SRINAGAR - Seorang pembom bunuh diri menabrakkan mobilnya ke sebuah bus yang membawa polisi India di Kashmir, menewaskan 44 orang. Ini adalah serangan paling mematikan dalam beberapa dekade terhadap pasukan keamanan di wilayah yang disengketakan. Insiden ini juga cenderung meningkatkan ketegangan dengan negara tetangga, Pakistan.
Ledakan itu terdengar hingga beberapa mil jauhnya, menurut saksi mata. Mohammad Yunis, seorang jurnalis yang tiba di lokasi beberapa menit kemudian, mengatakan kepada Reuters bahwa dia melihat darah dan bagian-bagian tubuh tersebar di sepanjang 100 meter jalan raya.
Gambar-gambar televisi menunjukkan mobil yang hancur di tengah reruntuhan dan salju di sekitar lokasi. Foto-foto menunjukkan puluhan polisi memeriksa kendaraan yang rusak dan seorang polisi terlihat membawa penutup plastik dengan senjata di dalamnya.
Sebuah
video yang beredar di media sosial menunjukkan pelaku bom bunuh diri,
dan memperlihatkan seorang pria muda memegang senjata dan mengancam akan
lebih banyak serangan. Namun video tersebut tidak dapat memverifikasi
secara independen keasliannya.
"Saya mengutuk keras serangan pengecut ini. Pengorbanan personel keamanan kami yang berani tidak akan sia-sia," kata Perdana Menteri Narendra Modi dalam sebuah tweet seperti dilansir dari Reuters, Jumat (15/2/2019).
Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk India juga mengutuk serangan itu dan menyampaikan belasungkawa.
"Amerika Serikat berdiri di samping India dalam menghadapi teror dan mengalahkannya," kata Duta Besar Ken Juster dalam sebuah tweet.
Arun Jaitley, seorang menteri senior di kabinet Modi, menyebut serangan itu sebagai tindakan pengecut dan mengatakan India akan membalas.
"Teroris akan diberi pelajaran yang tak terlupakan untuk tindakan keji mereka," kata Jaitley dalam tweetnya.
Kelompok militan Islam yang berbasis di Pakistan Jaish-e-Mohammad (JeM) mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap konvoi Pasukan Cadangan Pusat di Jammu dan jalan raya utama Kashmir, kata kantor berita GNS setempat.
Dalam sebuah pernyataan yang dibawa oleh kantor berita GNS, seorang juru bicara kelompok Jaish-e-Mohammad mengatakan puluhan kendaraan pasukan keamanan hancur dalam serangan itu.
Jaish-e-Mohammad, salah satu kelompok militan paling kuat yang beroperasi di Kashmir. Kelompok ini disalahkan atas serangan pada 2001 terhadap parlemen India yang menyebabkan India mengerahkan militernya ke perbatasan dengan Pakistan.
Kashmir adalah wilayah mayoritas Muslim di yang menjadi jantung permusuhan India-Pakistan selama puluhan tahun. Kedua negara bertetangga itu memerintah sebagian wilayah sambil mengklaim seluruh wilayah sebagai milik mereka.
Pasukan India secara sporadis memerangi gerilyawan Islam di pegunungan Kashmir sejak pemberontakan bersenjata tahun 1989 di mana puluhan ribu orang terbunuh, tetapi pemboman mobil jarang terjadi.
India menuduh Pakistan memberikan dukungan materi kepada militan. Islamabad mengatakan hanya menawarkan dukungan moral dan diplomatik untuk Muslim Kashmir dalam perjuangan mereka untuk menentukan nasib sendiri.
Serangan besar terakhir di Kashmir adalah pada tahun 2016 ketika para militan menyerbu sebuah kamp tentara India di Uri yang menewaskan 20 tentara.
"Saya mengutuk keras serangan pengecut ini. Pengorbanan personel keamanan kami yang berani tidak akan sia-sia," kata Perdana Menteri Narendra Modi dalam sebuah tweet seperti dilansir dari Reuters, Jumat (15/2/2019).
Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk India juga mengutuk serangan itu dan menyampaikan belasungkawa.
