Kamis, 02 Agustus 2018

Saudi dan UEA Nyaris Serang Qatar, tapi Dicegah Rex Tillerson


Saudi dan UEA Nyaris Serang Qatar, tapi Dicegah Rex Tillerson
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (kanan) saat bertemu Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, Juli 2017. Saat ini, Tillerson dipecat dan digantikan Michael Pompeo. Foto/REUTERS/Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court

WASHINGTON - Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) nyaris meluncurkan operasi militer terhadap Qatar pada awal krisis diplomatik pecah pada Juni tahun lalu. Namun, rencana serangan itu dihentikan Rex Tillerson.

Rex Tillerson saat itu adalah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Tindakannya itu yang diduga membuatnya dipecat Presiden Donald Trump. Tillerson digantikan oleh Michael Pompeo yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Central Intelligence Agency (CIA).

Laporan perihal Saudi dan UEA yany nyaris membombardir Qatar merupakan laporan situs berita investigasi The Intercept. Rencana agresi itu melibatkan pasukan darat Arab Saudi melintasi perbatasan darat ke Qatar. Sedangkan militer dari UEA memberikan dukungan untuk merangsesk masuk 100 km ke wilayah Qatar dan merebut ibu kotanya, Doha.

Laporan The Intercept bersumber dari data komunitas intelijen AS dan dua mantan pejabat Departemen Luar Negeri. Sebagian besar rencana serangan itu dirancang oleh Arab Saudi dan Pangeran Mahkota UEA Mohammed bin Zayed (MbZ). "Kemungkinan beberapa minggu lagi dari itu hendak dilaksanakan," bunyi laporan tersebut mengacu pada waktu awal krisis diplomatik pecah.

Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, jadi salah satu target agresi militer kedua negara Arab tersebut. Rencana itu termasuk upaya pasukan Saudi "memperdayai" Pangkalan Udara Al Udeid yang merupakan rumah bagi Komando Pusat Angkatan Udara AS dan sekitar 10.000 pasukan Amerika, dan selanjutnya merebut Doha.

Namun, setelah Tillerson diberitahu tentang rencana agresi itu oleh pejabat intelijen Qatar, dia mendesak Raja Salman dari Arab Saudi untuk tidak melakukan serangan. Tillerson juga mendorong Menteri Pertahanan AS James Norman Mattis untuk menjelaskan bahaya dari invasi semacam itu kepada rekan-rekannya di Kerajaan Saudi.

Tekanan dari Tillerson menyebabkan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman, juga dikenal sebagai MbS, mengurungkan rencana agresi itu. MbS khawatir invasi terhadap negara kecil di Teluk itu akan merusak hubungan jangka panjang Arab Saudi dengan AS.

Persaingan Lama

Namun, intervensi Tillerson dilaporkan membuat MbZ sang Putra Mahkota UEA yang juga penguasa de facto UEA melobi Gedung Putih untuk pemecatan Tillerson.

MbZ telah memiliki persaingan jangka panjang dengan Qatar. MbZ pernah disebut mendukung upaya kudeta gagal terhadap pemerintah Qatar pada tahun 1996 ketika ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata UEA.

The Intercept, dalam laporannya, mengatakan bahwa tidak ada pejabat saat ini atau mantan pejabat AS yang dalam wawancaranya mengetahui alasan sebenarnya mengapa Trump memecat Tillerson. Namun, seorang sumber mengatakan bahwa momen itu terjadi seminggu sebelum Putra Mahkota Saudi tiba di Washington untuk kunjungan yang banyak dipublikasikan.

Tillerson, mantan eksekutif perusahaan energi Exxon, telah berulang kali mengkritik negara-negara yang memblokade Qatar sebelum pemecatannya. Pada Oktober tahun lalu, dia menuduh negara-negara yang memblokade negara kecil yang kaya itu sebagai pengobar ketegangan.

"Tampaknya ada keengganan yang nyata dari pihak-pihak yang ingin terlibat," kata Tillerson pada saat itu. 

"Itu tergantung pada kepemimpinan kuartet ketika mereka ingin terlibat dengan Qatar karena Qatar sudah sangat jelas bahwa mereka siap untuk terlibat," imbuh Tillerson.

Pengaruh EUA terhadap Trump
Tillerson belum memberikan wawancara karena dia digantikan oleh Michael "Mike" Pompeo. Tapi, dia diyakini tidak setuju pada sejumlah masalah dengan Presiden Donald Trump, termasuk blokade Qatar oleh Arab Saudi dan para sekutu Arab-nya.

Tillerson pernah dilaporkan frustrasi dengan Trump karena Presiden Amerika itu mendukung blokade dan para pembantu Trump dicurigai berada dalam garis pidato presiden di mana Qatar dituduh mendanai terorisme pada "tingkat sangat tinggi" sebagaimana pernah ditulis oleh Duta Besar UEA Yousef al-Otaiba.

Otaiba adalah tokoh terkenal di lingkaran keamanan nasional AS. Menurut Politico, dia mempertahankan "kontak telepon dan email yang hampir konstan" dengan menantu Trump, Jared Kushner.

Intercept juga melaporkan bahwa empat sumber yang diwawancarai menunjukkan kampanye yang sedang berlangsung oleh UEA untuk mencoba memprovokasi Qatar guna meningkatkan krisis.

UEA telah membuatnya ilegal bagi orang-orang untuk mengekspresikan simpati dengan Qatar di media sosial, sementara para pejabat Emirat yang berhubungan dekat dengan pemimpinnya, berulang kali menghina perempuan Qatar.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, bersama dengan Mesir dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Qatar pada 5 Juni tahun lalu. Empat negara itu menuduh Doha mendukung "ekstremisme dan terorisme" dan mendakatkan diri ke Iran.

Namun, Qatar dengan keras membantah semua tuduhan itu. Menurut laporan yang dikutip Al Jazeera, Kamis (2/8/2018), keempat negara itu menginginkan Qatar untuk bergabung dengan aliansi regional melawan Iran dan menormalkan hubungan dengan Israel. Emir Qatar telah mengecam semua upaya untuk melanggar kedaulatan negaranya  dan menolak semua tuntutan empat negara Arab itu.




Credit  sindonews.com