Di bawah pemerintahan Presiden Recep
Tayyip Erdogan, Turki mengerahkan pasukan untuk memerangi ISIS di Irak
tanpa persetujuan Baghdad. (Reuters/Kayhan Ozer/Presidential Press
Office/Handout)
Kedatangan pasukan Turki dalam jumlah besar dan dilengkapi dengan persenjataan berat di sebuah kamp di Irak utara yang dinilai tiba-tiba ini menambah keruh kontroversi dalam perang melawan kelompok militan ISIS di negara itu.
Ankara menyatakan pasukannya berada di Irak dalam rangka ambil bagian dari misi internasional untuk melatih dan mempersenjatai pasukan Irak untuk memerangi ISIS. Namun, pemerintah Irak menyatakan tidak pernah meminta Turki mengirimkan pasukannya. Irak bahkan mengancam akan membawa kasus ini ke PBB jika Ankara tidak juga menarik pasukannya keluar.
"Semuanya hadir di Irak. Tujuan mereka semua jelas, menyediakan bantuan berupa pelatihan dan persenjataan. Kehadiran kami di sana bukan rahasia," katanya menambahkan.
Pasukan Turki tiba di Irak pada Kamis (3/12) dengan sejumlah tank dan kendaraan lapis baja di sebuah kamp di wilayah yang dikuasai Kurdi Irak, di dekat kota Mosul yang dikuasai ISIS.
Kehadiran pasukan Turki di Irak juga dinilai sebagai pukulan yang memalukan bagi Perdana Menteri Irak, Haidar Abadi, khususnya di bawah tekanan kuat kelompok politik Syiah yang didukung kuat oleh Iran.
Abadi menyebut pengerahan pasukan Turki tersebut merupakan pelanggaran kedaulatan Irak. Juru bicara pemerintah Irak, Saad al-Hadithi menyatakan Irak masih menunggu Turki untuk menanggapi desakan ini secara resmi.
"Jika kami belum juga menerima tanda-tanda positif sebelum batas waktu yang kami tentukan berakhir, maka kami akan menggunakan hak hukum kami untuk mengajukan keluhan kepada Dewan Keamanan [PBB] untuk menghentikan pelanggaran serius terhadap kedaulatan Irak ini, " katanya.
Pasukan Turki menduduki kamp yang biasa digunakan oleh Hasi Watani, kelompok mobilisasi nasional yang terdiri dari warga Sunni Arab yang pernah menjabat sebagai polisi Irak aupun sukarelawan dari Mosul.
Tindakan ini dinilai sebagai upaya penyeimbang untuk pengaruh milisi Syiah yang terus tumbuh di Irak dan didukung oleh Iran. Milisi Syiah tersebut dibentuk oleh mantan gubernur Nineveh, Atheel al-Nujaifi yang memiliki hubungan yang dekat dengan Turki.
Sejumlah pelatih asal Turki telah berada di Irak bahkan sebelum pengerahan pasukan Turki pekan lalu.
AS, sebagai pemimpin koalisi internasional melawan ISIS di Suriah dan Irak menyatakan tidak akan mendukung pengerahan pasukan apapun di Irak tanpa persetujuan Baghdad.
Pakar politik melihat pengerahan pasukan Turki di Irak sebagai upaya untuk menegaskan pengaruh Turki dalam menghadapi peningkatan keterlibatan Rusia dan Iran dalam perang sipil di Suriah dan Irak.
"Turki nampaknya ingin membuktikan kepada Rusia dan Iran bahwa bukan hanya mereka yang berperan dalam teater perang Suriah atau Irak," kata Aydin Selcen, mantan Konsul Jenderal Turki di Erbil, ibu kota otonom wilayah Kurdi di Irak.
Juni 2014 lalu, ISIS menyerbu Mosul, kota utama di Irak utara dan rumah bagi sekitar 2 juta penduduk. Upaya perlawanan dari pasukan Irak untuk merebut kota ini beberapa kali terhambat karena pasukan terlibat dalam pertempuran di wilayah lain.
Credit CNN Indonesia