Senin, 06 April 2015

RI-Australia Tak Layak Putus karena Hukuman Mati

Banyak hal yang membuktikan dua negara ini masih saling membutuhkan.

RI-Australia Tak Layak Putus karena Hukuman Mati
Dubes RI untuk Austalia, Nadjib Riphat Kesoema. ( ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)
 
CB - Hari ini, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan membacakan keputusan banding yang diajukan oleh dua gembong narkoba asal Sydney, Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Hasil keputusan tersebut akan menjadi penentu apakah nyawa mereka akan terselamatkan atau tetap berakhir di regu tembak.

Isu pelaksanaan hukuman mati yang melibatkan keduanya sempat membuat hubungan Australia dengan Indonesia kembali tegang. Puncaknya, terjadi ketika Chan dan Sukumaran dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan menuju ke lokasi eksekusi di Pulau Nusakambangan pada awal Maret lalu.

Publik menduga, 10 terpidana mati akan segera dieksekusi begitu tiba di Nusakambangan. Penjagaan yang begitu ketat mulai dari Lapas Kerobokan menuju ke Bandara Ngurah Rai hingga ke Nusakambangan sempat menimbulkan protes keras dari Pemerintah Australia.

Belum lagi, di media muncul foto kebersamaan Kepala Polisi Resort Denpasar, Kombes Djoko Hari Utomo ketika tengah berada di dalam pesawat yang mengantar Chan dan Sukumaran menuju ke Semarang kian memanaskan suasana yang sudah tegang. Tegangnya kembali hubungan Australia dan Indonesia seolah melupakan fakta kedua negara baru saja kembali bersahabat usai didera skandal penyadapan.

Aksi Badan Intelijen Australia (ASIO) kala itu membuat mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono geram dan menarik Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema selama sembilan bulan. Kini, setelah episode itu terlewati, muncul ujian bagi hubungan kedua negara.

Pemerintah Indonesia telah berulang kali mengatakan pelaksanaan eksekusi mati hanya merupakan bagian dari penegakkan hukum. Pasalnya, hukum positif Indonesia masih mengadopsi vonis mati. Belum lagi, Indonesia kini dalam keadaan darurat narkoba, yang memaksa Presiden Joko Widodo harus bertindak tegas terhadap tindak kejahatan serius itu.

Setiap kali muncul riak dalam hubungan antara Indonesia dan Australia, publik mulai bertanya apakah isu tersebut akan mempengaruhi kerjasama kedua negara. Dalam isu pelaksanaan hukuman mati ini, Dubes Nadjib tegas mengatakan, masalah tersebut terlalu kecil untuk dapat menghancurkan hubungan diplomatik kedua negara yang telah terjalin selama 65 tahun.

Dia mengatakan, opini yang sebelumnya sempat berkembang di publik Australia mengenai Indonesia akibat pelaksanaan hukuman mati tidak sepenuhnya mencerminkan mayoritas suara warga Negeri Kanguru.

"Secara keseluruhan, warga kedua negara berpikir bahwa kedua wilayah saling dekat dan harus tetap menjalin hubungan," ujar mantan Dubes RI untuk Kerajaan Belgia dan Uni Eropa itu yang ditemui beberapa waktu lalu.

Bahkan, terlalu banyak kerjasama yang dipertaruhkan jika hubungan kedua negara harus mengalami kemunduran karena isu ini. Bahkan, dia kini tengah gencar mengkampanyekan program ekonomi bertajuk 'sister by sector', yakni kerjasama kedua negara antar bidang yang sama. Misalnya, antar universitas, sekolah dan pelabuhan.

Lalu kerjasama di bidang apa lagi yang tengah dijalin Indonesia dengan Australia dan diprediksi dapat meningkatkan kesejahteraan warga kedua negara jika terealisasi? Kemudian isu pelaksanaan hukuman mati turut berpengaruh terhadap minat warga Australia untuk berkunjung ke Indonesia?

Berikut wawancara VIVA.co.id dengan Dubes Nadjib yang ditemui secara khusus pada akhir bulan lalu di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat:

Secara umum, hubungan Indonesia dengan Australia di taraf apa, sejak isu pelaksanaan hukuman mati terhadap dua gembong narkoba, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan menghiasi berbagai pemberitaan media?

