghitung dan mengidentifikasi keluarga pengungsi berdasarkan lokasi mereka di kamp-kamp Bangladesh demi memastikan siapa dari mereka yang lebih dulu harus ditolong, kata Mahecic kepada Thomson Reuters Foundation lewat email.
Foto atau video dari drone yang menangkap masuknya pengungsi ke Bangladesh telah menaikkan donasi untuk pelayanan kesehatan, air bersih dan makanan, kata Komisi Darurat Bencana (DEC), sebuah aliansi dari 13 badan kemanusiaan Inggris.
Sedangkan badan-badan HAM berharap citra satelit bisa menyediakan bukti yang akan membantu diseretnya pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ke meja hijau.
Foto satelit pernah digunakan Mahkamah Kriminal Internasional untuk bekas Yugoslavia (ICTY) guna membuktikan ada eksekusi massal pada 1995 di Srebrenica.
Namun teknologi semacam ini belum maksimal digunakan karena terbatasnya anggaran dan berbedanya metodologi standar yang diterima pengadilan, kata para pakar.
Human Rights Watch sendiri pernah membagikan foto-foto yang memperlihatkan pembakaran sekitar 300 desa di Myanmar, cuplikan video atau foto dari ponsel pengungsi, dan kesaksian para pengungsi, kepada Kantor Komisi HAM PBB.
"Kami menemukan sebuah lapangan dari citra satelit di mana orang-orang dieksekusi, yang bersesuaian dengan kesaksian dari banyak saksi mata," kata Josh Lyons, analis citra satelit dari HRW.
Komisioner Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein pernah menyebut kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar adalah "terang-terangan pembersihan etnis". Komisi HAM PBB kini tengah mempelajari apakah yang menimpa Rohingya itu masuk kategori genosida.
Adalah drone dan satelit yang telah membantu mengungkapkan penderitaan sekitar 800 ribu pengungsi Rohingya yang menyeberangi Bangladesh dari Myanmar. Dua alat canggih itu juga membantu menyediakan bukti kekejaman yang bisa membantu menguatkan dunia internasional dalam menuntut keadilan untuk Rohingya.
"Kami bisa mempertontonkan selama berjam-jam jumlah besar pengungsi menyeberangi perbatasan dan bagaimana begitu cepatnya kamp-kamp pengungsi menjamur, satu foto menangkap semuanya," kata Andrej Mahecic, juru bicara badan urusan pengungsi PBB (UNHCR).
UNHCR memanfaatkan video dan foto dari drone untuk menunjukkan besarnya skala krisis pengungsi itu, dan sekaligus menjadi alat untuk meyakinkan masyarakat dan donator untuk turut meringankan Rohingya.
UNHCR juga menggunakan satelit untuk menghitung dan mengidentifikasi keluarga pengungsi berdasarkan lokasi mereka di kamp-kamp Bangladesh demi memastikan siapa dari mereka yang lebih dulu harus ditolong, kata Mahecic kepada Thomson Reuters Foundation lewat email.
Foto atau video dari drone yang menangkap masuknya pengungsi ke Bangladesh telah menaikkan donasi untuk pelayanan kesehatan, air bersih dan makanan, kata Komisi Darurat Bencana (DEC), sebuah aliansi dari 13 badan kemanusiaan Inggris.
Sedangkan badan-badan HAM berharap citra satelit bisa menyediakan bukti yang akan membantu diseretnya pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ke meja hijau.
Foto satelit pernah digunakan Mahkamah Kriminal Internasional untuk bekas Yugoslavia (ICTY) guna membuktikan ada eksekusi massal pada 1995 di Srebrenica.
Namun teknologi semacam ini belum maksimal digunakan karena terbatasnya anggaran dan berbedanya metodologi standar yang diterima pengadilan, kata para pakar.
Human Rights Watch sendiri pernah membagikan foto-foto yang memperlihatkan pembakaran sekitar 300 desa di Myanmar, cuplikan video atau foto dari ponsel pengungsi, dan kesaksian para pengungsi, kepada Kantor Komisi HAM PBB.
"Kami menemukan sebuah lapangan dari citra satelit di mana orang-orang dieksekusi, yang bersesuaian dengan kesaksian dari banyak saksi mata," kata Josh Lyons, analis citra satelit dari HRW.
Komisioner Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein pernah menyebut kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar adalah "terang-terangan pembersihan etnis". Komisi HAM PBB kini tengah mempelajari apakah yang menimpa Rohingya itu masuk kategori genosida.
Credit antaranews.com