Kamis, 09 November 2017

Profil Putra Mahkota Mohammed bin Salman, Sang 'Pengguncang' Saudi


Profil Putra Mahkota Mohammed bin Salman, Sang Pengguncang Saudi
Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman. Foto/REUTERS


RIYADH - Kerajaan Arab Saudi mengalami perubahan besar-besaran di era pemerintahan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Namun, aktor “pengguncang” negara itu bukanlah Raja Salman, melainkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, merupakan anak kandungnya sendiri.

Putra Mahkota yang dikenal dengan sapaan MBS ini tercatat sebagai menteri pertahanan termuda di dunia. Di usia 32 tahun, dia tak hanya memainkan peran penting dalam perseteruan regional dengan Iran dan perang di Yaman, tapi juga melakukan “pembersihan” di lingkungan kerajaan dari praktik korupsi.

MBS yang juga menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Kerajaan Saudi ini, juga merombak image negaranya dari konservatif menuju ke arah moderat, bahkan akan menyaingi Barat dalam bidang tertentu melalui program reformasi “Vision 2030”.

Mengutip laporan Al Jazeera, Kamis (9/11/2017), putra Raja Salman ini lahir pada tanggal 31 Agustus 1985. Ibunya, Putri Fahda binti Falah bin Sultan bin Hathleen, berasal dari suku Ajman, yang pemimpinnya adalah ayah sang putri, Rakan bin Hathleen.

Pada tahun 2008, Pangeran Salman menikahi Putri Sarah binti Mashhoor bin Abdulaziz al-Saud. Pasangan ini memiliki tiga anak.

Dia menerima pendidikan dasar di Riyadh, ibu kota negara tersebut, di mana dia berada di antara 10 besar siswa dari kerajaan.

Dia memperoleh gelar sarjana hukum dari King Saud University. Sepanjang waktunya sebagai mahasiswa, Pangeran Salman terdaftar dalam berbagai program pelatihan.

Kehidupan Profesional


Setelah lulus, Pangeran Salman mendirikan sejumlah perusahaan sebelum dia terlibat dalam pekerjaan di pemerintahan. Dia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Riyadh Competitive Council (Dewan Kompetitif Riyadh), Penasihat Khusus Ketua Dewan untuk Yayasan King Abdulaziz, dan sebagai anggota dewan pengawas bagi masyarakat Albir untuk pembangunan.

Sebagai bagian dari karya filantropisnya, dia juga mendirikan MiSK Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk menumbuhkan pembelajaran dan kepemimpinan di masa muda Saudi. Organisasi ini juga mengembangkan perusahaan pemula di Saudi melalui berbagai program inkubasi bisnis.

Pada tahun 2013, dia dianugerahi penghargaan "Personality of the Year" oleh Forbes Middle East untuk perannya sebagai ketua Yayasan MiSK. Penghargaan ini sebagai pengakuan atas dukungannya terhadap pemuda Saudi dan perkembangannya.

Politik
Pangeran Salman memulai perjalanan politiknya saat dia menjadi penasihat penuh waktu untuk dewan menteri selama dua tahun pada 2007. 


Pada tahun 2009, dia menjadi penasihat khusus untuk ayahnya, yang merupakan Gubernur Riyadh pada saat itu, dan terus melayani komisi ahli kabinet Saudi sebagai konsultan paruh waktu sampai Maret 2013.

Pangeran tersebut ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan Saudi pada tanggal 23 Januari 2015, setelah ayahnya naik takhta. Pada tahun yang sama, dia diangkat sebagai Wakil Putra Mahkota.

Langkahnya yang paling menonjol selama menjabat Menteri Pertahanan adalah memimpin “Operation Decisive Storm”, sebuah serangan Koalisi Arab yang dipimpin Saudi, di Yaman untuk memerangi pemberontak Houthi. Operasi diluncurkan hanya dua bulan setelah dia diangkat jadi menteri.

Namanya, semakin menjadi sorotan dunia setelah bulan ini komite anti-korupsi yang baru dibentuk menangkap 11 pangeran, empat menteri senior, banyak mantan menteri serta para pengusaha terkait dugaan korupsi. Penangkapan massal dalam operasi “sapu bersih korupsi” di Saudi ini atas perintah MBS.

Pada bulan April 2016, Dia memperkenalkan program reformasi “Vision 2030”, sebuah visi Arab Saudi tentang masa depan, yang bertujuan menjadikan Kerajaan sebagai jantung dunia Arab dan Islam. Program itu juga untuk menjadi Saudi sebagai sebuah pusat investasi, dan “pemain penting” tiga benua.

Inisiatif reformasi itu berusaha untuk melakukan diversifikasi dan privatisasi ekonomi, dan untuk mengurangi ketergantungan Saudi pada sektor minyak. Pada tahun 2030, inisiatif ini bertujuan untuk membangun sebuah sistem e-government.

Pangeran Mahkota juga telah meminta pembangunan di sektor hiburan yang lebih banyak di Kerajaan tersebut. Di bawah pengaruhnya, kabinet Saudi mengeluarkan peraturan untuk memangkas kekuasaan polisi agama, dan sebuah otoritas hiburan didirikan pada Mei 2016.

Dalam upayanya untuk mengganti tradisi, dia juga melibatkan ilmuwan Muslim muda Saudi yang aktif di media sosial. Salah satu gebrakannya adalah dibolehkannya para perempuan untuk mengemudikan mobil yang selama ini ditentang keras para ulama konservatif. Beberapa tahun mendatang, Saudi juga membebaskan perempuan untuk menonton olaharga di stadion.

Bahkan, dalam program reformasi yang dicanangkan MBS, Saudi berencana membangun resort di Laut Merah yang membebaskan para wanita mengenakan bikini.




Credit  sindonews.com