Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi, Pangeran Saud Al Faisal, menyatakan menolak permintaan Iran untuk menghentikan operasi militer "Decisive Storm" di Yaman. Sebab gempuran dari pihaknya bersama 9 negara teluk lain merupakan permintaan Abdrabbu Mansour Hadi demi mengembalikan stabilitas negara.
Iran dituding Arab Saudi sebagai negara yang membekingi aksi pemberontakan Houthi di Yaman. Selain Iran, ada juga kelompok loyalis mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh di balik Houthi.
"Bagaimanapun permintaan Iran menghentikan pertempuran di Yaman, tak bisa kami penuhi. Kami datang ke Yaman untuk membantu pemerintahan yang sah dan Iran tak berhak ikut campur di Yaman," ujar Sang Pangeran.
10 negara koalisi Arab yang melancarkan serangan "Decisive Storm" sejak 26 Maret ini adalah Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Arab Saudi mengklaim ada sekitar 500 pemberontak Houthi yang tewas akibat 1.200 kali serangan "Decisive Storm" yang telah berlangsung selama 2 pekan tersebut. Demikian yang dilansir VOA. Sementara, Badan kesehatan dunia (WHO) mengatakan nyaris 650 orang tewas dan 2.200 lainnya cedera.
Selain itu, pihak Barat turut membeking Arab Saudi cs untuk menggempur Yaman. Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius menegaskan serangan diperlukan untuk mengembalikan legitimasi sepenuhnya kepada Presiden Hadi.
Palang Merah Internasional (ICRC) mengirim pesawat yang mengangkut 16 ton obat-obatan dan peralatan bedah di sekitar lokasi pertempuran di Yaman. Pada saat bersamaan, Badan PBB untuk anak-anak (UNICEF) juga mengirim obat-obatan dan bahan makanan untuk 20 ribu anak-anak.
"Suplai yang kami bawa menentukan hidup dan mati bagi anak-anak dan keluarga mereka," kata pejabat Unicef, Julien Harneis.
Koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman, Johannes van der Klaauw, menyerukan semua pihak untuk melakukan gencatan senjata sehingga bantuan dapat disalurkan kepada warga sipil.
Credit Liputan6.com