Indonesia dan Australia memiliki hubungan yang sangat spesial. Jarak kedua negara yang terdekat itu kurang dari 200 kilometer. Jadi, Indonesia dengan Australia memang dekat sekali. Namun, memang harus kita akui, kedua negara juga berbeda.

Karena perbedaan itu pula, sebenarnya bisa dijadikan pintu gerbang untuk berdialog terkait perbedaan tersebut. Bagaimana dan apa yang sama dari kedua negara. Ternyata, pemikiran kedua bangsa itu banyak yang sama. Sehingga, saya pikir dua bangasa ini adalah dua bangsa yang harus bersahabat. Karena, tidak mungkin lagi bisa mengganti posisi.

Indonesia bisa saja mengatakan kami tidak butuh Australia dan sebaliknya. Australia bisa hidup sendiri dan begitu pun dengan Indonesia. Tetapi, harus dipikirkan juga 'what kind of quality' yang kita punya sebagai suatu bangsa jika Indonesia tidak memiliki relasi yang baik sebagai suatu bangsa terhadap negara tetangga.

Mungkin memang ada masalah di sana sini. Ada sebagian masyarakat Australia yang mengatakan tidak suka Indonesia, pun sebaliknya juga begitu. Tetapi, itu hanya segelintir masyarakat saja dan tidak menggambarkan opini warga secara keseluruhan.

Secara keseluruhan, warga kedua negara berpikir bahwa kedua wilayah saling dekat.

Menurut Anda apakah hubungan kedua negara sudah matang atau malah mengalami kemunduran, jika dilihat dari reaksi publik dalam menyikapi isu yang tengah hangat, salah satunya pelaksanaan hukuman mati?

Saya tidak melihat ada 'set back' (kemunduran), tetapi ada dinamika. Dalam hubungan itu selalu ada dinamika, tetapi tolong jangan selalu dilihat hal tersebut kemunduran. Jika itu yang dilakukan, justru sulit bagi hubungan kedua negara untuk kembali maju. 

Tetapi, ini ada dinamika dan dia berhenti di situ. Memang ketika dilalui, ada jalan yang terjal, justru kita harus kembali ke jalan yang licin lagi. Barang kali, hubungan kedua negara kini tengah melalui 'bumpy road' (jalan terjal) tadi. Tetapi, kita harus kembali lagi.

Karena, masalah hukum, politik, dan diplomasi berbeda tempatnya. Sehingga, harus dilihat bahwa ini adalah penegakkan hukum. Oleh sebab itu, kami meminta agar proses penegakkan hukum tersebut dihormati. Sama seperti Indonesia menghormati penegakkan hukum yang berlaku di Australia.

Tetapi, apakah sebagian besar publik di Australia telah memahami, apa yang dilakukan Pemerintah RI hanya bagian dari penegakkan hukum?

Ya ada beberapa riak juga. Ada beberapa pertanyaan, permintaan, dan himbauan kepada saya. 'Ayo dong, ampuni [Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.red].' Memang ada. Tetapi, yang saya lihat secara keseluruhan, masyarakat kedua bangsa telah bertambah dewasa. Oleh sebab itu, ada keinginan dari keduanya untuk segera menyelesaikan permasalahan ini, karena tidak ada hubungan kedua bangsa yang putus hubungannya dan berperang, hanya karena isu penegakkan hukum. 

RI menegakkan hukum yang berlaku supaya lebih kuat. Seharusnya, negara yang satu lagi bisa menghormati itu.
Persiapan Hukuman Mati Untuk Warga Australia
(Mobil baracuda milik Brimob Bali yang dikerahkan untuk memindahkan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran ke Pulau Nusakambangan. Foto: Reuters)

Indonesia dan Australia memiliki spektrum yang luas ya dalam berhubungan? Jadi, isu ini bisa dikatakan sangat kecil jika dibandingkan dengan hubungan tersebut?


Betul sekali. Jadi, kedua negara memiliki sudut pandang yang sangat luas. Segala macam aspek ada di situ. Segala macam sektor ada di situ. Mulai dari masalah pendidikan, kebudayaan, ekonomi, perdagangan, investasi dan kelautan. Sangat banyak yang bisa dijalin. Tidak lupa juga masalah keamanan dan pertahanan.

