Rabu, 01 April 2015

Pro-Kontra Pembentukan Pasukan Internasional Arab


 
AP Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, menyambut Raja Yordania Abdullah dalam pertemuan Liga Arab di Sharm el-Sheikh, Mesir (28/3). El-Sisi mendukung pembentukan kekuatan militer bersama Liga Arab.

KAIRO, CB - Selama berbulan-bulan, negara-negara anggota Liga Arab telah mengusulkan dibentuknya kekuatan militer bersama guna menumpas kekerasan yang melanda kawasan tersebut. Kini setelah sebagian besar negara anggota setuju, para analis mengatakan, membentuk pasukan itu dan mempersiapkannya melawan konflik modern yang kompleks, bisa menjadi tantangan yang tidak bisa teratasi.

Umumnya kepala-kepala dan menteri-menteri luar negeri negara-negara Arab kini sepakat bahwa pasukan internasional Arab harus, dan akan, dibentuk guna mengamankan kawasan tersebut.

Presiden Mesir Abdel Fattah-el-Sisi dalam KTT Liga Arab baru-baru ini berjanji, para pemimpin militer akan membentuk komite untuk mengetahui bagaimana membentuk pasukan militer Liga Arab. Ia tidak mengatakan dengan pasti siapa yang akan memimpin atau ke mana pasukan itu akan dikirim, tetapi Libya, Yaman, Irak dan Suriah kini berada pada daftar teratas.

Tidak semua wakil Liga Arab setuju. Menteri Luar Negeri Irak Ibrahim Jaafari menentang intervensi itu.

Menurut Jaafari, intervensi bisa memperburuk konflik. Ia menunjuk masalah besar yang ada. Banyak negara Arab terpecah, baik secara internal maupun eksternal atau keduanya, di mana negara-negara dan kelompok sunni umumnya bersekutu dengan Arab Saudi, sedangkan negara-negara dan kelompok syiah bersekutu dengan Iran.

Dengan perpecahan suku dan politik yang rumit menambah kekacauan, satu surat kabar di kawasan itu menyebut usul pembentukan "Pasukan Arab Bersatu" sebagai "sangat konyol". Abdullah al-Ashaal, mantan wakil menteri luar negeri dan duta besar Mesir, mengatakan perpecahan itu tidak akan memungkinkan Dunia Arab membentuk pasukan militer.

"Sejak kapan orang-orang Arab bersatu untuk satu hal? Kalau mereka bisa bersatu, beri tahu saya,” sindir Al-Ashaal.

Kalaupun mereka bisa bersatu untuk membentuk militer, menurut Al-Ashaal, aliansi-aliansi yang bertentangan bisa memperluas konflik. Sebagai contoh, di Yaman, orang-orang Huthi yang didukung Iran sedang memerangi pemerintah yang didukung Arab Saudi. Intervensi di Yaman, kata Al-Ashaal, akan berarti perang melawan Iran.

"Apa yang akan mereka lakukan dengan pasukan itu? Untuk apa? Melawan Iran? Iran akan menghancurkan mereka semua. Iran sangat kuat dalam bidang militer," tambah Al-Ashaal.

Tetapi pasukan internasional sangat dibutuhkan guna melawan ancaman dari yang disebut kelompok militan ISIS, ujar analis politik Hisham Kassem. Amerika, NATO serta PBB semakin tidak berminat campur tangan langsung di Timur Tengah. Akibatnya, kata Kassem, Dunia Arab tidak memiliki pilihan selain bertindak.

Ia menambahkan, Liga Arab mungkin bukan organisasi terbaik untuk menjadi ujung tombak pasukan semacam itu, karena organisasi itu tidak memiliki prestasi untuk benar-benar membereskan masalah. Rencana saat ini akan terhambat penolakan sebagian negara untuk ikut, selain ketidakmampuan militer sebagian negara lain.




Credit  KOMPAS.com