Rabu, 15 Agustus 2018

Survei Jenderal: Turki Keluar dari NATO Tahun Ini


S-400 Triumf (NATO menyebutnya SA-21 Growler) dapat menghancurkan semua target udara, termasuk pesawat generasi kelima atau siluman, drone, rudal balistik, dan rudal jelajah. Triumf mampu menjangkau target udara sejauh 400 km dengan ketinggian maksimum 27 km. Sputnik/Sergei Malgavko
S-400 Triumf (NATO menyebutnya SA-21 Growler) dapat menghancurkan semua target udara, termasuk pesawat generasi kelima atau siluman, drone, rudal balistik, dan rudal jelajah. Triumf mampu menjangkau target udara sejauh 400 km dengan ketinggian maksimum 27 km. Sputnik/Sergei Malgavko

CB, Jakarta - Permusuhan antara Turki dan Amerika Serikat semakin mendidih membuat Turki diperkirakan akan keluar dari NATO, organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang didirikan tahun 1949, dalam tahun ini.
Perkiraan Turki keluar dari NATO didasarkan survei Academy Securities yang berlangsung selama 6 bulan bertajuk Geopolitical Intelligence Group yang beranggotakan 10 mantan jenderal dan laksamana, mengutip laporan www.intelliNews.com, Selasa, 14 Agustus 2018.

Survei ini memuat outline berbagai aspek alasan tentang Ankara sepertinya akan keluar dari aliansi militer tersebut. Hasil survei berkesimpulan: Turki tidak akan lagi sebagai sekutu NATO.

Laporan Academy Securities yang ditulis Jenderal James "Spider" Marks dan Rachel Washburn yang dipublikasikan hanya beberapa saat setelah Recep Tayyib Erdigan terpilih kembali sebagai presiden Turki akhir Juni lalu menyajikan sejumlah alasan mengenai kemungkinan Turki keluar dari NATO.
Laporan itu juga menyebutkan tentang Turki yang semakin mendekat ke Rusia.

IPresiden Iran Hassan Rouhani (kiri), Presiden Rusia Vladimir Putin (tengah) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. [http://aa.com.tr]

"Turki melanjutkan untuk memperkuat hubungannya dengan Rusia, mengibarkan bendera merah terhadap hubungan NATO di kawasan itu," ujar laporan itu.Permusuhan Turki dan AS dipicy dari rencana Turki membeli rudal S-400 buatan Rusia yang disebut tidak sesuai dengan peralatan militer NATO.
Persteruan berlanjut dengan dukungan AS terhadap milisi Kurdi dengan organisasinya yang disebut Ankara sebagai YPG dan PKK di Suriah. Ankara memasukkan YPG dan PKK sebagai organisasi teroris.
Pasukan Kurdi melawan berbagai operasi ISIS di Irak dan Suriah.
Bersamaan dengan perang di Suriah yang berkecamuk, Turki, Rusia dan Iran bersama-sama berupaya mempengaruhi Suriah.

Tank dan kendaraan lapis baja Angkatan Darat Prancis tiba di pangkalan militer TAHA, di Estonia, 29 Maret 2019. Tentara Prancis ini merupakan bagian dari pasukan NATO yang ditempatkan di Estonia, Latvia, Lithuania and Polandia. AFP/Raigo Pajula

"Mereka mempengaruhi Suriah ke arah kerja sama yang tak diperkirakan sebelumnya di antara ketiga negara," ujar laporan lembaga intelijen itu.Alasan lainnya, Turki yang mengarah pada negara otoriter menjadi faktor yang dapat mendorong Ankara keluar dari NATO. "Tidak lagi sebagai muslim demokrasi sekuler, Turki menjadi rezim otoriter berbahaya dan meningkatnya keagamaan, memangkas kesepakatannya sendiri."




Credit  tempo.co