CB, Jakarta - Komandan Pasukan Pengawal Nasional Arab Saudi, Pangeran Mutaib
bin Abdullah bersama lima tahanan lainnya dilarikan ke unit perawatan
intensif rumah sakit setelah dianiaya oleh militer. Abdullah merupakan
satu dari sejumlah pangeran yang ditahan saat putra mahkota Arab Saudi,
Mohammed bin Salman atau MBS, sapaannya, melakukan reformasi
besar-besaran.
Mengutip Albawaba.com, 20 November 2017, Mohammed Bin Salman memerintahkan penangkapan Abdullah untuk mengkonsolidasikan militer yang berbeda peran dan fungsi di bawah kendalinya. Abdullah merupakan salah satu anggota terkemuka keluarga kerajaan. Bahkan orang-orang sempat mengira Abdullah yang akan menjadi putra mahkota Saudi.
Informasi terbaru, ternyata bukan Abdullah dan lima tahanan lain itu saja yang ditangkap aparat militer. Albawaba melaporkan, lusinan perwira tinggi militer ditahan pada 18 November lalu karena berpotensi akan menentang atau menolak aturan baru putra mahkota tersebut.
Putra mahkota Saudi ini berambisi untuk mengkonsolidasi seluruh
militer di bawah kendalinya termasuk Pasukan Pengawal Kerajaan yang
dipimpin Abdullah.
Padahal selama ini, Pasukan Pengawal Kerajaan Saudi tidak di bawah kendali Kementerian Pertahanan. Pasukan ini didirikan justru untuk melindungi keluarga kerajaan dari upaya militer melakukan kudeta terhadap raja dan keluarganya.
Sehingga ambisi Mohammed bin Salman agar Pasukan Pengawal Kerajaan dan militer di bawah kendalinya merupakan hal yang belum pernah terjadi di Saudi.
Jika Mohammed Bin Salman yang pernah menjabat menteri pertahanan tanpa pengalaman mililter ini memaksakan ambisinya menyatukan dua lembaga militer yang berbeda peran itu, maka dikhawatirkan Saudi akan chaos.
Sebelumnya, pengamat asing mencurigai MBS punya motif lain di balik gerakan reformasi yang menekankan pada pemberantasan korupsi .
"MBS menggunakan tongkat antikorupsi untuk memukul orang-orang itu," kata Jamal Khashoggi, yang pernah menjadi penasehat Pangeran Turki al-Faisal. Turki pernah menjadi kepala intelejen dari 1979 hingga 2001.
Namun, dia menduga putra mahkota Arab Saudi itu selektif dalam proses penangkapan tersangka korupsi dan ingin kekuasaan berada di satu tangan, yaitu dirinya. "Saya yakin MBS seorang yang nasionalis dan mencintai negaranya. Dia ingin negaranya menjadi negara yang kuat. Tapi masalahnya adalah dia ingin berkuasa sendirian," kata dia.
Mengutip Albawaba.com, 20 November 2017, Mohammed Bin Salman memerintahkan penangkapan Abdullah untuk mengkonsolidasikan militer yang berbeda peran dan fungsi di bawah kendalinya. Abdullah merupakan salah satu anggota terkemuka keluarga kerajaan. Bahkan orang-orang sempat mengira Abdullah yang akan menjadi putra mahkota Saudi.
Informasi terbaru, ternyata bukan Abdullah dan lima tahanan lain itu saja yang ditangkap aparat militer. Albawaba melaporkan, lusinan perwira tinggi militer ditahan pada 18 November lalu karena berpotensi akan menentang atau menolak aturan baru putra mahkota tersebut.
Padahal selama ini, Pasukan Pengawal Kerajaan Saudi tidak di bawah kendali Kementerian Pertahanan. Pasukan ini didirikan justru untuk melindungi keluarga kerajaan dari upaya militer melakukan kudeta terhadap raja dan keluarganya.
Sehingga ambisi Mohammed bin Salman agar Pasukan Pengawal Kerajaan dan militer di bawah kendalinya merupakan hal yang belum pernah terjadi di Saudi.
Jika Mohammed Bin Salman yang pernah menjabat menteri pertahanan tanpa pengalaman mililter ini memaksakan ambisinya menyatukan dua lembaga militer yang berbeda peran itu, maka dikhawatirkan Saudi akan chaos.
Sebelumnya, pengamat asing mencurigai MBS punya motif lain di balik gerakan reformasi yang menekankan pada pemberantasan korupsi .
"MBS menggunakan tongkat antikorupsi untuk memukul orang-orang itu," kata Jamal Khashoggi, yang pernah menjadi penasehat Pangeran Turki al-Faisal. Turki pernah menjadi kepala intelejen dari 1979 hingga 2001.
Namun, dia menduga putra mahkota Arab Saudi itu selektif dalam proses penangkapan tersangka korupsi dan ingin kekuasaan berada di satu tangan, yaitu dirinya. "Saya yakin MBS seorang yang nasionalis dan mencintai negaranya. Dia ingin negaranya menjadi negara yang kuat. Tapi masalahnya adalah dia ingin berkuasa sendirian," kata dia.
Credit TEMPO.CO