BAGHDAD - Pasukan Amerika Serikat (AS) akan meninggalkan Irak jika Baghdad memintanya. Hal itu diungkapkan oleh Kuasa Usaha Kedutaan Besar AS di Irak, Joey Hood.
"Kehadiran pasukan AS saat ini datang atas permintaan pemerintah federal Irak," ujar Hood.
"Angkatan bersenjata Irak tidak siap untuk menjaga keamanan (Irak) tanpa dukungan pasukan asing," tambah diplomat itu, melanjutkan untuk menggambarkan laporan media baru-baru ini mengenai mobilisasi pasukan AS yang baru sebagai disinformasi.
"Kehadiran pasukan AS saat ini datang atas permintaan pemerintah federal Irak," ujar Hood.
"Angkatan bersenjata Irak tidak siap untuk menjaga keamanan (Irak) tanpa dukungan pasukan asing," tambah diplomat itu, melanjutkan untuk menggambarkan laporan media baru-baru ini mengenai mobilisasi pasukan AS yang baru sebagai disinformasi.
"Sebagian
besar rekaman ini berasal dari tahun 2006," ungkap Hood mengacu pada
video yang dibagikan secara online yang konon menunjukkan penyebaran
pasukan AS yang baru di Irak.
Ia menyatakan bahwa AS tidak akan menggunakan wilayah Irak atau wilayah udaranya untuk menyerang negara lain di wilayah itu.
"Presiden (Donald) Trump telah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak ingin pasukan AS melakukan 'perang yang tidak perlu'," kata Hood seperti disitir dari Anadolu, Rabu (20/2/2019).
"Dia tentu tidak ingin perang dengan Iran," imbuhnya, menekankan bahwa pemerintahan Trump lebih suka menggunakan cara diplomatik seperti sanksi ekonomi untuk mencapai tujuannya.
Menurut Hood, pemerintah AS juga tidak ingin mengubah atau mengamandemen perjanjian strategis antara Washington dan Baghdad. Ia merujuk pada Perjanjian Kerangka Kerja Strategis AS-Irak 2008, yang mengatur hubungan antara kedua negara, terutama dalam bidang militer dan urusan ekonomi.
Hood juga membantah keberadaan pangkalan AS di Irak. "Hanya pelatih dan penasihat," ucapnya.
Diperkirakan 5.000 pasukan AS tetap berada di Irak sejak 2014, ketika Washington membangun koalisi militer bersama-sama dengan tujuan memerangi kelompok teroris ISIS.
Ia menyatakan bahwa AS tidak akan menggunakan wilayah Irak atau wilayah udaranya untuk menyerang negara lain di wilayah itu.
"Presiden (Donald) Trump telah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak ingin pasukan AS melakukan 'perang yang tidak perlu'," kata Hood seperti disitir dari Anadolu, Rabu (20/2/2019).
"Dia tentu tidak ingin perang dengan Iran," imbuhnya, menekankan bahwa pemerintahan Trump lebih suka menggunakan cara diplomatik seperti sanksi ekonomi untuk mencapai tujuannya.
Menurut Hood, pemerintah AS juga tidak ingin mengubah atau mengamandemen perjanjian strategis antara Washington dan Baghdad. Ia merujuk pada Perjanjian Kerangka Kerja Strategis AS-Irak 2008, yang mengatur hubungan antara kedua negara, terutama dalam bidang militer dan urusan ekonomi.
Hood juga membantah keberadaan pangkalan AS di Irak. "Hanya pelatih dan penasihat," ucapnya.
Diperkirakan 5.000 pasukan AS tetap berada di Irak sejak 2014, ketika Washington membangun koalisi militer bersama-sama dengan tujuan memerangi kelompok teroris ISIS.
Selain
melatih pasukan Irak, koalisi yang dipimpin AS terus memberikan
dukungan udara kepada tentara Irak, yang memungkinkannya untuk memburu
dan menghancurkan keberadaan kelompok teroris yang masih tersisa.
Pada akhir 2017, Baghdad menyatakan kemenangan atas ISIS setelah perang tiga tahun yang berakhir dengan jatuhnya Mosul, benteng terakhir kelompok ekstrimis yang tersisa di Irak.
Akan tetapi, tentara Irak terus melakukan operasi terhadap "sel-sel tidur" ISIS yang diduga tetap aktif di bagian-bagian tertentu negara itu.
Pada akhir 2017, Baghdad menyatakan kemenangan atas ISIS setelah perang tiga tahun yang berakhir dengan jatuhnya Mosul, benteng terakhir kelompok ekstrimis yang tersisa di Irak.
Akan tetapi, tentara Irak terus melakukan operasi terhadap "sel-sel tidur" ISIS yang diduga tetap aktif di bagian-bagian tertentu negara itu.
Credit sindonews.com