Senin, 21 Maret 2016

Dilema Pemerintah Membeli 10,64% Saham Freeport

Dilema Pemerintah Membeli 10,64% Saham Freeport  
Foto: rengga sancaya
 
Jakarta -PT Freeport Indonesia telah menawarkan 10,64% saham divestasinya kepada pemerintah Indonesia. Nilai saham tersebut adalah US$ 1,7 miliar, atau sekitar Rp 22 triliun. Meski akan menawar harga saham itu, pemerintah mengaku dilema membelinya.

Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, saat ini Freeport juga sedang mengalami ketidakpastian kelanjutan kontrak tambangnya, yang akan habis 2021. Jadi untuk apa pemerintah membeli saham divestasi bila kontrak tambang Freeport belum tentu diperpanjang. Menurut aturan, pemerintah baru bisa memastikan perpanjangan kontrak paling cepat 2 tahun sebelum kontrak habis, atau di 2019.

"Kalau memutuskan membeli saham diasumsikan kan akan diperpanjang. Sementara sebetulnya belum bisa melakukan perpanjangan kalau regulasinya belum disempurnakan. Tapi kalau tidak beli kan publik menghendaki supaya pemerintah memperbesar sahamnya, atau dibeli tapi tidak diperpanjang jadi untuk apa. Jadi dilema ini akan jadi pembahasan publik, tapi biar saja. Tugas saya dan Kementerian ESDM jaga kalender. Jaga tak ada aturan yang dilanggar," papar Sudirman di kantornya, Jakarta, Jumat (18/3/2016).

Bila memang skenarionya kontrak Freeport tidak diperpanjang di 2021 nanti, Sudirman mengatakan, kandungan tambang emas dan tembaga di wilayah Grasberg akan jadi milik pemerintah. Tapi perusahaan atas nama PT Freeport Indonesia tidak jadi milik pemerintah.

"Kalau tidak diperpanjang yang jadi milik kita itu kandungan bukan perusahaan. Antara kandungan dan perusahaan jaraknya lumayan panjang. Perusahaan itu ada uang ada teknologi ada alat-alat, ada SDM," jelas Sudirman.

Selain dilema yang dihadapi pemerintah itu, Freeport juga sedang mengalami dilema dalam membangun smelter atau pabrik pemurnian tambang. Bila tidak ada kepastian perpanjangan kontrak, smelter Freeport menjadi tidak ekonomis.

Tambang terbuka Freeport di Grasberg, Papua, sudah akan habis cadangannya pada 2017, dan Freeport akan mengembangkan tambang bawah tanah untuk menambah cadangan. Namun Freeport menginginkan kepastian perpanjangan kontrak hingga 2041, karena butuh uang besar untuk menggali tambang bawah tanah. Cadangan tambang bawah tanah ini juga untuk memasok smelter Freeport.

"Jadi smelter hanya feasible kalau tambang bawah tanah dikerjakan. Nah kalau mau dikerjakan berarti harus menggelontorkan uang. Kalau mau keluarin uang kalau ada keputusan perpanjangan (kontrak). Itu hukum dasar dari bisnis. Ini akan jadi kerumitan. Sementara pemerintah tidak bisa perpanjang sekarang jadi ya kalau tidak ada ya stuck di situ saja," tutur Sudirman.




Credit  detikfinance