Menurut saya, terlalu banyak yang dipertaruhkan [dalam menjalin hubungan bilateral.red] jika harus dikorbankan hanya karena isu itu. Bayangkan, Indonesia dan Australia merupakan dua negara penting di kawasan Asia Tenggara dan Samudera Pasifik, kalau kerjasama keduanya bisa dioptimalkan dan tepat arah, maka dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat kedua negara.

Kemampuan pembelian (purchasing power parity, PPP) hampir sama, yakni Rp1,3 triliun. Tapi, jumlah tersebut dikonsumsi oleh penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta, sementara jumlah PPP Australia dikonsumsi oleh penduduk yang lebih kecil yakni 23 juta.

Kalau seandainya dua negara bekerja sama secara erat, maka bisa menghasilkan kue lebih besar dan dikonsumsi bersama-sama. Asalkan kedua negara tahu di mana tempat-tempat yang strategis itu.

Oleh sebab itu, saya mengenalkan program yang disebut 'sister by sector', yakni kerjasama di bidang-bidang tertentu. Saya sudah memulai universitas dengan universitas dan sekolah dengan sekolah.

Kemarin, Direktur Pelindo II, RJ Pelino berangkat ke Australia sebagai balasan kunjungan Direktur Pelabuhan Townsville datang ke Tanjung Priok (Indonesia). Di situ letak kerjasama nyatanya. Tetapi, yang saya sebut tadi baru mencakup skala kecil seperti sekolah dan universitas. Masih ada banyak bidang lainnya yang bisa dikerjasamakan.

Salah satunya kerjasama antar media. Misalnya kedua media bisa saling berbagi, caranya dengan berbagi berita dan artikel.

Kerjasama Bidang Maritim
Apakah Anda bisa menceritakan lebih detail mengenai program 'sister by sector'? Apakah ada target tertentu yang dicapai dalam waktu dekat melalui program tersebut?

Sekarang ini pelabuhan Pelindo, Tanjung Priok akan bekerja sama dengan Ports of Townsville dan Ports of Brisbane. Kerjasama pelabuhan Brisbane ini merupakan kelanjutan dari kunjungan Presiden Joko Widodo di sela KTT G20 pada November lalu di Brisbane. Yang unik dari pelabuhan Townsville ini yaitu pelabuhan kecil tetapi komoditas yang diekspor dan impor dari Indonesia ke pantai timur Australia, akan dikirim ke pelabuhan tersebut. Jadi kan unik.

Salah satu program Pak Jokowi yakni tol laut, maka nanti akan ada satu pelabuhan di Papua, yaitu di kota Sorong. Ke depan, akan dibuat pelabuhan besar dan berskala internasional. Semua barang, nantinya, akan melalui pelabuhan itu, kemudian akan didistribusikan ke Indonesia. Dengan metode itu, akan menghemat hingga 70%-80% biaya dan waktu.

Sehingga, jika semula dari Brisbane mau mengirimkan barang ke Pulau Jawa. Maka rute yang ditempuh, mereka akan mengirim lebih dulu ke Singapura baru diturunkan ke Jakarta. Sementara, dengan cara begitu, membutuhkan waktu sekitar satu bulan.

Sedangkan jika Pelabuhan Sorong itu telah selesai, maka pengiriman barang bisa dipercepat yakni hanya 10 hari waktu pengiriman. 

Lalu, bagaimana respons Pemerintah Australia terkait dengan proyek tol laut yang dicanangkan pemerintahan Presiden Jokowi?

Sangat bagus responsnya. Menteri Perdagangan, Andrew Robb, rencananya akan datang berkunjung dan membawa rombongan 300 pengusaha.

Rencananya kapan Mendag Australia, Andrew Robb akan datang ke Jakarta, Pak?

Mungkin sekitar di bulan Mei.

Jadi, Australia rupanya berminat untuk berinvestasi terhadap proyek pembangunan tol laut? Apakah mereka juga berminat juga dalam pembangunan pelabuhan di Sorong, Pak Nadjib?

