Pemerintah berdalih masjid dibangun tanpa persetujuan pihak berwenang.
CB,
BEIJING -- Ratusan orang dari minoritas Muslim Hui memprotes keputusan
Pemerintah Cina yang akan meruntuhkan Masjid Raya Weizhou di wilayah
otonomi Ningxia Hui. Pemerintah berdalih masjid yang baru rampung pada
akhir tahun lalu ini dibangun tanpa persetujuan pihak berwenang.
Pemerintah
mengumumkan akan meruntuhkan masjid ini pada Jumat pekan lalu. Namun,
dalam video yang beredar tampak ratusan umat Islam setempat bertahan di
masjid tersebut.
Pemerintah Cina mendapat kecaman yang kian meningkat karena
tindakan kerasnya terhadap umat beragama, khususnya umat Islam.
Dilaporkan, negara itu telah memaksa ratusan ribu umat Islam etnis
Uighur menjalani kamp-kamp pendidikan ulang.
Rekaman
video yang beredar pekan lalu menunjukkan banyak massa umat Islam Hui
berkumpul di Masjid Raya Weizhou. Membawa bendera nasional, para
pemrotes mengusung spanduk dukungan bagi Partai Komunis, persatuan
etnis, dan kebebasan beragama.
Mereka juga
mendatangi kantor pemerintahan setempat. Para pejabat di Ningxia sejak
awal tahun ini mulai menghapuskan unsur-unsur arsitektur Islam dan Arab
dari berbagai bangunan di sana. Dalihnya, menjadikan agama dari luar
lebih berorientasi pada Cina.
Banyak pengguna
Weibo, medsos yang mirip dengan
Twitter,
mendukung tindakan membongkar masjid tersebut. "Akan menjadi peringatan
bagi proyek-proyek yang tak disetujui lainnya," ujar pemilik akun
bernama Mei Xinyu.
Komisi
Partai Komunis setempat menyebutkan Masjid Raya Weizhou telah melakukan
perluasan ilegal sejak 2016. Komisi mengatakan para pejabat partai
lokal gagal mengawasi pembangunan itu, yang kabarnya sebagian didanai
melalui sumbangan asing.
Namun, seorang jamaah
membantah hal itu. "Dalam dua tahun terakhir, tak ada pihak berwenang
yang meminta kami berhenti membangun. Sebelumnya tak ada yang
mempersoalkan izin penggunaan lahan, dan tidak ada yang mengklaim ini
proyek yang tak disetujui," katanya dalam postingan di
Weibo.
Agama yang disetujui pemerintah
Meski direncanakan dilakukan Jumat (10/8) lalu, tampaknya pembongkaran masjid telah ditunda. Media
South China Morning Post melaporkan rencana pembongkaran ditunda sampai disetujuinya rencana pembangunan ulang.
Sementara menurut kantor berita
Reuters
rencana menghilangkan beberapa kubah masjid, menggantikannya dengan
model pagoda, ditolak jamaah. "Jika kami menyetujuinya, sama dengan
menjual keyakinan agama kami," kata seorang jamaah masjid.
Etnis
Hui merupakan yang terbesar di antara 10 kelompok minoritas Muslim di
Cina. Mereka berbahasa Mandarin, bahasa yang digunakan etnis mayoritas
Han.
Menurut pengamat Cina James Leibold dari La
Trobe University, etnis Hui secara tradisional berperan sebagai
'perantara' antara pemerintah dan kelompok minoritas Muslim lainnya.
"Mereka ini kelompok etnis yang sangat strategis dan penting," jelasnya.
Di
saat umat Islam etnis Uighur yang tinggal di Xinjiang (Cina Barat)
menghadapi tekanan dalam beberapa tahun terakhir, etnis Hui umumnya
luput dari perhatian. Namun, meningkatnya kecurigaan terhadap agama
asing di Cina, khususnya Islam dan Kristen, membuat sikap terhadap etnis
Hui menjadi bergeser.
"Islam dipandang sebagai
agama yang cenderung ke tindakan fanatik dan kekerasan politik. Cina
menyaksikan hal itu di Xinjiang awal 2012. Baru-baru ini terjadi
penusukan massal di stasiun kereta api Kunming. Seperti yang mereka
lakukan di Xinjiang, reaksi pemerintah terlalu berlebihan, terkadang
malah memperburuk masalah," kata Leibold.
Awal bulan
ini, ribuan peti mati dihancurkan pihak berwenang yang menerapkan
penghapusan penguburan jenazah di tanah, karena keterbatasan lahan.
Sebelumnya pada April lalu, dilaporkan pula kitab-kitab Injil ditarik
dari peredaran di toko-toko buku.