Ilustrasi Pulau Thitu. (Reuters/Ritchie B. Tongo)
"Kami mencoba membangun tempat di tumpukan pasir dekat pulau kami dan China bereaksi. Presiden mengetahui hal ini dan berkata, 'Tarik saja,'" ujar Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, kepada AFP, Rabu (8/11).
Lorenzana mengatakan, militer memang membawa bambu dan atap daun palem untuk membangun pondok di tumpukan pasir di sekitar wilayah mereka di Kepulauan Spratly pada Agustus lalu.
Menurut Lorenzana, tumpukan pasir itu berjarak hanya sekitar 4,6 kilometer dari Pulau Thitu yang merupakan wilayah Filipina. Kepulauan Thitu sendiri berjarak 26 kilometer dari pulau buatan China.
|
Namun kemudian, Menteri Luar Negeri Filipina, Alan Peter Cayetano, memberi informasi kepada Duterte bahwa Manila dan Beijing memiliki perjanjian untuk tidak membangun sesuatu di pulau baru China itu.
"Kami tidak melakukannya, tapi sejumlah nelayan kami ingin mendirikan pos di sana. Mereka [China] melihatnya dan protes, maka kami menariknya," ucap Lorenzana.
Insiden ini terjadi di tengah menguatnya hubungan China dan Filipina di bawah pemerintahan Duterte. Penguatan hubungan ini terlihat dari melunaknya sikap Filipina terhadap klaim China di Laut China Selatan.
Di bawah pemerintahan Duterte, Filipina bahkan mau berunding dengan China terkait putusan Pengadilan Arbitrase Tetap (PCA) yang menolak klaim Beijing atas 90 persen wilayah Laut China Selatan.
Tuntutan ke PCA itu sendiri diajukan oleh Filipina pada masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino pada 2013 lalu.
Saat itu, Manila mempertanyakan keabsahan klaim China atas sebagian besar wilayah di Laut China Selatan yang tumpang tindih dengan daerah kekuasaan Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.
Credit cnnindonesia.com