Manila, Filipina (CB) - Para pemimpin negara anggota
ASEAN dan China pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-China ke-20
sepakat untuk memulai proses perundingan untuk pembuatan Tata Perilaku
(Code of Conduct/CoC) untuk penanganan kasus sengketa wilayah di Laut
China Selatan (LCS).
"KTT ASEAN-China baru saja selesai. Para pemimpin ASEAN dan China sepakat untuk memulai pembicaraan mengenai CoC. Pernyataan Ketua KTT ASEAN-China untuk mencerminkan kesepakatan ini akan segera diterbitkan," kata Plt. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Filipina, Robespierre Bolivar di Manila, Senin.
Namun, Bolivar mengatakan bahwa negara anggota ASEAN dan China sejauh ini belum menentukan batas waktu untuk memulai perundingan pembentukan CoC tentang sengketa wilayah di Laut China Selatan itu.
"Tidak ada batas waktu yang ditentukan. Kami akan mengumumkan rincian ini pada waktunya,"ujar dia.
Perundingan mengenai Tata Perilaku di Laut China Selatan (CoC LCS) adalah langkah yang selanjutnya perlu diambil oleh ASEAN dan China menyusul diadopsinya Kerangka Kerja CoC oleh Menteri Luar Negeri ASEAN dan China pada Agustus 2017 lalu di Manila.
Pada pertemuan menlu ASEAN ke-50 yang berakhir awal Agustus 2017, negara-negara ASEAN dan China telah mencapai kesepakatan mengenai Kerangka Kerja tentang pembentukan tata perilaku dalam penanganan sengketa wilayah di Laut China Selatan (CoC Framework on South China Sea dispute).
"Kerangka kerja itu merupakan hasil dari banyak upaya yang sudah dilakukan Filipina bersama negara ASEAN lainnya untuk menyelesaikan pembentukan CoC tentang penanganan sengketa wilayah di Laut China Selatan," ucap Bolivar.
Dia mengatakan bahwa pemerintah Filipina pun terus berupaya untuk mendorong pembahasan tentang peningkatan hubungan antara negara-negara ASEAN dengan China pada KTT ASEAN-China ke-20 tersebut.
Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte memimpin KTT ASEAN-China ke-20 yang juga dihadiri oleh para pemimpin negara anggota ASEAN lainnya dan Perdana Menteri China Li Keqiang. Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin ASEAN dan China membahas keadaan terkini dan masa depan arah Kemitraan Dialog ASEAN-China.
Segera memulaiPada Pertemuan Puncak itu, Presiden Joko Widodo meminta negara-negara ASEAN dan China bekerja sama untuk segera memulai dan menyelesaikan proses negosiasi CoC tentang Laut China Selatan itu.
Perundingan untuk CoC itu, menurut Jokowi, sangat penting untuk segera dilakukan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ASEAN dan China memiliki komitmen yang tinggi untuk menangani bersama sengketa wilayah di Laut China Selatan secara damai.
"Kita semua menginginkan agar Laut China Selatan menjadi laut yang stabil, damai, menopang kegiatan ekonomi, serta merekatkan kawasan bahkan dunia," ujar Presiden Jokowi saat menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-20 ASEAN-RRT, yang digelar pada Senin, 13 November 2017, di Philippine International Convention Center (PICC), Manila, Filipina.
Di samping itu, Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya upaya meningkatkan kerja sama ekonomi antara negara ASEAN dan China, yakni kerja sama yang bersifat menguntungkan kedua pihak.
Menurut Presiden RI, kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan itu sangat diperlukan mengingat ASEAN saat ini mengalami defisit perdagangan yang cukup besar. Dia menilai defisit perdagangan itu perlu ditekan dan sejumlah hambatan perdagangan juga harus dikurangi.
"Perdagangan harus saling menguntungkan dan harus dapat ditingkatkan dari angka 368 miliar dolar AS pada tahun lalu," ucap Jokowi.
Selanjutnya, Presiden Jokowi pun berharap agar sinergi kerja sama infrastruktur dan konektivitas antara inisiatif "One Belt and One Road" (OBOR) China dan Masterplan ASEAN untuk konektivitas dapat segera dilanjutkan.