Mereka terlihat berminat dengan proyek tol laut itu. Tetapi, saya tidak tahu di proyek yang mana mereka akan berinvestasi, karena saat itu tidak mengikuti rapatnya.

Namun, saya tahu, banyak pengusaha yang telah melirik gagasan poros maritim ini.
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott bersalaman dengan Presiden Joko Widodo
(Perdana Menteri Australia, Tony Abbott ketika menyambut Presiden Joko Widodo di KTT G20, Brisbane, Australia. Foto: Reuters)
Apa saja yang bisa dimanfaatkan dari Australia untuk mewujudkan konsep tol laut di Indonesia?

Banyak sekali. Salah satunya adalah teknologi distribusi kontainer. Saat saya mendampingi Presiden Jokowi untuk mengunjungi pelabuhan di Brisbane, mereka tidak lagi menggunakan sumber daya manusia. Semuanya dikendalikan menggunakan mesin sehingga berfungsi secara otomatis.

Sementara, di Indonesia untuk menggerakkan crane masih menggunakan tenaga manusia. Jadi, setiap kontainer terdapat barcode, sehingga cranenya itu langsung mencari posisinya dan segera dipindahkan. Itu yang disebut manajemen pelabuhan.

Belum lagi, jika dilihat jalur-jalur kereta api dan tol, digabung dengan pelabuhan. Jadi, begitu barang turun dari kapal, langsung diangkut dengan menggunakan kereta api.

Semua pelabuhan di Australia memiliki jalur kereta api dan langsung terkoneksi dengan jalan tol. Itu yang harus dipelajari dari Australia oleh Indonesia.

Kemudian, manajemen kapal pesiar. Saat ini target pemerintah sudah jelas untuk meningkatkan turis. Tetapi, jumlah kapal pesiar yang berlabuh di Indonesia masih sedikit, sebab masih sedikit pelabuhan yang sesuai untuk menampung kapal pesiar.

Tapi di Australia manajemennya sudah luar biasa. Di Negeri Kanguru, dermaga sangat panjang, sehingga memungkinkan bagi kapal pesiar untuk bersandar.

Kemudian, manajemen marina di Australia sangat luar biasa. Banyak sekali yang bisa diambil untuk kepentingan maritim ini.

Program sister by sector di kota mana saja yang telah dilibatkan?

Saya sudah bicara di beberapa kota, seperti Australia Selatan, Queensland, dan yang cukup lama di Australia Barat, Perth.

Apakah konsep program sister by sector ini akan direalisasikan menyerupai sister by city?

Bisa juga dengan konsep sister vcity. Tetapi, di dua kota itu bisa memiliki permasalahan minat dan isu yang berbeda. Seperti misalnya antara Jakarta dengan Sydney, sebenarnya mereka sister city. Tetapi, bisa dilihat perbedaan yang begitu besar di antara kedua kota itu.

Salah satu perbedaannya di Jakarta masih terdapat kemiskinan, area kumuh, banjir dan lain-lain. Sementara, itu tersebut telah diatasi oleh mereka.

Jadi, apa perbedaan konsep sister by sector dengan sister city?

Jadi lebih fokus. Jadi, misalnya yang difokuskan cara pengembangan kota dan pengadaan air minum. Yang dicari adalah kesamaan bukan perbedaan. Saya telah mengenalkan program ini di tahun 2014 dan berharap bisa diluncurkan di tahun ini.

Tahun lalu, kami telah memulai dengan program Pelindo II dengan Pelabuhan Townsville.  

Bagaimana dengan kerjasama terkait pembelian sapi? Sebab, hingga saat ini Indonesia masih dianggap pangsa pasar besar bagi Australia.

Kerjasama yang dibentuk itu adalah kerjasama yang saling menguntungkan. Oleh sebab itu, Indonesia menggalang kemitraan di bidang keamanan pangan, tetapi khusus untuk daging merah dan industri sapi.

Saya berharap ketika kemitraan itu dibuat tahun 2013 dulu, program tersebut bisa menjadi satu proyek percobaan untuk program yang lain. Sebab, dalam program ini dilibatkan 'global value change'. Misalnya, di mana dilahirkan yang paling cocok sapi-sapi itu, karena padangnya tidak punya, maka dilahirkan di Australia. Jadi, kali pertama mereka hidup itu di padang penggembalaan di Australia.

