CB, Jakarta - Arab
Saudi menggenjot kampanye melawan pengaruh Iran yang semakin meningkat
di Timur Tengah dengan membujuk sebagian besar dari 22 negara anggota
Liga Arab untuk menetapkan Hizbullah, sekutu Iran di Lebanon sebagai organisasi teroris.
Para menteri luar negeri bangsa-bangsa Arab berkumpul di markas besarnya di Kairo pada hari Minggu, 19 November 2017 untuk pertemuan darurat yang dikenal sebagai Arab World Sunday yang dipelopori Arab Saudi.
"Kami ingin meminta pertanggungjawaban negara-negara yang menjadikan Hizbullah sebagai mitra, khususnya Lebanon," kata Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al-Khalifa
Al-Khalifa mengklaim bahwa Lebanon telah tunduk pada kendali penuh oleh kelompok teroris Hizbullah.
Arab Saudi kemudian menyatakan kemarahannya pada Hizbullah, yang mempertahankan hubungan dekat dengan Iran.
Sejumlah perwakilan dari beberapa negara Arab tidak ikut serta, termasuk Menteri luar negeri Lebanon, Gibran Bassil dan perwakilan Lebanon pada pertemuan tersebut menyatakan keberatan atas komunike terakhir.
Menteri Luar Negeri Irak Ibrahim Al-Jaafari juga tidak menghadiri pertemuan tersebut. Irak, bersama dengan koalisi internasional pimpinan AS, telah menjadi pendukung utama Baghdad dalam perang melawan ISIS.
Tidak jelas apakah pertemuan Liga Arab pada Minggu itu akan diwujudkan ke dalam tindakan nyata. Liga ini terkenal karena mengeluarkan resolusi dan menerbitkan kesepakatan yang jarang ditindaklanjuti. Namun, ini adalah pertama kalinya Liga Arab mengambil posisi publik yang kuat melawan Hizbullah.
Bereaksi terhadap pertemuan darurat tersebut, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif berujar; "Sayangnya negara-negara seperti rezim Saudi sedang mengejar perpecahan dan menciptakan perbedaan, dan karena ini mereka tidak melihat hasil selain perpecahan."
Ketegangan baru Arab Saudi dan Iran dipicu oleh insiden 4 November lalu ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman melepaskan rudal balistik di bandara internasional Riyadh. Arab Saudi kemudian menuduh Hizbullah dan Iran berada di balik serangan tersebut. Tudingan Arab Saudi dibantah oleh Hizbullah dan Iran. Hubungan antara Arab Saudi dan Iran telah memburuk sejak revolusi Iran 1979.
Para menteri luar negeri bangsa-bangsa Arab berkumpul di markas besarnya di Kairo pada hari Minggu, 19 November 2017 untuk pertemuan darurat yang dikenal sebagai Arab World Sunday yang dipelopori Arab Saudi.
"Kami ingin meminta pertanggungjawaban negara-negara yang menjadikan Hizbullah sebagai mitra, khususnya Lebanon," kata Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al-Khalifa
Al-Khalifa mengklaim bahwa Lebanon telah tunduk pada kendali penuh oleh kelompok teroris Hizbullah.
Arab Saudi kemudian menyatakan kemarahannya pada Hizbullah, yang mempertahankan hubungan dekat dengan Iran.
Sejumlah perwakilan dari beberapa negara Arab tidak ikut serta, termasuk Menteri luar negeri Lebanon, Gibran Bassil dan perwakilan Lebanon pada pertemuan tersebut menyatakan keberatan atas komunike terakhir.
Menteri Luar Negeri Irak Ibrahim Al-Jaafari juga tidak menghadiri pertemuan tersebut. Irak, bersama dengan koalisi internasional pimpinan AS, telah menjadi pendukung utama Baghdad dalam perang melawan ISIS.
Tidak jelas apakah pertemuan Liga Arab pada Minggu itu akan diwujudkan ke dalam tindakan nyata. Liga ini terkenal karena mengeluarkan resolusi dan menerbitkan kesepakatan yang jarang ditindaklanjuti. Namun, ini adalah pertama kalinya Liga Arab mengambil posisi publik yang kuat melawan Hizbullah.
Bereaksi terhadap pertemuan darurat tersebut, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif berujar; "Sayangnya negara-negara seperti rezim Saudi sedang mengejar perpecahan dan menciptakan perbedaan, dan karena ini mereka tidak melihat hasil selain perpecahan."
Ketegangan baru Arab Saudi dan Iran dipicu oleh insiden 4 November lalu ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman melepaskan rudal balistik di bandara internasional Riyadh. Arab Saudi kemudian menuduh Hizbullah dan Iran berada di balik serangan tersebut. Tudingan Arab Saudi dibantah oleh Hizbullah dan Iran. Hubungan antara Arab Saudi dan Iran telah memburuk sejak revolusi Iran 1979.
Credit TEMPO.CO