Selasa, 21 Agustus 2018

Lawan Ekstremisme, Mesir Ratifikasi UU Kontrol Internet


Lawan Ekstremisme, Mesir Ratifikasi UU Kontrol Internet
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi menandatangani Undang-undang soal kontrol pemerintah Mesir atas Internet untuk memberantas ekstremisme. (REUTERS/Carlo Allegri) 




Jakarta, CB -- Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi menandatangani undang-undang baru mengenai kontrol pemerintah terhadap Internet, Sabtu (18/8).

Undang-Undang Anti Cyber dan Kejahatan Teknologi Informasi dikatakan bertujuan untuk memerangi ekstremisme dan memungkinkan pihak berwenang untuk memblokir situs web yang dianggap oleh para hakim sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Dilansir surat kabar Al-Ahram, aturan ini juga melarang penyebaran informasi tentang pergerakan pasukan keamanan dan menerapkan hukuman yang ketat jika meretas sistem informasi pemerintah.


Laporan Al-Ahram menambahkan orang-orang yang dinyatakan bersalah akan dikenakan denda lebih dari US$10.000 dan dua tahun penjara.

Undang-undang ini awalnya disetujui oleh Parlemen Mesir pada Mei lalu.



Sejak mengambil alih pemerintahan pada 2014, pemerintahan yang dipimpin Sisi telah dikritik karena memblokir kebebasan berpendapat di media, dan menghapus konten digital.

Menurut Asosiasi Kebebasan Berpikir Dan Ekspresi yang berbasis di Kairo, sekitar 500 situs web sudah diblokir sejak Mei 2017.

Parlemen Negara juga telah mengeluarkan undang-undang yang memperkuat kemampuan pemerintah untuk menargetkan media sosial agar menindak tegas perbedaan pendapat.

Hal ini termasuk mengkategorikan akun sosial media yang jumlah pengikutnya lebih dari 5.000 sebagai situs web publik dan layak untuk pengawasan.

Najia Bounaim, Direktur Amnesty International Urusan Kampanye di Afrika Utara mengatakan bahwa mereka menerima laporan dari orang-orang di seluruh lapisan masyarakat di Mesir yang telah dianiaya karena postingannya di Facebook, Twitter, karya seni, dan bahkan pribadi.

"Tulisan yang tidak diterbitkan sudah jatuh ke tangan pihak berwenang Mesir," tulis dia dalam sebuah pernyataan pada Juli lalu.

Berdasarkan laporan dari Mada, sebuah organisasi pengawas jurnalisme dan media yang berbasis di Kairo, bahwa peraturan itu juga mewajibkan penyedia layanan internet untuk menyimpan dan memberikan informasi pribadi ke layanan keamanan.

Pada bulan lalu, Human Rights Watch memperingatkan bahwa Mesir semakin membatasi pidato online karena alasan melawan terorisme.

Direktur terorisme dan kontraterorisme di Human Rights Watch, Nadim Houry mengatakan bahwa saat Mesir sedang menghadapi ancaman, pemerintahan Presiden Abdel Fattah Al-Sisi telah mengeksploitasi ancaman itu sebagai penutup untuk mengadili para pengritik.

"Mesir menggabungkan hukum yang buruk dengan pengadilan yang tidak adil dan hasilnya menjadi bencana," kata dia.



Credit  cnnindonesia.com