JAKARTA
- Langkah diplomasi Israel yang melarang Menteri Luar Negeri (Menlu)
Indonesia, Retno LP Marsudi masuk Ramallah, Palestina, tanpa mengunjungi
pejabat Israel, dikritik media negara Yahudi itu.
Dalam editorialnya Kamis (16/3/2016), media Israel; Haaretz heran,
karena hanya Menlu Indonesia yang dilarang masuk Ramallah dengan alasan
tidak mau bertemu pejabat Israel di Yerusalem. Sedangkan Menlu
negara-negara Arab tidak dilarang.
Menlu Retno Marsudi terpaksa meresmikan konsulat kehormatan Indonesia baru di Palestina yang berlangsung di Ibu Kota Yordania; Amman, bukan di Ramallah, seperti yang direncanakan. Itu karena Israel tidak mengizinkan helikopter Angkatan Udara Yordania yang membawa Menlu Retno menyeberangi perbatasan Ramallah.
“Dalih pemerintah muncul tidak mengejutkan; Jika menteri tidak bersedia untuk mengunjungi Yerusalem, dia tidak akan mengunjungi Palestina. Jadi menteri akan tahu siapa yang benar-benar mengendalikan wilayah itu, dan yang perlu agar memohon jika seseorang ingin mengunjungi Palestina yang diduduki,” tulis media Israel itu dalam editorialnya.
Media itu mengkritik keras Pemerintah Israel yang memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia. Sehingga tidak ada alasan apapun untuk memaksa menteri Indonesia agar mengunjungi Israel. Namun,
meskipun kurangnya ikatan formal, Indonesia mempertahankan hubungan
dagang dengan Israel yang pada tahun 2015 berjumlah lebih dari USD195 juta.
“Meskipun ini bukan jumlah yang besar, jika seseorang menambahkan itu untuk wisata Israel, ada kesan bahwa negara Muslim ini bersedia untuk mempertahankan kebijakan pragmatis yang tidak memboikot Israel,” lanjut tulisan Haaretz.
Langkah Israel itu bahkan disebut sebagai tindakan arogan yang merusak citranya. Menurut editorial dalam bahasa Inggris itu, Israel tidak bisa mengklaim bahwa kunjungan dan pembentukan konsulat merupakan pengakuan formal dari negara Palestina. “Banyak konsulat asing yang sudah beroperasi di Otoritas Palestina, dan Palestina sudah memiliki status negara pengamat—non-anggota—di PBB,” sambung editorial tersebut.
“Israel tidak bisa mengklaim bahwa perwakilan dari negara musuh tidak harus menyeberang wilayah udara, karena Indonesia bukanlah musuh. Sehingga hanya memiliki satu alasan; Siapa pun yang tidak mengunjungi Yerusalem tidak dapat mengunjungi Palestina. Tapi itu salah alasan yang reyot, karena para menteri dari negara-negara Arab telah mengunjungi Palestina tanpa mengunjungi Yerusalem.”
Tindakan Israel pada Menlu Retno juga dinilai langkah mengejutkan dari pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Sebab, Netanyahu sedang gencar menyebarkan kerjasama antara Israel dan negara-negara Muslim dengan label moderat. Israel dikenal hanya menentang Iran yang mengumbar retorika permusuhan dengan negara Yahudi itu.
Credit Sindonews