"Saya yakin hubungan baik antara ASEAN dan China akan dapat diperkuat dan membawa manfaat bagi kedua pihak," ucap Presiden Jokowi.
Pemerintah Indonesia selama ini terus menjalankan komitmennya untuk mendorong percepatan proses pembahasan dan penyelesaian CoC tentang sengketa Laut China Selatan.
Pemerintah Indonesia menilai untuk mencapai percepatan penyelesaian CoC, negara-negara ASEAN dan China harus terus menjaga momentum kondusif dalam meningkatkan rasa saling percaya dan menjaga stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan.
Negara-negara anggota ASEAN dan China telah lama menandatangani dokumen "Declaration on the Conduct of Parties in the South Cina Sea" (DOC) pada November 2002 di Kamboja.
Dokumen tersebut telah menjadi batu loncatan antara hubungan ASEAN dan China dalam upaya penanganan sengketa wilayah di Laut China Selatan.
DOC sekarang ini terbukti cukup berhasil memenuhi misinya untuk membangun rasa saling percaya di antara negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut China Selatan dan untuk mencegah konflik Laut China Selatan berkembang lebih jauh.
Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri bahwa DOC setidaknya telah berperan sebagai referensi ketika muncul masalah atau terjadi ketegangan di LCS.
DOC juga berperan sebagai dasar untuk negosiasi mengenai penyusunan dokumen "code of conduct" (COC). Selama ini dokumen DOC hanya berfungsi untuk memberi batasan-batasan moral bagi para pihak yang terkait dengan sengketa wilayah di Laut China Selatan.
Namun, sekarang ini ASEAN dan China mengalami kemajuan dalam upaya penanganan sengketa wilayah Laut China Selatan dengan adanya kesepakatan diantara kedua pihak untuk memulai perundingan pembentukan CoC.
Perundingan CoC antara ASEAN dan China itu diharapkan dapat berjalan lancar sehingga Dokumen Tata Perilaku untuk Penanganan Kasus Sengketa Wilayah di Laut China Selatan dapat segera diselesaikan guna menjadi acuan dalam penyelesaian sengketa secara damai.
"KTT ASEAN-China baru saja selesai. Para pemimpin ASEAN dan China sepakat untuk memulai pembicaraan mengenai CoC. Pernyataan Ketua KTT ASEAN-China untuk mencerminkan kesepakatan ini akan segera diterbitkan," kata Plt. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Filipina, Robespierre Bolivar di Manila, Senin.
Namun, Bolivar mengatakan bahwa negara anggota ASEAN dan China sejauh ini belum menentukan batas waktu untuk memulai perundingan pembentukan CoC tentang sengketa wilayah di Laut China Selatan itu.
"Tidak ada batas waktu yang ditentukan. Kami akan mengumumkan rincian ini pada waktunya,"ujar dia.
Perundingan mengenai Tata Perilaku di Laut China Selatan (CoC LCS) adalah langkah yang selanjutnya perlu diambil oleh ASEAN dan China menyusul diadopsinya Kerangka Kerja CoC oleh Menteri Luar Negeri ASEAN dan China pada Agustus 2017 lalu di Manila.
Pada pertemuan menlu ASEAN ke-50 yang berakhir awal Agustus 2017, negara-negara ASEAN dan China telah mencapai kesepakatan mengenai Kerangka Kerja tentang pembentukan tata perilaku dalam penanganan sengketa wilayah di Laut China Selatan (CoC Framework on South China Sea dispute).
"Kerangka kerja itu merupakan hasil dari banyak upaya yang sudah dilakukan Filipina bersama negara ASEAN lainnya untuk menyelesaikan pembentukan CoC tentang penanganan sengketa wilayah di Laut China Selatan," ucap Bolivar.
Dia mengatakan bahwa pemerintah Filipina pun terus berupaya untuk mendorong pembahasan tentang peningkatan hubungan antara negara-negara ASEAN dengan China pada KTT ASEAN-China ke-20 tersebut.
Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte memimpin KTT ASEAN-China ke-20 yang juga dihadiri oleh para pemimpin negara anggota ASEAN lainnya dan Perdana Menteri China Li Keqiang. Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin ASEAN dan China membahas keadaan terkini dan masa depan arah Kemitraan Dialog ASEAN-China.
Segera memulaiPada Pertemuan Puncak itu, Presiden Joko Widodo meminta negara-negara ASEAN dan China bekerja sama untuk segera memulai dan menyelesaikan proses negosiasi CoC tentang Laut China Selatan itu.
Perundingan untuk CoC itu, menurut Jokowi, sangat penting untuk segera dilakukan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ASEAN dan China memiliki komitmen yang tinggi untuk menangani bersama sengketa wilayah di Laut China Selatan secara damai.
"Kita semua menginginkan agar Laut China Selatan menjadi laut yang stabil, damai, menopang kegiatan ekonomi, serta merekatkan kawasan bahkan dunia," ujar Presiden Jokowi saat menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-20 ASEAN-RRT, yang digelar pada Senin, 13 November 2017, di Philippine International Convention Center (PICC), Manila, Filipina.
Di samping itu, Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya upaya meningkatkan kerja sama ekonomi antara negara ASEAN dan China, yakni kerja sama yang bersifat menguntungkan kedua pihak.
Menurut Presiden RI, kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan itu sangat diperlukan mengingat ASEAN saat ini mengalami defisit perdagangan yang cukup besar. Dia menilai defisit perdagangan itu perlu ditekan dan sejumlah hambatan perdagangan juga harus dikurangi.
"Perdagangan harus saling menguntungkan dan harus dapat ditingkatkan dari angka 368 miliar dolar AS pada tahun lalu," ucap Jokowi.
Selanjutnya, Presiden Jokowi pun berharap agar sinergi kerja sama infrastruktur dan konektivitas antara inisiatif "One Belt and One Road" (OBOR) China dan Masterplan ASEAN untuk konektivitas dapat segera dilanjutkan.
"Saya yakin hubungan baik antara ASEAN dan China akan dapat diperkuat dan membawa manfaat bagi kedua pihak," ucap Presiden Jokowi.
Pemerintah Indonesia selama ini terus menjalankan komitmennya untuk mendorong percepatan proses pembahasan dan penyelesaian CoC tentang sengketa Laut China Selatan.
Pemerintah Indonesia menilai untuk mencapai percepatan penyelesaian CoC, negara-negara ASEAN dan China harus terus menjaga momentum kondusif dalam meningkatkan rasa saling percaya dan menjaga stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan.
Negara-negara anggota ASEAN dan China telah lama menandatangani dokumen "Declaration on the Conduct of Parties in the South Cina Sea" (DOC) pada November 2002 di Kamboja.
Dokumen tersebut telah menjadi batu loncatan antara hubungan ASEAN dan China dalam upaya penanganan sengketa wilayah di Laut China Selatan.
DOC sekarang ini terbukti cukup berhasil memenuhi misinya untuk membangun rasa saling percaya di antara negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut China Selatan dan untuk mencegah konflik Laut China Selatan berkembang lebih jauh.
Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri bahwa DOC setidaknya telah berperan sebagai referensi ketika muncul masalah atau terjadi ketegangan di LCS.
DOC juga berperan sebagai dasar untuk negosiasi mengenai penyusunan dokumen "code of conduct" (COC). Selama ini dokumen DOC hanya berfungsi untuk memberi batasan-batasan moral bagi para pihak yang terkait dengan sengketa wilayah di Laut China Selatan.
Namun, sekarang ini ASEAN dan China mengalami kemajuan dalam upaya penanganan sengketa wilayah Laut China Selatan dengan adanya kesepakatan diantara kedua pihak untuk memulai perundingan pembentukan CoC.
Perundingan CoC antara ASEAN dan China itu diharapkan dapat berjalan lancar sehingga Dokumen Tata Perilaku untuk Penanganan Kasus Sengketa Wilayah di Laut China Selatan dapat segera diselesaikan guna menjadi acuan dalam penyelesaian sengketa secara damai.
Credit antaranews.com