Peringatan Korut itu muncul menanggapi operasi
latihan bersama USS Ronald Reagan, USS Nimitz, USS Theodore Roosevelt,
dan tujuh kapal perang Korsel selama empat hari terakhir di Semenanjung
Korea. (Courtesy Aaron B. Hicks/U.S. Navy/Handout via Reuters)
"Pengerahan tiga kapal induk yang pertama sejak 2007 ini membuat perang nuklir sulit dirediksi sebab peralatan perang nuklir AS telah berada dalam posisi menyerang," tutur Duta Besar Korut untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ja Song Nam, dalam suratnya kepada Sekjen PBB, Antonio Guterres, Selasa (14/11).
Peringatan Korut itu muncul menanggapi operasi latihan bersama USS Ronald Reagan, USS Nimitz, USS Theodore Roosevelt, dan tujuh kapal perang Korsel selama empat hari terakhir di Semenanjung Korea. Pengerahan tiga kapal perang ini dilakukan bersamaan dengan tur Presiden Donald Trump ke Asia sejak awal pekan lalu.
Ja mengatakan, dalam latihan itu AS turut menerbangkan jet pengembom strategis B-52, B-1B, dan B-2 di langit Korsel yang berbatasan langsung dengan negaranya.
Dalam suratnya, Ja menganggap latihan perang nuklir itu menjadikan situasi kawasan mencapai "titik terburuk yang pernah terjadi di Semenanjung Korea."
"Latihan perang nuklir skala besar dan pemberontakan tersebut membuat kami menyimpulkan bahwa pilihan yang kami ambil [untuk terus mengembangkan rudal dan nuklir] adalah benar. Dan kami harus menempuh jalan ini sampai titik akhir," tulis Ja seperti dikutip AFP.
Dia juga menuding DK PBB "menutup mata" terkait latihan perang nuklir yang dilakukan AS tersebut. Ja menganggap, pengabaian ini "membawa bencana besar kepada umat manusia."
Ketegangan AS dan Korut membuat situasi di Semenanjung Korea memanas. Sejak Pyongyang meluncurkan uji coba nuklir keenamnya pada awal September lalu, rezim Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump terus saling melontarkan ancaman perang.
Sejak itu, AS juga mendesak DK PBB untuk menjatuhkan sanksi yang lebih keras agar Korut menghentikan ambisi pengembangan senjata nuklirnya.
Credit cnnindonesia.com