Jumat, 13 November 2015

Amnesty Internasional Ungkap Praktik Penyiksaan oleh China


Amnesty Internasional Ungkap Praktik Penyiksaan oleh China Ilustrasi (Thinkstock)
 
 
Jakarta, CB -- Meski dikecam, nyatanya penggunaan teknik penganiayaan terhadap tahanan bui masih marak di China. Kekejaman itu terungkap dalam laporan teranyar lembaga HAM Amnesty International yang bertajuk "No End in Sight".

Menurut laporan tersebut, penyiksaan dilakukan agar tahanan yang dibui tanpa proses pengadilan mengakui kesalahan mereka.


Amnesty mewawancarai 37 pengacara dan menganalisis sampel 590 putusan sidang untuk menyusun laporan tersebut. Mereka turut menuturkan beragam metode penyiksaan prasidang yang diterapkan, termasuk pemukulan oleh polisi maupun tahanan lain atas perintah sipir.

Dilansir dari Independent pada Kamis (12/11), Amnesty mengklaim kebanyakan penjatuhan hukuman di China berpangkal pada "pengakuan", sehingga ada "dorongan tak tertahankan bagi badan penegak hukum untuk mendapatkannya dengan cara apapun."

Penyiksaan yang diterima tahanan bervariasi, dari diikat di kursi besi, dipaksa tidak tidur, makan, dan minum, hingga ditumpuk kakinya dengan bata.

Namun ketika pengacara mencoba melaporkan kekejian itu, mereka justru mendapat ancaman, bahkan turut ditahan dan dianiaya. Salah satunya dialami oleh mantan pengacara Tang Jitian kala menyelidiki salah satu penjara di barat laut China.

"Saya diikat di kursi besi, ditampar, wajah sebelah kiri saya ditendang, dan kepala saya dihantam dengan botol berisi air sampai saya pingsan," Tang mengisahkan.

Ahli hukum turut angkat bicara dalam laporan itu, tentang betapa mengakarnya metode tersebut pada penahanan prasidang, terutama yang melibatkan pembelot, etnis minoritas, serta terkait kegiatan keagamaan.

Meski China telah meratifikasi Konvensi PBB melawan Penyiksaan dan Hukuman Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan pada tahun 1988, Amnesty menganggap negara itu "gagal membawa hukum domestiknya sejalan dengan kewajiban pada perjanjian itu."

Selain Amnesty, laporan milik kelompok pemerhati HAM lainnya, Human Rights Watch bulan Mei lalu menemukan fakta serupa. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying menanggapinya dengan mengatakan bahwa China melarang penyiksaan selama proses interogasi, siapapun yang melakukannya dapat diganjar hukuman.

Walau demikian, Patrick Poon, peneliti China di Amnesty melontarkan nada ragu. "Dalam sistem yang bahkan pengacara dapat disiksa polisi, harapan apa yang bisa dimiliki oleh terdakwa?" kata dia.

Poon menambahkan, jika pemerintah China memang serius meningkatkan hak asasi manusia, "mereka harus mulai dengan mengadili badan penegak hukum yang melakukan penganiayaan."

Laporan Amnesty dirilis bertepatan dengan pertemuan Komite PBB Melawan Penganiayaan di Jenewa pekan depan, yang bakal mengulas praktik penyiksaan di China.




 Credit CNN Indonesia