NEW YORK
- Upaya pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mendapatkan respons
internasional terkaittindakan keras Iran terhadap demonstran anti
pemerintah menjadi bumerang. Anggota Dewan Keamanan PBB malah
beramai-ramai memberikan ceramah kepada Duta Besar (Dubes) AS mengenai
tujuan PBB. Mereka juga menegaskan kembali dukungan perjanjian nuklir
Iran.
Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley, mengajukan pertemuan darurat untuk membahas aksi demonstrasi anti pemerintah Iran. Pertemuan darurat itu dimaksudkan untuk menunjukkan dukungan internasional kepada para demonstran.
Dalam sambutannya, Haley mengatakan AS akan tetap teguh di belakang para pemrotes Iran.
"Jangan diragukan lagi. Amerika Serikat berdiri tanpa hambatan dengan orang-orang di Iran yang mencari kebebasan untuk diri mereka sendiri," kata Haley seperti dikutip dari Independent, Sabtu (6/1/2018).
Namun ada bukti pemberonatkan kecil dalam ruang Dewan Keamanan, tidak hanya dari kalangan musuh tradisional AS seperti Rusia dan China, tapi juga di antara sekutu dekat seperti Prancis dan Swedia. Banyak yang tampaknya takut bahwa kritik yang blak-blakan oleh AS hanyalah dalih untuk merongrong kesepakatan nuklir Iran, dimana Presiden Donald Trump telah lama ingin mencabutnya.
Sebelum sesi dimulai, Dubes Prancis François Delattre telah memperingatkan terhadap instrumentalisasi aksi demonstrasi dari luar. Saat berbicara di hadapan dewan, ia melangkah lebih jauh.
"Kita harus waspada terhadap upaya untuk mengeksploitasi krisis ini untuk tujuan pribadi, yang akan memiliki hasil yang bertentangan secara diametral dengan apa yang diinginkan," kata Delattre.
Dia bertanya secara retoris mengapa Dewan Keamanan tidak mengangkat isu protes Black Lives Matter di Ferguson, Missouri, yang kadang-kadang juga mendapat tanggapan polisi yang kejam.
"Alasan sebenarnya untuk mengadakan pertemuan hari ini bukanlah upaya untuk melindungi hak asasi manusia atau mempromosikan kepentingan orang-orang Iran, namun sebagai upaya terselubung untuk menggunakan saat ini untuk terus melemahkan" kesepakatan Iran," cetus Dubes Rusia Vassily Nebenzia.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menghubungan aksi protes tersebut dengan kesepakatan nuklir Iran. Trump beralasan bahwa keuntungan finansial yang diterima oleh pemerintah Iran sebagai bagian dari kesepakatan tersebut telah memicu korupsi yang diprotes warga Iran.
Namun, anggota Dewan Keamanan PBB sebagian besar menegaskan bahwa kedua isu ini terpisah.
"Perlu jelas bagi masyarakat internasional bahwa situasi di Iran tidak masuk dalam agenda Dewan Keamanan," kata Sacha Sergio Llorenty, duta besar Bolivia.
Perwakilan Swedia, Irina Schoulgin Nyoni, sependapat: "Kami memiliki reservasi berdasarkan format dan waktu sesi ini."
Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley, mengajukan pertemuan darurat untuk membahas aksi demonstrasi anti pemerintah Iran. Pertemuan darurat itu dimaksudkan untuk menunjukkan dukungan internasional kepada para demonstran.
Dalam sambutannya, Haley mengatakan AS akan tetap teguh di belakang para pemrotes Iran.
"Jangan diragukan lagi. Amerika Serikat berdiri tanpa hambatan dengan orang-orang di Iran yang mencari kebebasan untuk diri mereka sendiri," kata Haley seperti dikutip dari Independent, Sabtu (6/1/2018).
Namun ada bukti pemberonatkan kecil dalam ruang Dewan Keamanan, tidak hanya dari kalangan musuh tradisional AS seperti Rusia dan China, tapi juga di antara sekutu dekat seperti Prancis dan Swedia. Banyak yang tampaknya takut bahwa kritik yang blak-blakan oleh AS hanyalah dalih untuk merongrong kesepakatan nuklir Iran, dimana Presiden Donald Trump telah lama ingin mencabutnya.
Sebelum sesi dimulai, Dubes Prancis François Delattre telah memperingatkan terhadap instrumentalisasi aksi demonstrasi dari luar. Saat berbicara di hadapan dewan, ia melangkah lebih jauh.
"Kita harus waspada terhadap upaya untuk mengeksploitasi krisis ini untuk tujuan pribadi, yang akan memiliki hasil yang bertentangan secara diametral dengan apa yang diinginkan," kata Delattre.
Dia bertanya secara retoris mengapa Dewan Keamanan tidak mengangkat isu protes Black Lives Matter di Ferguson, Missouri, yang kadang-kadang juga mendapat tanggapan polisi yang kejam.
"Alasan sebenarnya untuk mengadakan pertemuan hari ini bukanlah upaya untuk melindungi hak asasi manusia atau mempromosikan kepentingan orang-orang Iran, namun sebagai upaya terselubung untuk menggunakan saat ini untuk terus melemahkan" kesepakatan Iran," cetus Dubes Rusia Vassily Nebenzia.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menghubungan aksi protes tersebut dengan kesepakatan nuklir Iran. Trump beralasan bahwa keuntungan finansial yang diterima oleh pemerintah Iran sebagai bagian dari kesepakatan tersebut telah memicu korupsi yang diprotes warga Iran.
Namun, anggota Dewan Keamanan PBB sebagian besar menegaskan bahwa kedua isu ini terpisah.
"Perlu jelas bagi masyarakat internasional bahwa situasi di Iran tidak masuk dalam agenda Dewan Keamanan," kata Sacha Sergio Llorenty, duta besar Bolivia.
Perwakilan Swedia, Irina Schoulgin Nyoni, sependapat: "Kami memiliki reservasi berdasarkan format dan waktu sesi ini."
Keengganan untuk mendukung posisi AS adalah bukti terbaru dari meningkatnya resistensi internasional terhadap prioritas kebijakan luar negeri Pemerintah Trump, terutama di PBB. Bulan lalu, sebagian besar anggota PBB memilih sebuah resolusi yang mencela keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besarnya ke sana.
Haley bahkan harus menggunakan hak veto-nya untuk menghalangi resolusi serupa di Dewan Keamanan yang didukung oleh setiap anggota lainnya.
Pasca sidang tersebut, Misi AS untuk PBB mengadakan pesta koktail untuk sembilan negara yang menentang resolusi di Majelis Umum, yang selain Israel, adalah Guatemala, Honduras, Togo, Kepulauan Marshall, Negara Federasi Mikronesia , Nauru dan Palau.
Dalam pesan video yang diputar di jamuan itu, Trump berterima kasih kepada para peserta karena berdiri bersama Amerika Serikat. Ia mengatakan pemungutan suara itu akan tercatat sebagai tanggal yang sangat penting dan dukungan mereka akan dicatat dan sangat dihargai.
Credit sindonews.com