Kamis, 21 Februari 2019

Rusia Salahkan AS Atas 'Kekacauan' di Timur Tengah


Rusia Salahkan AS Atas Kekacauan di Timur Tengah
Rusia menyalahkan AS atas terorisme, perang, dan ketidakstabilan yang mengganggu Timur Tengah. Foto/Ilustrasi/Istimewa

MOSKOW - Amerika Serikat (AS) harus disalahkan atas terorisme, perang, dan ketidakstabilan yang mengganggu Timur Tengah. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

Menurut Lavrov kebijakan Barat yang berat telah menyebabkan berbagai krisis regional. Karenanya, Rusia berkomitmen untuk mengedepankan proses dialog damai guna membantu menyelesaikan masalah Timur Tengah.

"Timur Tengah, yang telah mengalami periode ujian berat, masih memegang tempat utama dalam agenda global," kata Lavrov dalam pernyataan yang dibacakan oleh Utusan Presiden Rusia untuk Timur Tengah dan Afrika dan Wakil Menteri Luar Negeri Mikhail Bogdanov.

"Baik masa depan pemerintah kawasan, keamanan internasional dan stabilitas bergantung pada bagaimana situasi akan berkembang di sana," sambung Bogdanov seperti dilansir dari Newsweek, Rabu (20/2/2019).

Pesan itu juga mengkritik metode rekayasa geopolitik, upaya memaksakan model pembangunan dan nilai-nilai asing pada orang-orang di Timur Tengah dan Afrika Utara, terutama melalui penggunaan kekuatan. Menurut Lavrov, cara-cara ini telah menyebabkan melemahnya atau runtuhnya sebuah negara dan gelombang terorisme internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya di sejumlah negara.

"Selain itu, (cara cara seperti itu) telah menyebabkan krisis migrasi besar-besaran, mengganggu stabilitas keseimbangan etno-confessional yang telah terkonsolidasi selama berabad-abad," pernyataan itu melanjutkan.

Moskow secara konsisten kritis terhadap AS dan keterlibatan Barat di Timur Tengah, khususnya dalam perang saudara yang sedang berlangsung di Suriah. Sementara Rusia telah mendukung Presiden Bashar al-Assad, sekutu barat mengecam sang diktator dan menawarkan dukungan diplomatik, keuangan, dan militer kepada pemberontak yang berjuang untuk menggulingkannya. 





Credit  sindonews.com