TEHERAN
- Presiden Iran, Hassan Rouhani mengatakan, ketegangan antara Teheran
dan Washington sudah berada dalam level yang maksimal. Rouhani menyebut,
ketegangan pada titik ini sangat jarang terjadi.
Permusuhan antara Washington dan Teheran, musuh bebuyutan sejak revolusi Iran tahun 1979, telah meningkat sejak Mei, ketika Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan menerapkan kembali sanksi yang dicabut berdasarkan perjanjian tersebut.
"Ketegangan antara Iran dan AS saat ini sudah maksimal. Amerika telah menggunakan semua kekuatannya untuk melawan kita," kata Rouhani. Ia juga mengatakan hubungan kedua negara tidak pernah setegang ini.
Permusuhan antara Washington dan Teheran, musuh bebuyutan sejak revolusi Iran tahun 1979, telah meningkat sejak Mei, ketika Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan menerapkan kembali sanksi yang dicabut berdasarkan perjanjian tersebut.
"Ketegangan antara Iran dan AS saat ini sudah maksimal. Amerika telah menggunakan semua kekuatannya untuk melawan kita," kata Rouhani. Ia juga mengatakan hubungan kedua negara tidak pernah setegang ini.
Rouhani,
seperti dilansir Reuters pada Rabu (20/2), kemudian mengatakan bahwa
konferensi di Timur Tengah yang diselenggarakan oleh ASt di ibukota
Polandia, Warsawa minggu lalu tidak mencapai tujuannya.
Para pejabat senior dari 60 negara berkumpul di Warsawa, di mana Amerika Serikat berharap untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran, tetapi paska pertemuan para Menteri Luar Negeri dari negara-negara besar Eropa masih berkomitmen untuk kesepakatan nuklir tidak hadir.
"Ini adalah satu lagi kegagalan kebijakan regional AS," tukasnya.
Para pejabat senior dari 60 negara berkumpul di Warsawa, di mana Amerika Serikat berharap untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran, tetapi paska pertemuan para Menteri Luar Negeri dari negara-negara besar Eropa masih berkomitmen untuk kesepakatan nuklir tidak hadir.
"Ini adalah satu lagi kegagalan kebijakan regional AS," tukasnya.
Credit sindonews.com