Tetapi, untuk penggemukan lebih sesuai dilakukan di Indonesia. Sebab, banyak sumber daya manusia yang bisa memberikan perhatian lebih. Kemudian, di mana bisa dipotongnya. Kalau untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka ada dua pilihannya, bisa di Indonesia dan Australia. Di Australia, sudah berlaku sistem pemotongan yang halal.

Tetapi, jika untuk kepentingan ekspor ke negara-negara di Timur Tengah atau Malaysia, maka mereka akan lebih mempercayai sistem pemotongan di Indonesia. Jadi, sistem global value change ini menguntungkan untuk semua. Sehingga apa yang kita kerjakan secara bersama, keuntungannya juga bisa dinikmati bersama. 

Di sistem tersebut diharuskan kedua pihak untung. Tidak boleh ada yang rugi. Harus sifatnya 'win-win solution'. Jika sistem ini bisa dikerjakan secara betul, maka bisa diperoleh apa diinginkan Indonesia.

Perang Lawan ISIS
Bagaimana perkembangan kerjasama kedua negara dalam menangkal ancaman yang kian serius penyebaran paham kelompok Islamic State of Iraq and al Sham (ISIS)?

Saya melihat kerjasama antar kepolisian dan tentara pertahanan (TNI dengan Pasukan Pertahanan Australia), sama sekali tidak terganggu dengan isu pelaksanaan hukuman mati. Jadi, dialog terus terjadi, kemudian kerjasama kedua institusi dan pelatihan tetap berjalan.

Ini bagus sekali, karena jika misalnya, kedua institusi pertahanan dan keamanan merupakan institusi yang paling penting untuk menangani masalah-masalah strategis. Kembali ke soal ISIS, kedua negara sama-sama memiliki kepentingan yang besar dalam mengatasi masalah tersebut.

Para pemuda Indonesia banyak yang tertarik untuk berangkat ke Irak dan Suriah. Begitu juga Negeri Kanguru, mereka memiliki para pemuda yang terpengaruh berangkat ke sana.

Mereka kan terpengaruh menjadi radikal karena berbagai sebab, entah dari pendidikan dan pergaulan. Australia bisa belajar mengenai deradikalisasi dari Indonesia. Sementara, Indonesia bisa mempelajari metode yang lain dari Australia. Sehingga, compare notes untuk penting.

Selama ini, apa yang diandalkan oleh Australia dari Indonesia terkait memerangi ISIS?

Saya tidak secara spesifik menyebutkan ke ISIS ya, tetapi bagaimana penangkalan terorisme dan ekstrimisme. Indonesia menjadi salah satu pendiri dari Pusat Kerjasama untuk Penegakkan Hukum Jakarta (JCLEC) yang berada di Semarang. Walaupun namanya Jakarta, namun berlokasi di sana.

Itu tempat pembelajaran yang efektif dari JCLEC. Australia belajar dan melihat dari institusi itu. Kemudian bagaimana berbagi pengalaman dalam menghadapi terorisme dengan Negeri Kanguru. Hal tersebut merupakan kerjasama yang baik untuk saling mengisi.

Pemerintah Australia akhirnya memperketat pengamanan di dalam negeri, khususnya usai terjadi penyanderaan di Kafe Lindt, Sydney. Apakah itu turut berpengaruh terhadap Muslim Indonesia di Negeri Kanguru?

Di sana ada komunitasnya. Tetapi, Muslim Indonesia sangat toleran. Sampai saat ini, saya belum pernah mendengar tidak ada satu pun keturunan Indonesia yang terlibat gerakan itu.

Saya pikir ketahanan warga Indonesia untuk menghadapi isu-isu seperti itu lebih kuat. Saya tidak melihat ada masalah.







  Daya Tarik Bali
Terkait mengenai isu pembebasan visa bagi beberapa negara yang dianggap sebagai cara yang ampuh untuk menggenjot kedatangan turis, mengapa justru Australia tidak termasuk dalam daftar tersebut?