"Amerika Serikat berdiri di samping India dalam menghadapi teror dan mengalahkannya," kata Duta Besar Ken Juster dalam sebuah tweet.
Arun Jaitley, seorang menteri senior di kabinet Modi, menyebut serangan itu sebagai tindakan pengecut dan mengatakan India akan membalas.
"Teroris akan diberi pelajaran yang tak terlupakan untuk tindakan keji mereka," kata Jaitley dalam tweetnya.
Kelompok militan Islam yang berbasis di Pakistan Jaish-e-Mohammad (JeM) mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap konvoi Pasukan Cadangan Pusat di Jammu dan jalan raya utama Kashmir, kata kantor berita GNS setempat.
Dalam sebuah pernyataan yang dibawa oleh kantor berita GNS, seorang juru bicara kelompok Jaish-e-Mohammad mengatakan puluhan kendaraan pasukan keamanan hancur dalam serangan itu.
Jaish-e-Mohammad, salah satu kelompok militan paling kuat yang beroperasi di Kashmir. Kelompok ini disalahkan atas serangan pada 2001 terhadap parlemen India yang menyebabkan India mengerahkan militernya ke perbatasan dengan Pakistan.
Kashmir adalah wilayah mayoritas Muslim di yang menjadi jantung permusuhan India-Pakistan selama puluhan tahun. Kedua negara bertetangga itu memerintah sebagian wilayah sambil mengklaim seluruh wilayah sebagai milik mereka.
Pasukan India secara sporadis memerangi gerilyawan Islam di pegunungan Kashmir sejak pemberontakan bersenjata tahun 1989 di mana puluhan ribu orang terbunuh, tetapi pemboman mobil jarang terjadi.
India menuduh Pakistan memberikan dukungan materi kepada militan. Islamabad mengatakan hanya menawarkan dukungan moral dan diplomatik untuk Muslim Kashmir dalam perjuangan mereka untuk menentukan nasib sendiri.
Serangan besar terakhir di Kashmir adalah pada tahun 2016 ketika para militan menyerbu sebuah kamp tentara India di Uri yang menewaskan 20 tentara.
Ketegangan
dengan Pakistan meningkat setelah insiden itu ketika New Delhi
mengatakan para penyerang datang dari Pakistan untuk melakukan serangan.
Pakistan membantah terlibat.
Serangan ini dapat menempatkan Modi, yang menghadapi pemilihan umum pada Mei mendatang, di bawah tekanan politik untuk bertindak terhadap militan dan Pakistan.
Randeep Singh Surjewala, juru bicara partai oposisi utama Kongres, menuduh Modi berkompromi terkait keamanan negaranya.
"Nol aksi politik & nol kebijakan untuk mengatasi teror telah menyebabkan situasi keamanan yang mengkhawatirkan," kata Surjewala dalam salah satu dari serangkaian tweet.
Kanwal Sibal, seorang mantan diplomat top, mengatakan tanggapan diplomatik dari India tidak akan cukup.
"Mereka harus melakukan sesuatu kalau tidak saya pikir akan sangat sulit bagi pemerintah untuk menyerap pukulan ini dan terlihat tidak melakukan apa-apa," kata Sibal kepada Reuters.
Serangan ini dapat menempatkan Modi, yang menghadapi pemilihan umum pada Mei mendatang, di bawah tekanan politik untuk bertindak terhadap militan dan Pakistan.
Randeep Singh Surjewala, juru bicara partai oposisi utama Kongres, menuduh Modi berkompromi terkait keamanan negaranya.
"Nol aksi politik & nol kebijakan untuk mengatasi teror telah menyebabkan situasi keamanan yang mengkhawatirkan," kata Surjewala dalam salah satu dari serangkaian tweet.
Kanwal Sibal, seorang mantan diplomat top, mengatakan tanggapan diplomatik dari India tidak akan cukup.
"Mereka harus melakukan sesuatu kalau tidak saya pikir akan sangat sulit bagi pemerintah untuk menyerap pukulan ini dan terlihat tidak melakukan apa-apa," kata Sibal kepada Reuters.
Credit sindonews.com