Semua itu pasti telah dihitung oleh Dirjen Imigrasi, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pariwisata. Tapi, pasti sudah ada hitung-hitungannya. Mungkin ada yang masih menjadi pertimbangan bagi pihak imigrasi. Kan semua itu semua sistem pemerintahan yang menentukan. Kalau mereka semua mengatakan untuk dibuka dan bebas visa, maka mereka akan memberikan itu. Tetapi, jika sebaliknya ya tidak ada fasilitas itu.

Lagipula, warga Australia sudah memperoleh fasilitas visa on arrival (VOA) dan mereka sudah cukup puas. Untuk bisa memperoleh VOA, mereka tinggal membayar USD$35 atau setara Rp360 ribu.

Tetapi apakah cukup mudah bagi warga Indonesia untuk memperoleh visa ke Australia?

Dari jumlah statistik, warga Australia yang berkunjung ke Indonesia sudah mencapai 1,1 juta. Walaupun 78%-79% pergi ke Bali. Walau sebelumnya sudah pernah mencoba pergi ke tempat lain, tetapi tetap home base nya adalah di Bali.

Jadi, walaupun mereka mendarat di Jakarta, tetapi, mereka akan tetap terbang ke Pulau Bali.

Apakah itu berarti Pemerintah Indonesia kurang mempromosikan tempat pariwisata lain untuk dijadikan alternatif selain Pulau Bali?

Sebenarnya pembelajaran seperti itu bisa diambil dari daerah-daerah yang lain. Bali itu kan sederhana penyajiannya. Semua orang di Bali sudah seperti terdidik untuk bersikap ramah ke turis asing. Untuk menyambut tamu itu sangat mudah.

Sementara di daerah-daerah lain jika ada wisatawan berkulit putih langsung dikerubungi anak-anak. Di Bali kan udah tidak ada, sehingga mereka merasa lebih nyaman dan merasa lebih di rumah sendiri.

Jadi, lebih kepada pembangunan manusianya ketimbang pembangunan fasilitas?
Saya pikir dua-duanya ya, baik itu infrastruktur maupun sumber daya manusianya. Jadi, misalnya di Pulau Bali, turis tidak perlu pergi jauh sekali untuk bisa memperoleh panorama, gunung, hutan pantai dan budaya.

Daerah wisata tidak boleh terlalu besar. Jadi, misalnya ada satu teori, kalau misalnya mau kompak, dia tidak boleh lebih dari 50 kilometer.

Apakah isu pelaksanaan hukuman mati ini tidak berpengaruh terhadap kunjungan turis ke Pulau Bali?
Saya pikir tidak ada penurunan kunjungan penumpang dari Australia menuju ke Bali. Sebelumnya, saya telah bertanya ke Wakil Presiden Garuda di Australia dan di kawasan Pasifik. Mereka menjawab tidak ada penurunan kunjungan.

Memang, ada satu atau dua orang yang membatalkan kunjungan, tetapi itu bukan karena alasan itu [pelaksanaan hukuman mati.red]. Statistiknya tetap tinggi.

Kemarin, saya naik Garuda dari Australia, baik kelas ekonomi maupun bisnisnya tetap penuh.

Apa yang dicari warga Australia sehingga selalu berbondong-bondong berkunjung ke Pulau Bali?

Mereka kan memang sudah lama mengenal Pulau Bali. Dengan anggaran yang terbatas, mereka bisa mendapatkan banyak hal di Pulau Bali.

Ada seorang petugas di bandara Sydney yang cerita ke saya, sejak dulu dia masih lajang hingga memiliki dua anak perempuan, pasti rutin berkunjung ke Bali setiap tahun.


Apakah betul biaya untuk ke Pulau Bali jauh lebih murah jika dibandingkan warga Australia harus ke Gold Coast?

Iya. Sebagai contoh lama perjalanan dari Perth ke Goldcoast dibutuhkan waktu 5,5 jam. Sementara, ke Pulau Bali hanya membutuhkan waktu 2 jam 50 menit dengan zona waktu yang sama, lebih nyaman dan lebih murah.

Bahkan, kadang-kadang kalau pemesanan dilakukan dari jauh-jauh hari, tiket PP Australia-Bali bisa dibeli hanya dengan AUD300 atau setara Rp2,9 juta. Orang Australia Barat lebih dekat ke Jakarta daripada ke ibukotanya di Canberra. Seharusnya, itu bisa dijadikan nilai plus.

Apa tujuan pariwisata alternatif yang dikunjungi oleh warga Australia selain Pulau Bali?

Masih Pulau Bali dan area sekitarnya seperti Pulau Lombok. Kemudian mereka mulai bergeser ke Jawa Timur dan Barat. Kami juga kerap mengatakan Yogyakarta adalah tempat bertemunya budaya dari wilayah lain. Oleh sebab itu, mereka mulai menyukai Yogyakarta.

1,1 juta warga Australia tetap datang ke Pulau Bali dan tidak ada penurunan. Maka, diprediksi jika kunjungan ini stabil, maka Pulau Bali akan mengambil tempat Selandia Baru, sebagai tujuan pariwisata warga Australia. Saat ini, jumlah kunjungan turis ke Selandia Baru mencapai 1,3 juta. Perbedaannya tipis.

Diprediksi kita bisa mengambil alih dalam kurun waktu tiga tahun, sebab di Selandia Baru, pariwisatanya hanya bisa dilakukan saat musim panas. Sementara, saat musim dingin suhu udaranya tidak memadai.

Apakah dalam membina hubungan bilateral, diperlukan strategi baru usai pelaksanaan eksekusi mati nanti?

Kedua negara sudah memiliki mekanisme. Mekanisme itulah yang harus lebih diintensifkan. Kedua negara memiliki dialog antar warga yang disebut Indonesia Australia Dialog.

Kemudian kedua negara juga memiliki pertemuan tingkat Menteri seperti 2+2 di mana Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan kedua negara saling bertemu dan menggelar dialog, ada pertemuan tingkat Menteri Perdagangan dan lain-lain.
Turis Australia jajal becak di NMF 2015
(Warga Australia yang berkunjung ke Paviliun Indonesia di Festival Multikultur Nasional di Canberra pertengahan Februari 2015. Foto: KBRI Canberra)
Tetapi forum tersebut tidak akan terganggu dengan isu pelaksanaan hukuman mati?
Tidak terganggu. Namun, waktu penyelenggaraannya kami geser. Puncaknya, pertemuan tingkat tahunan pemimpin negara (ALM). Saat ini sedang ditunggu waktu yang tepat. Namun, saya harapkan bisa diwujudkan dalam waktu dekat.

Mekanisme itu sudah ada, tinggal diintensifkan. Kemudian ditambah lagi dengan program tadi sister by sector dan kerjasama lainnya.

Dari sekian banyak negara tempat penempatan Anda, apakah Australia termasuk negara yang paling dinamis?
Betul dan semua hal ada di sini. Jika diibaratkan, hubungan Indonesia dengan Australia ini menyerupai supermarket yang sangat besar. Jadi, di dalamnya, kedua negara memiliki apa pun, termasuk permasalahannya, ketertarikan, dan pembelajaran.

Jadi menurut saya, kaya sekali. Banyak sekali dinamikanya, kadang-kadang naik, kadang turun. Tetapi, itu semua demi membangun kedewasaan [hubungan kedua negara.red]. Jika banyak terdapat riak, maka itu hal yang wajar. 

Adakah peranan media online dan sosial terhadap pembentukan opini publik sehingga bisa terlihat hubungan kedua negara kian matang?
Saya rasa iya. Termasuk VIVA.co.id itu juga dijadikan rujukan oleh pemerintah di sana. Salah satunya, ketika tahun 2013 lalu saya dipanggil pulang dan memberikan pernyataan, banyak kolega saya yang membaca dan mengatakan pernyataan saya ketika itu cukup baik.

Banyak juga media Australia yang mengambil kutipan wawancara saat itu. Saya pikir media itu selain memberikan wawasan yang luas, juga bisa mendinginkan atau memanaskan isu. Itu realita dari media.

Kita bisa lihat lah, orang-orang mengetahui masalah ini dari media. Di bulan Februari merupakan titik paling tinggi pemberitaan mengenai isu tersebut. Kapan pun saya menyalakan radio di mobil, televisi di rumah dan di kantor, semuanya membahas itu. 

Saya pikir hal yang sama juga terjadi di Indonesia.




Credit  VIVA.co.id